Serunya Bermain di The Jungle Waterpark

wisata air di The Jungle, Bogor
Sumber :
  • Antara/ Jafkhairi

VIVA.co.id – Sudah lama banget saya tidak main ke waterboom. Terakhir kali saya ke waterboom sekitar tahun 2008. Saya ke sana bersama teman-teman saya bertiga, dan hasil dari saya main ke waterboom murah meriah itu adalah semua teman saya kena penyakit kulit. Ada yang bentol-bentol merah, ada yang keluar gelembung air di kulitnya, dan mungkin cuma saya yang sedikit beruntung karena kulit saya hanya terkelupas sedikit.

Belajar dari pengalaman itu, saya jadi tidak mau lagi sembarangan nyebur ke waterboom murah yang banyak diisi oleh bocah-bocah yang hobi buang air kecil sembarangan. Liburan ini, teman dekat saya, Albert mengajak main ke waterboom. Kebetulan libur lebaran ini dia tidak pulang kampung gara-gara tidak dapat tiket pesawat. Dan kebetulan juga, saya dan dia sama-sama punya tiket masuk waterboom gratis.

Sebenarnya ketika diajak pergi ke waterboom oleh Albert, saya sedikit kagok. Pertama, saya sudah lama banget tidak ke waterboom. Kedua, saya agak sedikit malu dengan umur. Aneh enggak sih kalau dengan umur saya yang cukup dewasa ini lalu saya main perosotan air?

Setelah atur waktu dan jadwal, ditambah cari pinjaman mobil akhirnya kita berdua pergi ke sebuah waterboom di Kota Bogor. Modalnya sih nekat saja. Secara saya tidak tahu jalan. Jangankan Bogor, di Jakarta saja saya sering nyasar. Ya, kita berdua sih berserah ke GPS di tablet saya buat memuluskan jalan kita.

Kita berangkat pagi-pagi sekitar jam 6. Kondisi perjalanan masih terasa lengang. Jalan tol pun serasa milik sendiri. GPS ternyata sangat membantu dan sekitar jam 9-an saya sudah sampai di daerah Sentul, Bogor. Setelah parkir sebentar, saya segera menuju tempat penukaran tiket. Saya sudah tidak sabar ingin nyebur ke kolam dan merasakan dinginnya air kolam.

Yeahhhh, begitu melihat tiket gratisan saya, si petugas sambil menahan geli langsung bilang begini, "Kak, maaf. Ini tiketnya buat di The Jungle. Kalau ini Jungleland". "Emang The Jungle sama Jungleland beda ya mbak?" tanya saya polos. "Beda Kak. Jadi di Bogor itu ada 3 Jungle yaitu The Jungle, Junglefest, dan Jungleland. KalauThe Jungle letaknya di Kota Bogor". Saya pun dikasih petunjuk buat menuju ke The Jungle.

 

***

Lama berkutat dengan macet akhirnya kita sampai juga di The Jungle. Tempatnya luas dan dari referensi yang saya baca katanya The Jungle ini termasuk 20 waterboom terbaik di dunia loh. Adrenalin saya semakin terpacu untuk menaklukkan air di tempat ini. Kebetulan teman saya, Albert tidak bisa renang, jadi ini waktunya buat saya tampil di depan dia.

Saya bakal menanti-nantikan momen di mana pengunjung anak kecil tenggelam dan saya layaknya Denny Manusia Ikan (yang ada di Majalah Bobo) datang buat menyelamatkan dia. Wow, keren sekali kedengarannya.

Setelah salin baju, kita berdua jalan-jalan mengitari area The Jungle. Wahana pertama yang ringan-ringan saja dulu, seperti air mancur yang ada perosotannya. Saya nyebur dan dangkal banget, tidak sampai selutut. Masak cuma segini aja, mana tantangannya? Terus saya perhatiin sekitar, kok cuma anak-anak saja yang main di sini ya?

