Belajar Demokrasi dari Gus Dur
- U-Report
VIVA.co.id – Dewasa ini, banyak golongan yang berjubah agama menentang sistem demokrasi di Indonesia terutama di kalangan umat Islam. Demokrasi seakan-akan hal yang diharamkan oleh agama sehingga bangsa ini wajib untuk menjauhinya.
Bahkan mereka yang menolak demokrasi, memiliki sikap yang agresif terhadap sistem demokrasi di Indonesia. Dengan alasan bahwa demokrasi adalah produk barat yang telah meracuni pikiran bangsa Indonesia dengan gagasan-gagasan kebebasan (liberalisme) yang berlebihan.
Semua gagasan tersebut telah menyebabkan bangsa ini terjerumus dalam kondisi tak berdaya. Baik secara budaya maupun politik, dan menjauhkan umat Islam dari syariatnya sendiri. Bahkan akhir-akhir ini kelompok agresif tersebut (menurut penulis), menginsiasi agar berdirinya Negara Islam di Indonesia dengan kepemimpinan Islam atau yang disebut Khilafah Islamiah.
Penulis sebenarnya resah dengan aksi-aksi mereka, yang menurut penulis berlebihan di negara ini. Pada prinsipnya penulis bukanlah orang yang anti negara Islam, namun penulis melihat kondisi Indonesia yang bermacam-macam suku, budaya, bahkan agama, dan tak mungkin mendirikan negara Islam di republik ini.
Penulis bahkan sangat sepakat dengan ucapan Gus Dur bahwa, “Indonesia ini bukan negara agama tapi negara yang beragama.” Dengan kondisi ini, penulis merasa agar bangsa ini seharusnya belajar kembali dari guru bangsa yang sangat sederhana yakni Almarhum KH.Abdurahman Wahid atau sering disapa Gus Dur ini.
Almarhum K.H Abdurahman Wahid atau akrap disapa dengan sebutan Gus Dur adalah sosok yang dianggap kontroversial. Gaya bahasa dan caranya yang sederhana, gagasannya yang kritis dicampur humoris, itulah kepribadian Gus Dur. Sang kiai yang sederhana, namun terbuka untuk seluruh umat.
Pilar demokrasi sebagai asas kenegaraan Republik Indonesia merupakan wacana yang diperjuangkan oleh Gus Dur. Mulai dari era Orde Baru hingga era Reformasi dan kini diwariskan kepada penerus bangsa ini. Hal ini terlihat pada era Orde Baru Gus Dur yang pernah mendirikan Forum Demokrasi. Forum ini didirikan untuk menampung aspirasi rakyat dengan komitmen bahwa seluruh rakyat Indonesia mempunyai kesamaan, keadilan, dan kebebasan di muka hukum.
***
Inilah ciri demokrasi yang diperjuangkan Gus Dur dari dulu. Upaya perjuangan Gus Dur dalam menegakkan demokrasi adalah berpijak pada prinsip non kekerasan. Gus Dur lebih percaya pada perjuangan yang sistemik, kultural, dan kontinu.
Maksud dari perjuangan sistemik adalah berusaha menciptakan sistem sosial dalam masyarakat yang lebih demokratis, sebagai tandingan dari sistem politik yang otoriter. Akan tetapi pada kenyataannya, kebanyakan orang salah memahami arti demokrasi yang sesungguhnya. Misalnya di kalangan pemerintah pada umumnya. Mereka berpendapat bahwa demokrasi adalah wujudnya berupa lembaga-lembaga demokrasi yang kita ketahui seperti DPR, MPR, dll. Begitu juga kalangan lain berpendapat kalau demokrasi merupakan prilaku demokrasi tersebut.
Di sinilah muncul sektarianisme yang pada dasarnya memperjuangkan kepentingan golongan tertentu. Sehingga kepentingan bersama dihiraukan dalam sebutannya monopoli demokrasi. Menurutnya bangsa Indonesia perlu pemahaman dan penyadaran demokrasi dimana antara lembaga dan perilaku demokrasi itu disatukan sehingga kepentingan bersama demi umat bisa terjawab dan tidak lagi muncul sektarianisme yang nantinya mementingkan kepentingan golongan dan berujung pada perpecahan umat.
Gus Dur lebih memandang demokrasi sebagai proses pembentukan tradisi yang terus- menerus dilakukan. Sedangkan inti dari demokrasi adalah persamaan hak, menghargai pluralitas, tegaknya hukum dan keadilan serta kebebasan menyampaikan aspirasi. Hal ini sudah disuarakan Gus Dur ketika iklim politik masih dalam suasana politik yang sangat tertutup dan otoriter.
Gus Dur tidak sekadar mensosialisasikan konsep ini dalam berbagai bentuk forum seminar dan diskusi. Lebih dari itu, dia berusaha mempraktikkan hal ini dalam kehidupan. Meski untuk itu, dia harus dicap sebagai orang yang membela minoritas dan mengabaikan mayoritas umat.
Menurut penulis, mereka segelitir orang yang mengatasnamakan Islam bahkan agama-agama yang ada di Indonesia seharusnya jangan terlalu kaku dalam menafsirkan sistem demokrasi Indonesia. Karena paham demokrasi bukanlah berbau liberal yang bertentangan dengan agama, sebagaimana umumnya demokrasi yang diwacanakan di seluruh dunia.
Tapi demokrasi di Indonesia adalah sistem yang disinergikan dengan konteks kultur, keagamaan dan keindonesiaan. Oleh karenanya, belajar demokrasi dari Gus Dur menurut penulis mampu menjaga eksistensi bangsa ini sebagai bangsa yang plural tanpa harus membedakan antara satu dengan yang lain. Sehingga bangsa ini tetap tebingkai dalam bingkai yang harmonis yakni Bhineka Tunggal Ika, berbeda-beda tetap satu tujuan. (Tulisan ini dikirim oleh Julkarnain Rajak, PMII Fkm UMI)