Candaan Berjubah Hiburan dan Anti Negara Berjubah Agama
- VIVA.co.id/Nuvola Gloria
VIVA.co.id – Siapapun itu, entah dia di Sabang ataupun Merauke selama masih dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib patuh, tunduk, dan taat kepada segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Hal tersebut berlaku untuk semua orang baik tua, muda, kaya, miskin, pintar, bodoh, baik, jahat, tinggi, pendek, laki-laki, perempuan, terkenal, tidak terkenal, pejabat, rakyat jelata, semua sama kedudukannya di mata hukum.
Indonesia memiliki banyak produk hukum yang dinamis seperti undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan daerah, peraturan gubernur, dan lain sebagainya. Namun, akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan salah satu persoalan yang datang dari selebriti tanah air. Pedangdut Zaskia Gotik tengah menjadi bulan-bulanan publik lantaran dia dianggap menghina Pancasila dan tidak menghargai Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Persoalan ini tentunya mengundang berbagai komentar miring terhadap sang pendangdut itu. Tuduhan penodaan lambang negara pun semakin panjang seiring dilaporkannya Zaskia Gotik ke pihak kepolisian. Alih-alih menerima 573 email masuk untuk melaporkan Zaskia, salah satu anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Fahira Idris, melaporkan Zaskia dan Deni Cagur yang pada saat itu dianggap turut andil dalam penodaan lambang negara.
Tak sendiri, awalnya Zaskia Gotik sudah mendapatkan ancaman hukuman dari Lembaga Swadaya Masyarakat Komunitas Pengawas Korupsi (LSM KPK) yang mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaporkan Zaskia Gotik dengan tuduhan yang sama, yaitu telah melakukan penghinaan terhadap lambang negara Indonesia. Namun, dari kasus Zaskia Gotik ini kita mesti merenung banyak hal, terutama soal hukum yang masih pandang bulu di negeri ini.
Pertanyaan yang muncul, di manakah peran Cybercrime Polri selama ini? Apakah Cybercrime Polri kita benar-benar ada dalam menyikapi berbagai bentuk penodaan Pancasila dan lambang negara yang dilakukan oleh beberapa pihak yang tak sejalan dengan arah Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menjadikan Pancasila sebagai landasan negara. Penodaan lambang negara tentunya bukan hal baru dalam kasus sang pendangdut Zaskia Gotik.
Lihat saja kampanye terbuka yang dilakukan di media sosial oleh salah satu organiasi berbaju agama yang memperjuangkan kesejahteraan dengan mengatasnamakan khilafah. Keinginan politik dari kelompok ini untuk memiliki kekuasaan sendiri dalam bentuk negara yang mereka sebut khilafah gencar dikampanyekan oleh mereka, termasuk juga di dunia online. Bahkan dalam sebuah opini yang sempat beredar di media sosial berjudul, "Benarkah Bendera Merah Putih adalah Bendera Rasulullah?"
Opini ini secara jelas bermuatan penodaan lambang negara, yakni penolakan terhadap bendera Merah Putih Negara Republik Indonesia dan membenturkannya dengan bendera hitam putih bertuliskan kalimat Tauhid (al-Liwa' dan al-Raya'). Tentunya kita bertanya, bukankah dalam UU No. 73 Tahun 1958 Pasal 154a secara jelas menyatakan barang siapa menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia diancam pidana penjara paling lama empat tahun.