Di tengah kebingungan saya, tiba-tiba ada cowok memakai kaos bertuliskan “Lifeguard” datang menghampiri saya dan bilang, "Om, ini wahana buat anak-anak 5 tahun. Orang dewasa dilarang main di sini." Kalau saja kalian bisa merasakan apa yang saya rasakan saat itu. Malu bro! Sudah dipanggil Om, eh salah nyebur pula di kolam bocah. Anak-anak kecil yang melihat langsung ketawa dan saya masih mencoba untuk cool walaupun malu saya sudah di ubun-ubun.

Wahana selanjutnya yang saya tuju adalah wahana tornado. Ini dia salah satu wahana ekstrem. Jadi cara mainnya itu kita bakal duduk di tube (pelampung), dan pelampung itu bakalan meluncur mengikuti arus. Pokoknya ekstrem deh. Karena Albert tidak bernyali, akhirnya saya sendiri yang naik. Saya duduk manis di tube sambil memanjangkan kaki dan bersiap untuk menaklukkan wahana ini.

Saat saya sedang menunggu giliran buat meluncur, datang bapak-bapak yang menurut saya berasal dari daerah karena logatnya yang kental sekali. "Mas, saya boleh bareng meluncurnya?" kata si bapak. "Oh iya silakan, silakan" kata saya mempersilakan si bapak buat duduk di tube saya. Kebetulan tube saya ini memang bisa didudukkin buat dua orang. "Saya kok takut yo mas. Ini aman toh mas?" kata si bapak dengan raut muka khawatir. "Aman dong pak. Ini safety, cekungan dan tempat meluncur kita sudah diatur sedemikian rupa, jadi kita tidak mungkin terhempas dari tube yang kita dudukkin ini," kata saya sok keren memberi penjelasan. "Oh inggih mas." kata si bapak. Sulit buat saya ngebedain dia memang ngerti omongan saya atau cuma inggih-inggih doang.

Dan tibalah giliran saya dan si bapak buat meluncur. Setelah tube didorong oleh petugas, dengan cepat tube saya langsung meluncur dan dihempas ke kanan kiri. "Uwaaaaaaaa!!" Si bapak teriak. Mukanya nampak ketakutan. "Uyeeeeeeee" Saya juga teriak tidak mau kalah. Hingga di suatu momen, di saat tube kita berdua dihempas ke kiri dan kanan, kaki saya jadi tidak stabil dan berontak. Kaki saya seperti menendang sesuatu keras banget. Saya tidak tahu apa yang saya tendang, tapi satu yang pasti saya menendang salah satu bagian tubuh si bapak.

Si bapak yang dari tadi jerit-jerit sambil cengengesan mendadak berteriak, "Aduuuhhhhhh!!" dengan kencang. Setelah perosotan berakhir, saya pun beranjak berdiri dari tube. Saya perhatikan wajah si bapak kok jadi pucat. Dia berdiri tertatih-tatih sambil megangin alat vitalnya. Seperti yang kesakitan banget. Pikiran saya langsung flashback, jangan-jangan tadi yang saya tendang “itu”-nya si bapak. Yang ada di pikiran saya saat itu adalah pergi menjauh dari si bapak sebelum dia nuntut saya karena telah melukai asetnya.

***

Karena Albert, teman saya ini kurang bernyali dan tidak berani mencoba wahana yang ekstrem-ekstrem, akhirnya kita berdua memutuskan buat main di kolam ombak. Kolam ombak itu adalah suatu wahana yang dilengkapi dengan ombak buatan sensasi seperti ombak. Kalau tidak salah cuma diadakan setiap satu jam sekali. Jadi awalnya kamu bisa santai sambil duduk di tube dan ketika alarm berbunyi tiba-tiba akan ada ombak buatan yang datang.

Serunya mirip seperti di laut, di mana ketika kamu lagi berselancar atau berenang tiba-tiba ada ombak yang datang. Bedanya di sini lebih aman walaupun anak-anak kecil harus ada pengawasan dari orang tua juga. Saya tengok jam, masih sekitar 20 menit lagi sebelum ombak datang. Saya dan Albert duduk leyeh-leyeh di tube sambil ngobrol. Suasana kolam tidak terlalu penuh, asyik deh buat leyeh-leyeh.

