Putus Cinta Tidak Akan Membunuhmu

Ilustrasi
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Saat usia saya 22 tahun menuju 23 tahun, setiap saya bangun pagi yang selalu ada di pikiran saya adalah, "umur setiap hari bertambah, bakal jadi apa ya saya 3 sampai 5 tahun ke depan?” Pertanyaan-pertanyaan itu sering menghampiri saya di setiap pagi. Ada sedikit rasa khawatir kalau masa depan saya ternyata tidak sekeren seperti yang saya perkirakan.

Jalan hidup yang saya tempuh memang agak sedikit beda dengan kebanyakkan orang. Kalau orang lain mungkin akan menyelesaikan kuliah, terus kerja kantoran untuk mengejar karier setinggi-tingginya, tapi tidak dengan saya. Cita-cita saya dari dulu adalah menjadi seorang pengusaha sukses yang bisa kasih gaji ke orang, bukan jadi karyawan kantoran yang setiap bulan menerima gaji.

Ketika usia saya 22 tahun, saya sudah punya penghasilan yang lumayan. Enggak kalah deh sama orang yang kerja kantoran. Tapi meskipun begitu, tetap saja ada kekhawatiran kalau kelak usaha saya itu macet dan masa depan saya menjadi suram. Titik balik hidup saya terjadi di tahun 2013, tepatnya saat saya ditinggal pacar. Mungkin itulah salah satu patah hati terhebat yang pernah saya alami semenjak saya lahir di dunia.

Saya yang sebelumnya bisa-bisa saja move on dari mantan pacar, kala itu sangat kesulitan buat sekadar merelakan dia. Hati saya lebih mirip permen Nano-nano, rame rasanya. Ada sakit hati, ada sedih, ada luka, ada rasa tidak mau kehilangan, semuanya bercampur menjadi satu. Apalagi setelah tahu fakta kalau tidak berapa lama putus, dia sudah jadian sama orang lain yang profil dirinya lebih tinggi dibanding saya, makin hancur hati ini.

Selama berhari-hari saya lebih banyak mengurung diri di kamar, tidak ngapa-ngapain. Cuma tidur-tiduran sambil memikirkan hubungan kita yang kandas dengan sempurna. Kalau lagi bosan, saya nyalain laptop dan nonton SmackDown. Kalau sudah bosan juga ya saya tidur-tiduran lagi. Tanpa saya bilang, mama saya sudah tahu ada gelagat yang enggak beres dari saya. Anehlah, biasanya saya ngomong dan ngunyah terus kalau di rumah, ini kenapa tiba-tiba jadi pendiam kayak peri begini.

Mungkin karena tahu ada yang tidak beres dengan saya, dia pun datang ke kamar. Tanpa saya sempat cerita, saya langsung nangis sejadi-jadinya. Sudah lama banget saya enggak nangis karena terakhir kali saya nangis itu pas saya masih SD, saat Amigos berhenti tayang di SCTV. Belum saya cerita, mama sudah tahu kalau ini pasti masalah cinta citata eh cinta-cintaan. Saat itu mama cuma bilang, "Tidak usah hubungi dia lagi, buktikan kalau kamu juga bisa sukses."

Iya benar, saya harus sukses. Tidak ada cara “balas dendam” terbaik selain kita harus buktikan kalau kita juga bisa sukses dengan jalan yang lurus. Biarpun saya nakal, tetapi untungnya saya tidak berpikir untuk memakai cara-cara picik untuk balas dendam ke mantan. Ada kenalan saya di facebook yang baru putus sama pacarnya, kerjaannya adalah mengumbar keburukan mantannya itu lewat status. Selain mengumbar, ada juga yang memaki-maki atau yang paling parah adalah menjelek-jelekkan mantannya ke pacar mantan yang sekarang. Atau yang lebih konyol dan banyak dipakai adalah pakai akun kloningan (palsu).

Cara ini banyak dipakai oleh beberapa orang yang bermental rendah. Caranya, bikin 3-5 akun kloningan, kasih foto cewek cantik yang bisa diambil dari instagram orang, terus kasih nama yang bagus. Setelah itu, baru deh akun kloningan itu bergerilya dengan muji-muji diri sendiri. Contohnya, saya bikin akun kloningan, terus saya kasih nama yang bagus seperti Kezia Saphira misalnya. Nah, akun Kezia ini nantinya saya pakai buat muji-muji diri saya sendiri di akun facebook saya.

Saya sering banget ketemu sama yang model begini. Si akun palsu ini biasanya nulis, "Aku gak nyangka ada cewek yang tega ngejahatin kamu" atau "Tenang Kak, Tuhan pasti membalas semua perlakuan dia ke kamu" atau yang lebih parah, "Aku mau kok jadi pengganti dia di hati kamu. Kak, jangan pergi ya!" Kadang saya bingung, ini orang apa tidak tahu malu ya? Sebego-begonya orang, pasti tahulah kalau itu akun kloningan yang baru dibuat. Cara-cara kampungan seperti itu jelas tidak saya pakai karena menggambarkan kualitas diri kita.

