Dominasi Barat di Dunia Ketiga
- Linzoba
VIVA.co.id – Menanggapi dominasi teori barat sebagai anggapan wacana yang ideal dalam perkembangan dunia ketiga (sebutan untuk negara berkembang) dirasa sangat perlu dan wajib dilakukan, untuk membangun kestabilan dunia pembangunan yang relevan dengan dunia empirik kita sendiri. Tentunya tanpa menyamakan masalah yang ada di dunia pertama sebagai sebuah kiblat pengetahuan yang selalu kita sembah dan kita puja-puja.
Selama ini kita hampir saja menjadi santri buta atas ajaran-ajaran yang digembor-gemborkan kalangan yang mengatasnamakan modernisasi untuk pembangunan. Jika tidak secara hati-hati mencernanya kita akan semakin hancur didominasi pengaruh dunia pertama. Apa yang selama ini dibangun oleh sebuah citra yang terbentuk dalam benak kita bahkan sudah menjadi persepsi yang membudaya. Bahwa barat dianggap sebuah kiblat atas kemajuan peradaban manusia yang sangat dominan yang ditandai dengan adanya industri yang pertama kali terjadi di Inggris.
Bagaimana agar pandangan masyarakat dunia ketiga mencontoh negara-negara barat yang maju, itulah yang selama ini tercermin dalam visi modernisasi yang sangat menguntungkan bagi dunia pertama di kawasan barat. Akibatnya ini menjadi sumber menguatnya ketergantungan dunia ketiga terhadap negara-negara maju.
Ketergantungan banyak meradang di segala bidang, meliputi banyak hal sehingga membuat pengaruh dunia barat semakin terasa di Indonesia. Lebih detailnya banyak bidang seperti keilmuan, politik, perekonomian, budaya, serta sendi-sendi kehidupan yang lain yang terjangkiti oleh dominasi barat.
Bagaimana bisa? Justru selama ini kaum intelektual di Indonesia sepertinya mendukung ini terjadi. Tanpa memilah-milah mana yang tidak berbenturan dengan budaya kita sehingga tidak mungkin diserap. Mengapa kemajuan yang ada di barat sangat sulit diterapkan di negara kita umumnya di negara-negara berkembang? Perlukah kita membuat gambaran minyak dan air yang tidak akan menyatu seperti halnya budaya barat yang coba dituangkan ke dalam kebudayaan timur. Bahayanya hal ini justru akan merusak kestabilan yang ada di dunia yang sedang terbangun dengan menggunakan jati diri budaya sendiri.
Kehancuran yang terjadi di dunia ketiga sering kali ditimbulkan oleh campur tangan asing yang merusak kestabilan sistem yang sudah ada. Hal ini sudah banyak dibuktikan dalam sejarah negara-negara yang runtuh. Isu yang muncul pertama kali biasanya terkait dengan isu politik. Negara barat yang sudah maju seakan mengadu domba negara berkembang yang menggunakan sistem patriarki dengan menyodorkan sistem demokratis.
Lambat laun politik semakin memanas menjadi berbagai macam peristiwa konflik yang merugikan bagi kestabilan dunia berkembang. Isu pemberantasan teroris belum lama ini menjadi wacana yang ditanamkan negara adidaya kepada negara-negara lain di seluruh dunia. Suatu yang mengerikan, bagaimana kata teroris dijadikan sebuah senjata paling ampuh yang akan menghancurkan lawan dari apa yang paling dimusuhi oleh dunia barat (Amerika dan sekutunya).
Keberadaan isu teroris yang sangat ditakutkan negara Islam menjadi imej baru untuk saling memusuhi mana yang sebenarnya teroris dan mana yang bukan teroris. Atau bisa saja menjadi pertarungan teroris kakap dan teroris kelas teri sebagai sebuah ungkapan dominasi teroris dunia pertama terhadap musuhnya di dunia ketiga yang merupakan orang-orang tak berdaya. Seolah-olah mereka memerangi teroris tingkat teri tanpa merasa dirinya sendiri sebagai teroris. Membantai ribuan nyawa yang menjadi incarannya dan mengklaim dirinya sebagai pahlawan.
Sangat mengerikan lagi ketika hal itu diikuti oleh Negara lain yang terinfeksi oleh pengaruhnya. Berbagai negara dari belahan dunia bersama-sama memerangi teroris yang merupakan warga negaranya sendiri yang amat ketakutan dan tidak memperoleh perlindungan manapun di bawah kolong langit semesta ini. Akibatnya satu persatu negara yang memerangi teroris dilanda konflik baru berupa bermacam peristiwa yang sangat mengerikan, misalnya perang saudara. Layaknya ayah yang memburu anaknya untuk dihancurkan demi kepentingan orang luar.
Dalam hal perekonomian yang mengarah kepada modernisasi menjadi sangat wajib untuk dikritik. Adanya industrialisasi besar-besaran di dunia agraris seperti Indonesia telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang teramat besar. Sampai-sampai kita dijadikan ladang eksploitasi bagi kebutuhan Negara-negara maju yang menjadikannya semakin kaya dan kita hanya diberikan ampas peninggalannya berupa bencana alam. Yang dipertanyakan adalah anggapan kita mengenai persepsi bahwa industrialisasi adalah konsep ideal di negara kita yang mencontoh negara dunia pertama yang telah maju.
