Cerita Cintaku
- U-Report
VIVA.co.id – Awalnya aku menerima dia hanya sebatas kasihan karena aku selalu menolak cintanya entah sudah yang ke berapa kali. 21 Januari 2015, itu adalah hari jadianku dengannya. Sebut saja namanya Tio. Dia selalu bilang padaku bahwa dia sayang dan cinta padaku. Ya, katanya aku baik, tapi perasaanku diriku biasa-biasa saja.
Aku mencoba untuk menerimanya dengan tulus. Sebenarnya aku takut kalau nantinya ketika aku telah jatuh hati dia malah pergi meninggalkanku. Semenjak kami jadian dia selalu meneleponku dan bersikap romantis. Aku hargai dia walaupun sebenarnya aku tak memiliki perasaan apapun padanya.
Setelah beberapa minggu, kami setiap hari selalu saja teleponan. Aku merasa asyik bercanda, ketawa-ketiwi, dan akhirnya rasa suka pun timbul perlahan. Anehnya kenapa rasa itu bisa timbul padahal aku belum pernah bertemu dan bertatap muka dengannya. Kami hanya kenal lewat handphone saja. Ya, kenalnya kira-kira sudah sekitar empat bulan. Dia dan aku berpacaran jarak jauh. Sebenarnya sih tidak terlalu jauh, dia tinggal di daerah Sungai Duren sedangkan aku tinggal di Paal Merah, Jambi. Jarak perjalanan kira-kira sekitar satu jam kalau dia ke sini.
Rasanya aku sudah mulai bisa menerimanya. Sudah ada rasa sayang. Itulah aku, yang sangat susah menerima seseorang, tapi ketika aku sudah menerimanya tak lama lagi pasti rasaku timbul dan aku pun takut jika suatu saat nanti dia meninggalkanku. Dari pengalamanku dulu selalu saja si cowok yang mutusin aku.
Untuk pertemuan kami yang pertama kalinya terjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan hari valentine. Dia bersama temannya menemuiku di sebuah rumah sakit. Kebetulan waktu itu aku menginap di rumah sakit karena teman kuliahku sedang sakit. Degdeg-an rasanya, sangat penasaran bagaimana sih wajahnya.
Ya, kata temanku dia manis, seperti wajah orang baik-baik. Entahlah, perasaan biasa saja tuh. Sayangnya, dia merokok. Aku tak bisa mencegahnya merokok karena dia merokoknya diam-diam. Malam itu sangat dingin. Angin bertiup sangat kencang dan jilbabku pun bertebaran. Dia memberiku jaket supaya aku tidak kedinginan. Tapi aku menolak karena dia juga terlihat kedinginan apalagi hanya pakai kaos lengan pendek, masih mending aku pakai baju panjang, rok, dan jilbab. Dia baik sekali membelikanku nasi dan makanan, bahkan permintaan temanku juga dibelikannya. Dia takut aku kelaparan, dia bilang aku sangat kurus.
Pukul 00.00, tengah malam, di rumah sakit masih sangat ramai. Temanku kembali ke ruangan, sementara aku menemani pacarku, jadi kami hanya tinggal bertiga bersama temannya. Aku bercakap-cakap dengan dia, dan temannya menyanyi sendiri sambil asyik bbm-an. Kami masih berjarak duduknya, soalnya aku masih malu–malu kucing gitu. Sampai tiba jam 01.00 dia pulang dan aku masuk kembali ke ruangan.
Hari tak terasa, bulan pun terlewati. Aku sangat merindukanya, dan aku pun telah benar sayang padanya. Aku sudah mulai mengenali dirinya dan aku senang sekali punya pacar rajin salat ya intinya ingat salat . Aku dan dia tidak terlalu romantis, malah kadang berantem terus. Tapi tidak sampai berhari-hari, paling hanya beberapa jam saja sudah baikkan.
Dia sangat perhatian, cuma bicaranya agak kasar dan pikirannya selalu negatif. Aku tidak suka pacarku bicaranya negatif, entahlah mungkin kebiasaannya dulu buruk. Aku mulai berniat ingin mengubah perilakunya yang kurang bagus, tapi itu terkadang memang susah apalagi kalau dia tidak ada niat dari hati untuk berubah. Dia sudah berjanji tidak akan seperti itu lagi dan janjinya itu selalu tidak tepat. Bahkan terkadang aku merasa lelah selalu mengingatkan, melarang, dan mengaturnya.