Sedang asyik leyeh-leyeh tiba-tiba ada cewek remaja tanggung yang menarik tube saya. Sekilas saya perhatiin dia seperti mau jatuh dari tube yang dia naiki. Jiwa Superman saya pun muncul. Saya pegang tangannya sambil bermaksud buat narik dia. Dan kalian tahu respon apa yang saya dapat? Benar-benar di luar dugaan! Dia langsung menarik tangannya sambil bilang, "Iih om genit, megang-megang tangan gue!" Dasar cewek cabe-cabean. Orang niat menolong malah dikira mau genit. Dia langsung berusaha menjauh dari tube saya. Dia lalu memberi kode ke teman-temannya yang lain buat ngejauhin tube saya karena saya dituduh sebagai om genit.

Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya yang ditunggu datang juga. Suara alarm berbunyi tanda ombak mau datang. Kolam yang tadinya sepi mendadak jadi penuh sesak. Saya dan Albert sudah dapat spot yang enak di paling depan. Dari sekian banyak orang itu, ada satu cewek yang cukup mencuri perhatian saya. Bukan, bukan karena dia cantik atau seksi. Cewek ini berumur sekitar 20 tahunan dan badannya gede banget kayak artis Pretty Asmara. Luar biasanya, tingkat pede dia itu sangat luar biasa. Dia pakai baju renang dengan belahan dada rendah dan baju renang jenis rok. Belum cukup, dia juga pakai kaca mata hitam dan topi model pandora gitu. Dibanding orang yang mau nyebur ke kolam, menurut saya sih dia lebih mirip artis sirkus.

Sepertinya orang ini hobinya memang selfie. Di dalam kolam sempat-sempatnya dia bawa tongsis buat foto narsis di kolam. Hebatnya adalah, saya saja yang duduk di tube kesulitan menjaga keseimbangan karena tubuh saya dihempas oleh ombak. Eh, ini si “Pretty Asmara” masih bisa bergaya pakai tongsis di tengah kepungan ombak. Ini cewek kayaknya anti mainstream. Dari pengamatan saya yang sekilas, ini adalah tipe cewek yang misalnya ada tsunami atau gempa bumi bakalan up date status dulu sebelum menyelamatkan diri.

Ombaknya ternyata lebih kencang dari perkiraan saya. Saya yang awalnya paling depan, sekarang sudah terhempas hampir ke tengah kolam. Kaki, perut, kepala orang seperti tumpah rua di kolam ini. Tidak tahu sudah berapa kali kepala saya ketendang kaki orang. Hingga entah bagaimana ceritanya, si “Pretty Asmara” doyan selfie itu tiba-tiba sudah ada di depan saya dan tanpa ampun wajah saya terhantam punggung dia yang bentuknya lebih besar dari papan cuci.

Dan luar biasanya, walaupun muka saya sudah kehantam punggung dia dan suasana masih sangat chaos karena ombak terus datang, dia masih sempat-sempatnya buat selfie. Dahsyat banget ini si “Pretty Asmara”, muka saya rasanya masih nyut-nyutan banget gara-gara nabrak punggung dia, eh ini orang masih bisa berpose. Kebayang di foto selfie dia nanti ada muka saya yang nempel di punggung besarnya.

Tidak terasa sudah hampir 5 jam kita menghabiskan waktu di sini. Badan saya sih pegal-pegal banget dan pengen banget langsung lompat ke kasur buat tidur. Tapi saya lupa kalau saya masih di Bogor bukan di Jakarta. Saya cek di twitter, jalanan menuju Jakarta katanya macet banget. Jam sudah menunjukkan jam 7 malam, perkiraan sampai di Jakarta sih sekitar jam 12-an. "Siap, menghabiskan malam bareng gue?" tanya saya ke Albert sambil masuk mobil. Albert hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan saya itu. (Cerita ini dikirim oleh Stefanus Sani, Bandung)