Lima Ucapan yang Membuat Penulis Sedih
- U-Report
VIVA.co.id – Menurut saya, bertanya sesama penulis itu hal yang wajar. Saya pribadi, dengan senang hati menjawab pertanyaan seputar menulis. Tentu saja jawaban saya sesuai dengan pengalaman menulis saya yang masih seuprit ini, hehehe.
Namun terkadang ada juga terselip beberapa pertanyaan atau ucapan yang kurang berkenan. Biasanya penulis akan malas untuk menjawab pertanyaan selanjutnya. Berikut adalah lima pertanyaan atau ucapan yang kurang berkenan, yang saya susun berdasarkan pengalaman saya, juga pegamatan pada teman-teman penulis lainnya:
1. “Ceritamu kok dimuat terus di media?” atau “Bukumu kok terbit terus? Enak ya, sudah ada channel orang dalam.”
Pertanyaan ini menurut saya kesannya menggampangkan proses pemuatan atau menerbitkan sebuah buku. Padahal proses pemuatan di media atau menerbitkan buku itu sangat panjang. Semua butuh usaha dan perjuangan. Untuk tulisan di media, tidak bisa langsung kirim, langsung dimuat. Semua ada prosesnya. Sesuai pengalaman saya, cerita saya di media paling cepat 3-4 bulan baru dimuat, dan paling lama 1,5 tahun.
Untuk menerbitkan buku juga begitu. Tidak langsung setor, langsung terbit. Tetap ada proses seleksinya juga. Banyak sekali tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang penulis. Satu buku bisa berbulan-bulan baru terbit, bahkan bisa beberapa tahun. Sesuai pengalaman saya, buku saya paling lama terbit itu 3 tahun.
Karena bukunya bertema, maka disesuaikan waktu yang tepat untuk terbit. Jadi kalau ada teman penulis yang karyanya selalu dimuat di media, atau bukunya terbit terus, itu karena mereka semangat menulis. Usaha mereka lebih dari lainnya. Misalnya yang lain menulis 1 cerita, mereka menulis 10 cerita. Wajar kan, kalau mereka mendapat hasil yang lebih banyak. Siapa yang banyak menanam, dia yang akan banyak memanen.
2. Kamu sih enak penulis senior dan terkenal, jadi gampang dimuat atau menerbitkan buku. Kalau saya kan newbie.
Banyak teman yang melihat seorang penulis saat sekarang saja. Tapi sangat jarang yang bertanya bagaimana penulis itu bisa seperti sekarang. Semua itu butuh proses. Merek juga pernah newbie, baru belajar menulis. Mereka juga pernah merasakan penolakan berkali-kali dari media atau penerbit. Tapi mereka terus berjuang, pantang mengeluh, dan bermental baca. Dan pejuang tangguhlah yang akan berhasil.
Dunia menulis itu progresnya sangat cepat. Terlena sedikit saja, kita bisa ketinggalan. Mengeluh sedikit saja, kita bisa tenggelam. Lagipula, media atau penerbit tidak melihat lama atau baru seseorang menulis yang mereka lihat tulisan kita enarik atau tidak menarik dan cocok atau tidak cocok dengan mereka.
3. “Bukumu kan baru terbit, minta dong!” atau “Ditunggu kuisnya, ya!”
Ini akan membuat sedih penulis karena proses menulis buku itu butuh waktu dan tenaga. Kemudian proses dari menulis sampai terbit itu bisa sampai 3 tahun. Saat menulis sebuah buku itu ibaratnya harus siap ke medan perang. Semua persiapan harus lengkap. Waktu dan tenaga, sudah pasti. Lalu ditambah uang untuk isi modem atau kuota internet untuk browsing. Biasanya juga membeli buku untuk bahan referensi.
Padahal kan, penghasilan penulis dari royalti juga. Semakin banyak buku terjual, maka penulis akan tersenyum bahagia. Kalian tidak tahu kan, di saat kalian bobok cantik atau bobok tampan, mereka harus begadang, lembur pasang ikat kepala, koyo di sana sini, sampai stok tolak angin. Di saat kalian libur, mereka rela duduk di depan laptop hanya untuk revisi naskah. Terkadang revisi itu tidak sekali di-acc, bisa beberapa kali, sampai naskahnya fix.
4. “Penulis itu mempunyai masa depan enggak sih?” atau “Cukup untuk biaya hidup enggak sih?”
Menurut saya, penulis itu sudah menjadi sebuah profesi. Jadi kalau ada ucapan seperti ini akan menyepelekan profesi menulis. Tapi memang sih, masih banyak orang yang belum ngeh dengan pekerjaan penulis. Mereka menganggap orang bekerja itu yang pergi pagi, pulang sore. Kerja dari Senin-Jumat atau dari Senin-Sabtu. Lalu hari Minggu atau tanggal merah libur.
Asalkan terus semangat berusaha, menulis bisa menopang hidup. Rezeki menulis darimana saja. Yang penting mensyukuri maka akan menjadi berkah. Kalau kalian menikmati dunia menulis, maka akan banyak kebahagiaan lain yang didapat selain materi.
5. Berapa sih penghasilan dari menulis?
Ini masalah dapur penulis, jadi tidak boleh ditanyakan cukup penulis saja yang tahu, hehehe. Yang pasti sumber penghasilan penulis bisa dari banyak jalan. Menulis untuk media, royalti buku, termasuk kalau ada naskah jual putus. Dari blog bisa, termasuk jadi pembicara acara menulis dan buka kelas menulis. Kembali lagi, yang penting terus semangat dan berusaha, InshaAllah rezeki akan terbuka. (Tulisan ini dikirim oleh Bambang Irwanto)