Semua Gara-gara Anime

Salahsatu anime kesukaanku
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Kalau saja bukan karena anime, mungkin aku tidak akan menjadi seperti ini. Tidak punya pekerjaan, menjadi seseorang yang pemalas untuk mencari pekerjaan, selalu pesimis akan suatu hal dan tindakan yang akan aku lakukan, lupa akan kehadiran teman, sahabat ataupun keluarga. Malah aku jadi lebih mementingkan diriku sendiri jika sudah berada di depan laptop.

Anime selalu dikait-kaitkan dengan yang namanya hal-hal tentang percintaan, perkelahian, perseteruan antara dua pihak, dan lain-lainnya. Ada juga yang berpendapat kalau anime itu tidaklah mendidik.

Aku mulai mengenal anime dari tahun 2001. Saat itu aku masih duduk di bangku TK dan masih berumur 5 atau 6 tahun. Saat itu pula aku mulai lupa akan kehadiran teman-temanku. Aku lebih suka berada di depan televisi daripada pergi bermain bersama teman-temanku seperti bermain layangan, kelereng, mencari buah seri, memetik buah mangga yang masih mengkal di kebun tetangga, mandi di kali, dan lain-lainnya.

Dulu anime masih banyak ditayangkan di televisi, sangat banyak. Di hari Minggu saja, selalu ada anime di setiap jamnya. Di mulai dari jam 5 pagi, hingga pukul 12 siang. Itu pun di pukul 1 hingga 5 sore juga masih akan ada lagi anime yang ditayangkan. Anime-anime tersebut yang telah membuatku seperti ini. Bisa berpikir cepat, bisa berpikir optimis untuk menyelesaikan masalah, berpikir dewasa tanpa harus mengenal apa arti dewasa itu sendiri, dan bertindak sesuai dengan resiko yang akan aku hadapi.

Anime telah membuatku menjadi lebih dewasa. Banyak pelajaran positif yang aku dapatkan di dalamnya. Sedangkan hal-hal yang negatif aku buang jauh-jauh ke tempat yang sepantasnya. Walaupun hingga pada akhirnya, aku bernasib seperti karakter-karakter anime yang dibuat dan diberi nasib sebagai seorang pengangguran, gamers, atau sering juga disebut NEET.

Bukan hanya anime, manga pun juga. Berkat anime dan manga, aku bisa mengetahui beberapa hal-hal tentang dunia di luar sana, termasuk Jepang. Bagaimana cara mereka hidup, menjalani aktivitas, berkarya, dan lain-lainnya. Wawasan yang aku dapatkan menjadi lebih luas, seluas samudera. Namun entah mengapa masih ada beberapa hal yang kurang di dalam hidupku dan aku tidak tahu itu apa.

Di dalam alur cerita anime dan manga hampir selalu happy ending, tapi tidak semuanya juga. Anime yang berakhir bahagia membuatku merasa kalau aku belum menjadi manusia seutuhnya. Manusia yang masih gagal untuk membahagiakan orang terdekatku. Aku belum mempunyai pekerjaan di usia 20 tahun, belum menemukan sosok perempuan yang bisa menerima kekurangan dan kelebihanku sebagai seorang penulis yang belum dikenal oleh banyak orang, dan aku belum bisa menunjukkan pada orangtuaku akan kesuksesan yang ingin aku raih.

Namun di lain pihak, aku harus berpikir positif. Aku tidak ingin berpikir negatif atas apa yang telah diberikan oleh Tuhan padaku. Aku yakin apa yang selama ini diberikannya adalah jalan dimana aku harus berusaha dengan semua yang telah aku hadapi. Mungkin aku bisa saja menyalahkan anime dan manga, jika suatu saat aku sukses. Karena berkat anime dan manga, disanalah aku bisa mendapatkan pelajaran yang bisa aku jadikan kunci untuk meraih kesuksesan. (Tulisan ini dikirim oleh Ridhoadhaarie)