Apalah Arti Sebuah Nama
- Huffington Post
VIVA.co.id – Well, seperti yang kalian tahu nama lengkap saya adalah Stefanus Sani. Sampai sekarang saya belum pernah tahu kenapa orang tua saya memberikan nama itu. Yang saya tahu ya, Stefanus itu Martir di kitab suci, kalau Sani itu artinya "Yang Dimuliakan". Jadi, apakah Stefanus Sani itu artinya Martir yang dimuliakan?
Serius, saya merasa keren banget. Panggilan saya banyak, dan di masing-masing tempat saya punya nama panggilan sendiri. Di rumah, saya di panggil "Dede" karena saya anak bungsu dan akhirnya semua tetangga saya tahunya nama saya adalah Dede. Di Gereja, saya dipanggil "Stefanus" atau "Dede Stefanus". Teman-teman saya manggil saya Sani. Teman-teman saya yang kualat, manggil saya "Jaja". Kenapa Jaja? Karena Jaja itu ejekkan buat nama papa saya.
Padahal, sumpah demi apapun juga, nama papa saya tidak ada unsur kata "Jaja-Jaja"-nya. Kalau teman kualat saya lagi bertamu ke rumah, mereka suka naif. Ketemu papa saya, mereka sok nyapa "Halo Om, apa kabar?" dan dilanjutkan dengan basa-basi busuk lainnya. Tapi begitu papa saya sudah enggak ada, pasti bilangnya, "Si Jaja ke mana?". Kualat deh kalian semua.
Adalah aneh buat saya kalau misalnya orang di lingkungan yang berbeda manggil saya dengan nama yang tidak biasa mereka sebut. Sampai detik ini, saya bisa hitung berapa kali orang tua saya manggil dengan nama asli saya. Rasanya geli banget waktu tiba-tiba papa saya teriak memanggil, "Sani turun, ada teman yang nyariin!" Saya yang biasa dipanggil, "Dek turun" terus tiba-tiba dipanggil "Sani turun" kok merasa aneh banget.
Sama saja seperti teman-teman saya di gereja yang biasa memanggil "Stefanus". Jika tiba-tiba mereka manggil saya "Sani", saya kok merasa geli dan tidak biasa. Pernah teman saya mau main ke rumah. Ini adalah kunjungan pertama, jadi dia belum tahu persis rumah saya di mana. Sebenarnya dia sudah dekat banget dari rumah saya dan dia bertanya ke tetangga saya, "Mas, rumahnya Stefanus Sani yang mana ya?" Parahnya, tetangga saya bilang, "Di sini mah enggak ada yang namanya Stefanus Sani. Di sini yang ada namanya Cecep, Fachrul, Dani, Aceng, Dede." Padahal itu tetangga persis depan rumah saya.
Suatu kali juga, ada orang yang bertanya kepada saya. Kebetulan saya baru pulang, dan sedang membuka pintu gerbang. "Kak, rumahnya Willy Chandra di mana?" Willy Chandra? Seingat saya di sini tidak ada yang namanya Willy Chandra. Keren amat namanya. Saya bilang ke dia kalau disini enggak ada yang namanya Willy Chandra, salah alamat kali.
Setengah jam kemudian, tetangga sebelah saya nanya ke saya, "De, tadi ada yang nyariin saya gak?" tanya dia. "Enggak ada, Kang!". Dari dia lahir sampai sekarang saya berumur 16 tahun, saya tahunya nama dia "Kakang", soalnya semua orang disini manggil dia "Kakang" termasuk orang tuanya. "Tapi tadi ada yang nyari Willy Chandra, Kang!" lanjut saya. "Yaa, Willy Chandra itu saya De."
Punya nama panggilan Dede juga sebenarnya menjadi serba salah juga. Serba salahnya, saya sering merasa berdosa sama anak-anak kecil tetangga saya. Tiap saya baru pulang ke rumah, sebelum buka gerbang pasti ada anak-anak kecil yang lari menghampiri saya. Entah itu untuk minta permen, minta dibonceng, ataupun nanya-nanya soal kartun. Biasanya mereka memanggil, "Dede, Dede ikut. Bonceng sampai depan ya!". Saya sih tidak masalah ya dipanggil begitu, tapi buat orang tua mereka itu masalah.
