Miris, Tayangan Televisi yang Tidak Mendidik Kian Bertambah

Ilustrasi anak kecil menonton televisi.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Dunia pertelevisian semakin menjadi-jadi saja. Berbagai macam film, drama, dan sinetron selalu bertambah setiap harinya. Bukan hanya film, drama dan sinetron dari dalam negeri saja, bahkan juga dari luar negeri. Entah harus berapa kali diperingatkan agar dunia pertelevisian tidak menampilkan film, drama, dan sinetron yang mengandung unsur yang tidak mendidik dan merusak.

Di bulan Juli ini saja sudah bertambah dua drama dari luar negeri, lagi. Entah apa yang membuat mereka menyukai drama tersebut, aku tidak tahu. Wajah aktor yang tampan, ganteng dan keren? Wajah aktris yang cantik, menawan, dengan dipadukan bentuk badan yang ideal? Yah setidaknya itu semua bisa dijadikan sebuah alasan yang tepat dan logis.

Mengingat banyaknya orang kreatif yang berkancah di dunia perfilman Indonesia, semua bisa dijadikan drama atau sinetron berseri. Dimulai dari film yang diangkat dari sebuah buku contohnya. Kenapa bukan film itu saja yang ditayangkan? Kenapa harus dijadikan drama dengan alur cerita yang berbelit-belit dan tidak lupa juga unsur yang tidak mendidik di dalamnya?

Seandainya drama tersebut ditonton oleh anak-anak yang masih di bawah umur, bisa gawat jadinya. Bisa saja mereka tidak memedulikan tugas sekolah yang diberikan oleh gurunya di sekolah. Apalagi tayangnya drama atau sinetron tersebut tepat pada jam-jam ketika anak-anak sedang belajar, mengerjakan PR, atau sedang mempersiapkan apa-apa saja untuk sekolahnya esok hari. Takutnya, mereka akan berpikir kalau menonton drama tersebut agar tidak ketinggalan ceritanya akan jauh lebih penting daripada urusan belajarnya.

Contohnya tidak jauh-jauh, adik sepupuku dan anak tetangga yang sering main ke rumah kakekku. Mereka sampai bermain rumah-rumahan dengan alur cerita mengikuti sinetron tersebut. Ketika diminta untuk belajar, alasan mereka, “Ibu guru tidak kasih PR.” Miris bukan? Dan yang lebih mirisnya lagi, dialog yang mereka katakan ketika sedang bermain dengan alur cerita dari drama tersebut adalah pengucapan kata-kata kawin, pernikahan, hamil di luar nikah, perjodohan, dan berbagai kata-kata yang seharusnya belum mereka ketahui apa artinya di usia yang masih sangat muda seperti itu.

Dibutuhkan pengawasan ketat terhadap anak-anak di bawah umur tersebut. Aku sendiri sudah memberi tahu kepada mereka (adik sepupuku) untuk tidak berlebihan dalam bersikap dan bermain dengan teman. Tapi kata-kataku malah tidak didengarkan dan diacuhkan begitu saja. Alhasil, mereka pun terjebak di masa kecil yang suram.

Tontonan mereka yang seharusnya mendidik, menjadi tidak mendidik dan merusak. Orang tua mereka pun tidak mau mengambil pusing atas tontonan anak-anak mereka. Dan aku rasa bukan hanya aku saja yang berpikir demikian, orang selain aku mungkin ada juga. Bukan hanya drama India yang mengandung unsur pernikahan dini, perjodohan, dan kawin-cerai yang tidak mendidik itu, tapi ada juga sinetron yang tidak mendidik. Banyak, banyak, dan sangat banyak.

Ibarat kata pepatah, “Mati satu lalu tumbuh seribu.” Hilang satu sinetron tidak mendidik tersebut, maka akan ada serial lainnya yang akan tayang lagi. Jumlahnya pun bukan hanya satu, tapi bisa dua, tiga, dan bahkan lebih. Lalu di mana pengawasan orang tua dan keluarga terhadap anak-anak mereka yang menonton drama, film, dan sinetron yang tidak mendidik tersebut?

Pengawasan mereka lepas begitu saja karena mereka juga sudah terhipnotis dengan wajah-wajah aktor dan aktrisnya yang tampan, menawan, cantik, dan keren. Aku merasa aneh dan heran dengan hal yang sudah jelas-jelas tidak mendidik, tapi masih juga tetap ditayangkan. Lalu apa gunanya akal sehat yang telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia? Apa itu hanya menjadi sebuah pelengkap saja? (Tulisan ini dikirim oleh Ridho Adha Arie, Pekanbaru)