Kadang aku berpikir kalau aku tak mau lagi mempedulikannya. Tapi ketika aku salat dan berdoa, pikiranku berubah drastis. Kalau aku tak mempedulikannya, apa guna aku berpacaran dengannya. Hanya buat dosa dan buang pulsa ya kan? Akhirnya niatku sekarang aku harus berusaha mengubah dia walaupu mungkin dia tak berubah sama sekali. Setidaknya diriku telah berjuang.
Dia hanya orang biasa, dia bilang kalau dia berasal dari keluarga yang sederhana. Aku pun juga dari keluarga yang sama, hanya saja karena bapakku waktu muda bekerja keras dan rajin menabung makanya aku bisa kuliah di sebuah Akademi Kebidanan. Aku terkadang iri melihat temanku punya pacar TNI atau Polisi. Rasanya aku susah ketemu yang seperti itu, tapi kenapa mereka mudah sekali. Namun, aku tanamkan dalam diriku bahwa rezeki seseorang akan ada dan roda pun bisa berputar. Aku ingin memperbaiki keturunanku, tapi kuserahkan saja semua kepada Allah, apapun jalannya nanti akan aku terima.
Tibalah bulan April, temanku sudah berkali-kali bertanya, “Kok enggak ketemuan sih?” Sampai akhirnya tepat tanggal 10 April, kami bertemu kembali. Aku dan teman SMA-ku, namanya Vivi dan Tio bersama temannya, Ardi. Kami pergi ke Taman Remaja. Pertemuan kami hanyalah sekadarnya, tidak ada percakapan basa basi ataupun candaan. Mungkin kami hanya menghabiskan waktu sekitar satu jam saja. Kawanku bilang aku dan dia bukan seperti orang pacaran, ya itu lantaran enggak enak sama dia makanya kami berjauhan.
Setelah kami bertemu, aku pergi ke sebuah toko buku menemani kawanku. Tio tiba-tiba telepon dan bilang, “Kita putus!”. Haah...? Aku terkejut. Apa salahku, aku tidak tahu. Tiba malamnya kami teleponan, ternyata saat itu dia benar-benar menjauh karena dia kesal dan marah. Dia bilang aku enggak mau dekat dengan dia, sedangkan kawanku dekati aku terus. Tak ada waktu sedikitpun untuk kami berdua padahal dia sudah cape jauh-jauh.
Aku juga sempat berpikir kenapa aku tidak berbicara apapun dan hanya berbicara biasa saja. Pokoknya malam itu dia berbicara panjang lebar. Aku jadi merasa bersalah. Dia bilang ke aku kalau dia ingin sendiri dulu selama satu bulan ini. Serius sekali ngomongnya sampai membuat aku baper dan meneteskan airmata.
Tapi ternyata dia tidak seperti itu. Dia tidak tega dan dia pun enggak sanggup karena kami berdua dari awal jadian sampai saat ini selalu teleponan, walaupun hanya satu detik saja, tapi setiap hari pasti harus mendengar suaranya. Aku tahu dia masih kesal, sampai saat ini pun aku tahu dalam hatinya kecewa. Tapi aku tak bermaksud cuek atau apalah, aku hanya tidak enak saja kalau harus berduaan dengan pacar. Aku juga bingung harus bagaimana, aku selalu saja salah di matanya.
Selain itu dia juga marah denganku karena aku membuang rokoknya, padahal aku cuma berniat baik. Bicara baik-baik sudah kami lakukan, tapi tetap saja dia tidak mau dengar. Tapi biar bagaimanapun aku merasa nyaman dengan dia. Aku bisa terbuka cerita apa saja.
Intinya, sekarang aku tidak akan pernah menyakiti hati seseorang, biarlah aku saja yang disakiti. Dan aku ingin mewujudkan pacaran sehat yang tak hanya sekadar pacaran, tapi bagaimana kita juga bisa memberikan masukan ilmu dan pelajaran, serta membantu mengubah perilaku yang buruk menjadi lebih baik lagi. (Cerita ini dikirim oleh Uli Susanty)