Jadi, pernah ada yang manggil nama saya "Dede, Dede" dan mamanya langsung menjewer kuping dia di depan saya sampai nangis. Terus mamanya bilang, "Enggak boleh manggil Dede. Dia lebih tua dari kamu. Manggilnya Kakak Dede!” Dan alhasil, nama saya sekarang di kalangan anak-anak rumah menjadi Kakak Dede dan disingkat "Kade".
Panggilan Sani sebenarnya mulai familiar sejak saya kelas 6 SD. Waktu itu wali kelas saya manggil saya Sani dengan alasan nama Stefanus di kelas saya kebanyakan. Kalau tidak salah ada 3 orang yang namanya Stefanus. Awalnya saya tidak biasa, karena buat saya Sani itu terkesan girly abis. Waktu itu guru saya bilang, "Jadi biar tidak ketukar-tukar namanya, Stefanus Sani sekarang dipanggil Sani saja. Awalnya Ibu mau singkat jadi Stefani, tapi kayak cewek banget ya menurut Ibu." kata Wali kelas. Anak-anak di kelas langsung ketawa dan selama satu minggu saya di-bully di kelas dengan panggilan "Stefani". Stefanus Sani kalau disingkat jadi Stefani.
Setiap ada yang tahu nama saya Sani, pasti komentarnya, "Kok namanya kayak perempuan ya?" Tidak kehitung berapa ribu kali saya dapat SMS yang awalnya mengajak kenalan dengan kalimat, "Hai, boleh kenalan enggak Sani? Kenalin nama saya Ahmad tinggal di Dago." Kenapa harus Ahmad, Basuki, Eeng atau siapalah namanya yang ngajak saya kenalan? Kenapa harus cowok?
Namun semuanya berubah sejak idola saya Bunga Citra Lestari (BCL) ngerilis lagu berjudul Sunny (Cinta Pertama). Ini membuktikan kalau nama Sani atau Sunny memang buat cowok. Lagu itu ternyata membawa dampak yang baik buat saya. Dulu setiap saya ke bank or ke mana saja yang mengharuskan saya untuk tanda tangan, pasti komentar yang muncul "Namanya kok kayak perempuan ya?" Sekarang tidak lagi. Setiap tahu nama saya Sani, pasti mbak-mbak langsung nyanyi, "Sani, Sani apa kabarmu, kabarku baik-baik saja".
Kalau ditanya ke saya, "Kamu sendiri lebih suka dipanggil apa?" Saya sih lebih suka dipanggil Sani karena enggak kepanjangan. Tapi saya lebih suka kalau dipanggil dengan awalan di depan nama saya, misalnya Bro Sani, Kak Sani, Mas Sani, dll. Asal jangan manggil saya dengan "Om Sani", serius saya merasa tua banget kalau dipanggil pake Om.
Yang lucu, saya selalu manggil nama orang dengan imbuhan depan biar terkesan akrab dan tidak formal. Kadang juga saya biasa ngomong “ane-ente, gue-lu, atau kamu-aku", tergantung lawan bicaranya. Suatu kali saya chat dengan seseorang pakai panggilan "ane ente" via Line. Dan dia menyangka kalau saya keturunan orang Arab. Besoknya dia chat manggil saya dengan sebutan "Antum Sani". Sejak hari itu, dia selalu manggil saya dengan panggilan "Antum Sani" dan dengan polos dia bertanya ke saya, "Apakah antum Sani sudah melaksanakan sunah Rasul hari ini?"
Sunah Rasul? Dibanding pembicaraan semakin melebar dan salah arah, delete contact adalah pilihan yang paling bijak buat saya. Tapi saya selalu percaya, nama pemberian dari orang tua itu sebenarnya adalah doa. Kalau nama kamu misalnya Aditya, berarti kamu harus menjadi cahaya surga buat banyak orang. Jadi, apa arti nama kamu? (Tulisan ini dikirim oleh Stefanus Sani, Bandung)