Sedikit demi sedikit penerapan budaya industri dalam pola perekonomian kita membuat ketergantungan terhadap negara dominasi dunia pertama bertambah. Anehnya selalu saja barat yang menjadi sorotan orang-orang timur untuk dijadikan contoh dalam segala bidang. Namun, perlahan akan kita sadari bahwa konsep industrialisasi pun akan menghancurkan dunia kita. Terbukti kita semakin terpojokkan oleh ketergantungan terhadap dunia pertama yang menjadikan kita mudah dieksploitasi serta menjadi semakin tidak stabil.
Budaya negeri kita sendiri saat ini tidak luput dari virus westernisasi yang merusak akal budi ketimuran. Hangus sudah budaya kita, jati diri bangsa, dan larutnya norma-norma, tergerus oleh pengaruh budaya barat. Merasa tanpa malu-malu masyarakat kita meniru budaya barat yang sangat bertentangan dengan jati diri bangsa kita yang sebenarnya. Alasan yang diungkapkan mereka hanyalah demi kebebasan, demokratis, liberalis, dan ungkapan-ungkapan yang memuakkan di telinga ibu pertiwi yang sudah tak berbusana lagi.
Lihat saja generasi kita, generasi bangsa yang seharusnya dapat membanggakan, mempunyai jati diri, dan tanggung jawab mengharumkan Indonesia, namun mereka justru hanya dapat meniru, mencontek gaya, dan mode yang berbau barat. Tidaklah salah jika hal yang ditiru merupakan suatu yang positif, hanya saja pengaruh barat yang dominan selama ini menjadi bencana moralitas bagi mental bangsa. Semakin kentara, kita lihat kehidupan di dunia nyata bahwa pengaruh modernisasi bagi Negara ini hanyalah menuju manusia yang konsumtif. Masyarakat yang senang mewah-mewah, serakah, dan banyaknya persaingan tidak sehat dalam segala bidang.
Motivasi individu yang sangat tinggi untuk maju dan menikmati kemewahan tanpa memperhatikan lingkungannya yang semakin suram. Banyak fenomena yang dapat digambarkan. Seperti masalah korupsi yang semakin memburuk di negara kita. Umumnya korupsi di negara dunia ketiga adalah akibat dari motivasi atas budaya konsumtif yang berakibat serakah, menghalalkan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan, sehingga banyak terjadi persaingan yang tidak sehat.
Keadaan seperti ini menjadikan negara berkembang rawan konflik sehingga merusak kestabilan dan menghambat pembangunan. Gaya hidup budaya timur kini sudah mengering, hampir di semua pelosok nusantara. Ketahanan, kebiasaan, adat, dan budaya lokal sudah ternoda dari adanya modernisasi yang tersebar lewat media.
Wanita- wanita masa kini berlomba-lomba tampil ideal dengan gaya-gaya ala wanita Eropa atau wanita ala Amerika, yang kebanyakan sudah kebal dengan rasa malu yang selama ini dianggap sebagai budaya timur. Mereka lebih memedulikan tren dan mode masa kini daripada menurutkan norma. Seakan kita selalu bertanya-tanya apa yang membedakan kehidupan di timur dan di barat saat ini?
Derasnya pengaruh barat terhadap dunia timur sudah sulit dihentikan. Campur tangan dunia pertama sering masuk mengobok-obok sendi kehidupan bangsa dunia ketiga. Sudah saatnya kita bisa membendung setidaknya meminimalisir pengaruh dunia pertama. kalau tidak, selamanya bangsa kita tercinta akan terus dieksploitasi seperti negara jajahan yang tidak berdaulat.
Kemandirian adalah satu-satunya jalan terbaik meningkatkan pembangunan, khususnya di kawasan dunia ketiga yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sekali-kali jangan kita samakan dunia kita ini dengan dunia barat, karena bagaimanapun kita sangat berbeda dalam banyak hal mengenai kebudayaan, segi ekonomi, geografis, politik, dan kemajemukkan sebagai karakteristik kehidupan yang ada di nusantara.
Jalan terbaik bagi pembangunan kita adalah bagaimana membangun stabilitas, pembangunan yang sesuai dengan keadaan realita negeri kita sendiri. Pola stabilitas sangat mungkin dengan memperhatikan keberadaan lingkungan sekitar, membenahi fungsi yang sesuai dengan kebutuhan kita. Stabilitas ini meliputi pembangunan berupa sumber daya alam dan keberadaan sumber daya manusia agar terbentuk, dikelola, dengan ciri khas bangsa sendiri tanpa ada campur tangan asing.
Mudahnya dunia ketiga seperti kita untuk diekploitasi oleh negara-negara maju merupakan awal kehancuran. Setidaknya kita dijajah secara ekonomi, budaya, dan politik. Semakin terlihat dari adanya industrialisasi di wilayah kedaulatan kita sendiri yang dikuasai pihak asing akan menuai kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
Banyak kasus industrialisasi yang justru tidak dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat lokal seperti di tanah Papua yang bertabur emas, keberadaan hutan di Kalimantan dan Sumatera yang begitu kaya, batu bara, dan minyak bumi yang selalu menguntungkan pihak luar dan menuai bencana bagi masyarakat lokal. Sekali lagi kemajuan pembangunan bukan berarti dapat mencapai kemewahan seperti yang dimiliki oleh negara-negara dunia pertama. Tapi bagaimana membangun stabilitas agar semua sistem yang ada di negara kita dapat berfungsi secara maksimal. Pembenahan agar semua harapan-harapan dari masyarakat dapat dipenuhi yang merupakan ciri menuju masyarakat madani. (Tulisan ini dikirim oleh Basory.alwy)