Puncak titik balik saya terjadi saat suatu malam. Karena putus cinta itu, saya jadi susah banget tidur padahal sebelumnya saya tidak ada masalah dalam hal tidur. Iseng-iseng saya stalking mantan dan yes akhirnya saya menemukan 'sesuatu' yang ternyata kelak mengubah hidup saya. Saya tidak bisa bilang apa yang saya dapat ketika sedang stalking, tapi itu rasanya luar biasa menyakitkan. Saya merasa semua darah di tubuh saya naik ke atas kepala yang bikin saya pusing luar biasa dan makin susah tidur.

Di Malam itu masih banyak pertanyaan yang sebenarnya ingin saya tanyakan ke dia, tetapi itu tidak mungkin saya tanyakan. Saya jadi seperti bermain monolog, bertanya dan mencari jawabannya sendiri tanpa tahu itu benar atau salah.

Ingatan saya melayang ke 3 bulan sebelum kita putus. Kita berempat (bersama 2 orang teman) sedang berada di sebuah floating market dan melihat ada penyewaan perahu. Dia mengajak sewa perahu dan putarin danau kecil. "Yakin berani enggak nih?" tanya saya penuh ragu. Karena saya tahu banget kalau dia itu takut tenggelam karena tidak bisa berenang. "Yakin, ayo main!" kata dia.

Biar kelihatan profesional, kita mulai atur strategi. Saya kebagian duduk di bangku belakang dan dia tepat berada di depan saya. Perahu ini bisa dinaiki oleh 4 orang sekaligus, dan agar bisa maju kita harus mengayuh perahu tersebut. Kita bahkan sudah janjian untuk mengayuh perahu sambil memekikkan "Dji Sam Soe" biar mirip iklan rokok di TV.

"Yakin enggak nih? Kalau enggak yakin mending jangan deh. Kita putar-putarin kebun aja yuk!" Saya berusaha meyakinkan dia karena harga sewanya lumayan mahal juga 90 ribu buat 30 menit saja. "Yakin, yakin!" katanya. Dan apa yang saya takutkan terjadi juga. Baru naik dan mulai mengayuh, dia sudah mulai goyah dan nyaris nangis gara-gara ketakutan. "Udah, udahan balik lagi!" kata dia setengah menjerit karena takut tenggelam.

Perasaan baru saja 20 detik lepas landas, masa sekarang sudah balik lagi. Malu juga rasanya balikkin perahu ini kepada yang jaga perahu. Mungkin ini adalah rekor tercepat sepanjang sejarah di tempat penyewaan perahu. Ya, ini juga seperti hubungan kita. Awalnya kita yakin kalau hubungan ini bisa lancar dan mulus tanpa halangan, kita pun sudah mulai berpikir untuk melangkah ke level yang lebih tinggi lagi. Ya, tapi akhirnya ketakutan-ketakutan itu yang membuat hubungan kita jadi karam. Persis seperti kita naik perahu itu. Awalnya yakin tapi di tengah jalan akhirnya karam.

Jam sudah menunjukkan jam 4 subuh dan saya masih belum bisa tidur. Luka di hati masih sulit disembuhkan walaupun saya sudah berupaya buat ikhlas. Setelah lama merenung dan berpikir, akhirnya saya ambil keputusan besar kalau hari ini akan menjadi titik balik saya. Tidak usah banyak wacana atau mengumbar banyak janji, tapi yang terpenting adalah langsung bergerak. Cara terbaik untuk menyembuhkan luka hati menurut saya adalah dengan berdamai pada diri sendiri dan meyakinkan kalau semuanya akan berjalan dengan baik-baik saja. Akhirnya saya pun mulai melangkah.

Awal-awal mulai menjalankan usaha konveksi, ternyata tidak semulus yang saya kira. Yang paling terlihat adalah soal waktu. Saya selalu berusaha menjaga nama baik di mata pembeli, salah satunya dengan cara tepat waktu ketika kirim barang. Tetapi yang menjadi masalah adalah vendor yang menerima job dari saya sering banget ngaret. Janjinya 1 minggu, akhirnya molor jadi 2 minggu. Janjinya 2 minggu molor jadi 17 hari. Padahal dalam 1 hari itu banyak sekali yang bisa berubah,

Tudingan, sentimen, bahkan ancaman sudah biasa saya terima dari para buyer. Apalagi pas di awal-awal kita berdua cuma bikin 1 desain dengan kuantitas sebanyak 12 pcs aja. Saking jengkelnya, teman saya sampai bilang, "San, kita tuh masih dianggap kayak sampah. Mereka lebih ngeduluin yang orderannya 3-4 lusin. Kalau cuma 12 mah enggak akan dianggap!".

Yang paling parah adalah saat produksi ke dua. Saat produksi kaus yang pertama, kita senang banget karena 12 pcs habis dalam waktu 2 hari saja. Tanpa pikir panjang, kita langsung berencana masukkin desain kedua. Masalah datang ketika desainer yang biasa kita pakai sedang vakum untuk sementara waktu, jadi dia tidak menerima jasa desain dulu.

