Wahai Orang yang Tidak Berpuasa, Hormatilah Bulan Ramadan

Ramadan
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Aura bulan suci Ramadan terasa begitu kentara di nusantara ini. Tak hanya di alam nyata, di alam maya juga demikian. Orang-orang menghormati bulan Ramadan yang hanya ada sekali dalam setahun.

Indonesia sendiri merupakan pusat peradaban Islam saat ini. Semua mata tertuju kepada Indonesia yang memiliki umat Islam terbesar. Apapun tentang Islam, mudah saja didapatkan di negeri ini. Namun, sedikit sentilan maka keagungan Islam luruh seketika.

Bulan Ramadan kali ini, Indonesia telah menodai sendiri kesucian bulan penuh ampunan dengan membela habis-habisan seorang nenek penjual makanan di siang hari. Pertanyaan saya, siapa yang mesti dibela? Orang tidak puasa atau bulan Ramadan itu sendiri?

Urusan manusia dengan Tuhannya itu telah tertuang jelas bukan campur tangan manusia. Hablumminallah dan hablumminannas. Manusia dengan Tuhan. Manusia dengan manusia. Puasa jelas hubungan manusia dengan Tuhan. Terang-terangan makan di bulan puasa padahal seorang Islam sama saja tidak menghormati Tuhan yang telah mengistimewakan bulan Ramadan. Terang-terangan menyediakan makan di siang hari, di mana hati nurani menilai keistimewaan bulan Ramadan.

Manusia itu makhluk beradab dan diberikan akal sehat untuk berpikir lebih logis. Saat petugas negeri yang diberikan wewenang untuk menempeleng perilaku tak wajar, secara kasihan sebagian dari kita menyalahkan mereka dan membela orang tertindas tanpa menoleh apa sebab akibat. Perilaku anarkis memang tidak dibenarkan, namun siapa yang lebih parah perilaku orang puasa namun tidak menghormati bulan Ramadan? Anak kecil saja yang tidak puasa malu makan di depan orang puasa. Bagaimana mungkin seorang yang mengaku Islam, namun menggadaikan harga diri karena nafkah sekali di siang hari.

Pemandangan yang tak lazim membuka warung makan di tengah masyarakat mayoritas sedang berpuasa. Apakah rezeki yang didapatkan lebih banyak? Apakah cuma dia seorang yang hidup melarat? Apakah hanya dia yang memiliki warung makan? Bagaimana dengan mereka yang berjualan saat berbuka, sahur, dan usai tarawih? Pernah tidak ada iba untuk mereka yang setiap tahun melakoninya dengan sabar dan ikhlas? Beban hidup mereka adakah yang coba menelaahnya?

Mereka tidak hanya berjualan untuk menutupi kebutuhan rumah tangga, mereka mendapat tempat khusus dari Tuhannya, entah dalam bentuk apa nanti, karena telah menyediakan menu berbuka puasa dan sahur tepat pada waktunya. Nasi telah jadi bubur. Pencuri telah dibela dan dihormati. Orang yang tidak puasa semestinya sadar diri bahwa dirinya belum termasuk ke dalam golongan orang-orang beriman sebagaimana telah tertulis dengan jelas dalam Alquran.

Saya tidak meminta untuk menghormati kami yang sedang berpuasa. Tetapi hormatilah bulan Ramadan yang penuh berkah dan ampunan. Kehidupan modern yang berlandaskan hak asasi manusia terus mengerus kepintaran manusia. Entah siapa yang sebenarnya harus dihormati dan entah siapa yang sebenarnya bersalah.

Petugas negara yang bergaji sedikit dicecar dengan hujatan karena menumpas seorang nenek yang sedang berjualan di tengah hari bulan Ramadan. Si nenek kemudian dapat belas kasihan dari banyak orang termasuk pejabat negeri ini. Mental mana yang mesti diluruskan jika kejadian telah demikian?

Pengalaman mengajarkan banyak hal. Karena si nenek bebal maka nenek-nenek lain akan membuka warung makan mereka di hari-hari lain. Berharap ratusan juta masuk ke kantongnya. Kemudian, bagaimana dengan bulan Ramadan? Sudikah kita melihatnya tersedu karena perilaku umat yang melenceng?

Orang yang tidak puasa, jika lapar maka akan mencari tempat aman dan tersembunyi untuk makan. Jika tidak mau menghormati orang-orang yang sedang berpuasa maka hormatilah bulan puasa. Orang yang tidak puasa jangan menyusahkan orang lain dan mengais iba karena bisikan nafsu semata.

Orang yang tidak puasa urus saja urusanmu, jangan sangkut paut dengan urusan orang lain. Jika sudah begini kacaunya. Masihkah kita perlu menghormati orang tidak berpuasa? Bagaimana dengan kita yang sedang puasa? Adakah yang menghormati lagi? (Tulisan ini dikirim oleh Bairuindra)