Islam Alat Radikalisme?
- VIVAnews/ Muhamad Solihin
VIVA.co.id – “Ketuhanan yang Maha Esa” dalam sila pertama menunjukkan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia untuk memeluk agama. Di Indonesia terdapat banyak agama. Sesuka hati pemeluknya untuk menganut yang mana, karena kata ‘larangan’ untuk memilih yang minoritas atau mayoritas tidak dikenal di negara ini. Jadi, tidak ada alasan bagi semua penganut untuk menghujat satu sama lain.
Keharusan memeluk agama tidak sembarangan, tapi telah diimplementasikan di negara ini. Kerangka kehidupan yang ranahnya terhadap kebaikan terkandung di dalamnya. Tidak akan ada agama yang memperbolehkan kebejatan, menjanjikan penindasan, dan membiarkan ketidaknyamanan. Itulah fungsi adanya suatu agama yang sifatnya mengikat bagi para pemeluknya dengan ikatan kesucian.
Sebenarnya, ini suatu keuntungan bagi negara yang tidak menerapkan kebebasan memilih termasuk pilihan tak beragama, yang berarti tanpa kerangka kehidupan. Itulah sebenarnya problematika yang sangat besar yang butuh segera dicari solusinya, karena gerbang kehancuran telah menanti bagi negara penganut.
Multi agama yang berada di Indonesia, menempatkan agama Islam di peringkat pertama. Islam memiliki penganut yang begitu besar, meski masuknya baru di era Wali Songo. Akan tetapi, bukan berarti kebesaran agama Islam di Indonesia tanpa masalah. Karena, salah satu masalah besar (paham radikalisme) di Indonesia dilahirkan dengan mengatasnamakan kelompok Islam.
Kekerasan di sana-sisi semakin menjadi-jadi tanpa kenal kata toleransi, empati, ataupun simpati. Ego yang menunjukkan keharusan peraturan Islam ditegakkan menjadi ujung runcing untuk menghantam siapa saja di depannya. Kelompok radikal tidak akan mengenal kawan ataupun lawan. Sungguh miris keadaan Islam di Indonesia pada era ini.
Young generation akan menjadi tumbal berikutnya. Karena, bangku sekolah menjadi destinasi utama dalam menjaga regenerasinya. Doktrinan yang akan meracuni pemikiran kalangan anak-anak sampai remaja dengan memanfaatkan kepolosannya. Sungguh buram masa depan Indonesia jika regenerasinya berubah menjadi degenerasi.
Harapan sangat besar telah mengalir deras kepada pemerintah untuk segera menyelesaikan problematika yang akan menciptakan masa depan bangsa ini buram. Meski ini tidak semudah membolak-balikkan tangan, akan tetapi proses meminimalisir lebih baik daripada tidak ada sama sekali. Karena masa depan bangsa ini ada di tangan para pemuda-pemudi. Jika kelompok radikalisme dibiarkan menyusup dan meracuni pemikiran, siap-siap Indonesia akan tertidur sebentar lagi dengan seiring waktu menggerogoti kehidupan. (Tulisan ini dikirim oleh Syahid Mujtahidy, Pamekasan)