Setelah konsultasi dengan vendor, vendor saat itu bilang kalau mereka bisa ngakalin, caranya dengan bikin desain tanpa pakai jasa desainer dan hasilnya dijamin bagus. Kita yang saat itu masih awam percaya-percaya saja apalagi kita mikirnya bisa mengurangi ongkos produksi karena tidak perlu bayar untuk jasa desainnya.

Tidak berapa lama kemudian, vendor mengirim contoh kaus yang sudah jadi via BBM. Dan kalau dilihat dari foto yang dikirim, hasilnya keren banget. Tanpa banyak omong, kita langsung setuju buat bikin sebanyak 2 lusin. Tapi ternyata hasil difoto beda dengan hasil setelah jadi kaus. Saya berani bilang kalau itu tidak layak jual. Taruhannya cuma satu, kita paksain jual tapi nama baik tercoreng atau merugi 1,5 juta sebagai ongkos produksi.

Setelah berdebat lama, akhirnya kita memilih mendingan rugi 1,5 juta dibanding nama baik tercoreng. Teman saya sempat drop dan kita pun sempat vakum untuk beberapa saat karena kerugian yang lumayan besar ini. Di saat drop begini, saya langsung kembali ke motivasi awal saya. Saya berusaha meyakinkan partner saya kalau kerugian kita itu kelak akan berubah menjadi keuntungan yang berlipat.

Kita mulai dari awal, cari desainer dan vendor yang baru lagi. Pembagian tugas kita itu jelas, partner saya bergerilya di sisi produksi sedangkan saya bergerilya di sisi penjualan. Tetapi sesekali saya juga ikut terjun langsung di bagian produksi buat lihat kondisi barang dan cek produksi. Berjalan 3-4 bulan hasilnya mulai kelihatan. Dari awalnya cuma 12 pcs sekarang sudah tembus 150-200 pcs per bulan. Kita pun mulai merambah ke hoodie, cap, hingga varsity. Dan responnya selalu baik sampai-sampai kita jarang sekali nyetok barang karena permintaan yang tinggi.

Untuk mendekatkan diri ke pembeli, saya sering mengantar langsung pesanan ke buyer. Ini salah satu cara agar pembeli loyal. Dulu saya sering banget berpergian sampai ke Jatinangor dan Sumedang cuma buat mengantar kaus ke pembeli. Pernah sudah jauh-jauh ke Padalarang, eh tidak tahunya yang beli lagi pergi. Hujan dan segala macam turunannya (hujan angin, hujan es, dll) sampai celana dalam basah enggak ketulungan sudah jadi makanan saya saat itu. Tapi sekali lagi, saya selalu menekankan ke diri saya kalau suatu saat nanti orang-orang yang akan mencari saya bukan saya yang mengejar-ngejar mereka.

Sekadar berbagi rahasia, saking dekatnya dengan pembeli, saya juga sempat 2 kali pacaran dengan mereka. Pertanyaan saya kemudian, kenapa di saat saya sudah sejauh ini, kok kamu tidak ada di sini? Buat kaum hawa, kalau kamu punya pasangan yang punya potensi dan mau berusaha (tidak cuma omdo) dukung dia dan support dia terus. Kalau dia yakin bakalan sukses, kamu juga harus yakin kalau kalian akan sukses bersama. Beda kasus kalau kamu punya pasangan yang kerjanya mengeluh, tidak kerja apa-apa, malah ngerepotin hidup kamu. Itu sih harus ditinggalkan karena malah jadi benalu buat hidup kamu.

Dan buat kamu yang sedang patah hati, entah apa itu masalahnya. Yakinlah hidup kamu masih panjang, menyesal tidak akan menyelesaikan masalah. Dibanding kamu maki-maki atau ganggu mantan kamu yang sudah tidak peduli lagi sama kamu, mendingan kamu mulai bangkit buat menata hidup kamu. Saya jadi teringat tentang Zenkai di anime Dragon Ball. Zenkai adalah kemampuan yang dimiliki oleh Bangsa Saiya (Vegeta/Bezita, Son Goku, Son Gohan) untuk bertambah kuat ketika mereka mendekati kematian. Semakin mereka sering bertempur dan nyaris mati, semakin kuat pula daya tempur mereka.

Saya jadi berpikir, walau kita tidak punya Zenkai dalam diri kita tetapi pernah merasa enggak sih kalau setiap kamu putus cinta atau disakiti kamu akan merasa jauh lebih kuat dari sebelumnya. Jauh lebih 'terlatih' dari sebelumnya. Benar enggak? Kalau setiap harapan kamu berjalan sesuai rencana, kamu tidak pernah belajar bahwa kecewa itu menguatkan.

Jangan pernah menyerah dengan segala hal yang belum kau capai! Kamu hanya perlu berusaha lebih keras, berdoa lebih ikhlas, dan bersyukur lebih banyak. Dan percaya saja, Tuhan menggenggam semua doa lalu dilepaskan-Nya satu persatu di saat yang paling tepat. (Cerita ini dikirim oleh Stefanus Sani, Bandung)