Ini Tips Hemat Berkunjung ke Kampung Inggris Pare Kediri
VIVA.co.id – Ini kisah perjalanan saya pergi ke Kampung Inggris-Pare, Kediri, Jawa Timur. Ini kali pertama saya mengunjungi kota bekas kerajaan besar di timur Jawa, Kediri. Saya pun pergi sendiri karena teman-teman kebetulan tidak ada yang bisa ikut dalam perjalanan ini.
Saya menumpang moda darat kereta api Krakatau jurusan Merak – Kediri (PP). Saya menaiki kereta dari Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Dari Jakarta, kereta ini mampir di Tanah Abang dan Pasar Senen.
Harga tiket kereta api pada awal Januari 2016 seharga Rp 270.000. Krakatau adalah kereta api ekonomi AC. Sebenarnya, ada cukup banyak kereta menuju Kediri dari Jakarta, di antaranya adalah Brantas (Rp 90.000), Matarmaja (Pasar Senen – Malang Rp 115.000) dan Gajayana (± Rp 560.000). Harga ini terbilang pada bulan Januari 2016.
Perjalanan menumpang Krakatau memakan waktu ±15 jam termasuk delay. Kereta api ini memiliki susunan 2-2 seat. Waktu itu saya menumpang di gerbong 2 bangku 6D. Perjalanan dimulai, kereta berjalan cukup santai melintasi Kota Jakarta. Dari stasiun Tanah Abang melewati beberapa stasiun kecil yang diperuntukan bagi kereta Commuter Line (KRL) dan berhenti untuk mengangkut penumpang di Stasiun Pasar Senen.
Kemudian, kereta mulai merayap keluar dari ibukota, melaju melintasi Stasiun Jatinegara dan Stasiun Bekasi sebagai stasiun untuk KRL yang paling ujung. Hiruk pikuk ibukota kian menjauh. Dari sini, kereta meluncur cepat menuju arah Jawa. Pemandangan kota industri (Cikarang) dan persawahan (Karawang-Cirebon) berlarian seiring melajunya kereta. Di stasiun besar Cirebon, Krakatau mampir untuk naik-turun penumpang. Kemudian, kereta melanjutkan perjalanan panjangnya.
Lapar pun terasa, pramugara dan pramugari kereta api berseliweran setiap beberapa puluh menit untuk menawarkan makanan dan minuman termasuk snack dan kopi atau teh. Saya membeli sekotak nasi goreng seharga Rp 25.000 dan air mineral 600 ml seharga Rp 8.000. Semakin malam, saya semakin susah untuk melihat pemandangan di luar jendela. Yang saya lihat adalah hutan, sawah, pinggir Laut Jawa sebelah utara, dan perumahan warga.
Kereta dijadwalkan sampai Stasiun Kediri pukul 02.30 dini hari. Saya baru sampai pukul 03.30 karena kereta mengalami keterlambatan. Di kereta tadi, saya sempat berbincang dengan pramugara dan seorang cleaning service. Mereka bilang, Krakatau memulai perjalanannya dari Merak, Banten. “Wah perjalanan yang cukup jauh juga yah,” pikir saya.
Sesampainya di Kediri, saya segera menuju warung di samping pintu keluar stasiun. Di sana, saya memesan susu panas untuk sekadar menghangatkan badan dan menunggu pagi. Nampak, beberapa anak yang ingin ke Pare tengah menunggu matahari menengok bumi dini hari itu.
Saya pergi ke Pare bermodal informasi di internet untuk moda angkutan dan memilih untuk backpacker. Di samping lebih murah, saya ingin merasakan bagaimana mengatur semuanya sendiri di tempat yang bahkan belum pernah dikunjungi sebelumnya, plus sendirian.
Di luar stasiun, sudah banyak becak yang menunggu, pula mobil charteran yang bisa mengantar ke Kediri. Harga charteran mobil itu Rp 150.000 dari Kediri – Pare. Kalau lihat di Google Maps, jarak antara Kediri ke Pare itu sekitar 22 km. Sayang belum ada moda Ojek Online.
Saya naik becak sampai di Hypermall Kediri. Di sana saya menunggu kendaraan menuju Pare. Anda bisa menaiki angkot merah bertuliskan “P”, bis sedang Puspa Jaya dan Harapan Indah, tinggal bilang saja menuju Pare.
Saya menaiki angkot merah bertuliskan “P” seharga Rp 18.000. Harga angkot berkisar Rp 15.000 – Rp 20.000. Sampai Pare, saya segera menuju lokasi kursus saya, Global English (GE). Lokasinya tepat berada di pinggir Jalan Brawijaya yang dilalui oleh ketiga kendaraan umum tadi.
Global English sudah dipenuhi oleh calon peserta dari berbagai daerah. Saya meletakan backpack saya sembari meluruskan kaki. Di depan rumah yang dijadikan kantor tersebut saya mengamati berbagai kertas pengumuman dan peta skala kecil dari lokasi kelas di Global English.
FYI, Global English dan kebanyakan tempat kursus (± 110 tempat kursus) di sini tidak berada pada satu tempat. Tetapi, tersebar menjadi beberapa titik kelas. Saya mengambil kelas untuk TOEFL Scoring durasi 2 minggu.
Di kampung Inggris, setiap bulannya, kelas dimulai tanggal 10 dan 25. Setelah membayar program seharga Rp 330.000, saya bergegas mencari kosan. Tak jauh dari tempat kursus, ada rumah warga yang dijadikan tempat kos. Saya membayar Rp 150.000 untuk 2 minggu.
Kampung Inggris sudah seperti suasana Jogja namun versi mini. Banyak penjual makanan dan minuman, merchandise, swalayan lokal, berbagai ATM (BRI. BNI, Mandiri, Muamalat) , dan masih banyak lagi. Sudah komplit untuk ukuran daerah kecil.
Selama di Kampung Inggris, Anda akan banyak menemui selembaran trip, rental mobil dan motor. Rental tersebut membludak penyewa di akhir pekan. Dan, di sini gudangnya rental sepeda. Banyak para peserta kursus menyewa sepeda untuk moda transportasi mereka. Harga sewa sepeda pun bervariasi mulai dari Rp 75.000 - Rp 100.000 / 1 bulan. Untuk menyewa sepeda, selain menyerahkan uang ‘mahar’ juga disertai penahanan KTP atau KTM atau tanda pengenal resmi lainnya. Kalau ditotal, mungkin begini rinciannya:
Ongkos berangkat : Rp 270.000 ( paling murah naik Kereta Brantas Rp 90.000)
Becak (Stasiun ke angkot Pare) : Rp 20.000
Angkot Pare ke tujuan : Rp 18.000
Kosan per 2 minggu Rp 150.000
Harus diingat, itu semua di luar biaya makan selama dua minggu. Di sana banyak jajanan, terutama penjual Pentol. Pentol sejenis cilok dan kenyal, tapi gurih dan disiram saus kacang. Yummy!
Oo, iya, untuk semakin mengirit biaya, bisa juga kalian menghubungi angkot jemputan. Angkot ini akan menjemput kalian dari Stasiun Kediri ke Pare begitupun sebaliknya, Pare ke Stasiun Kediri. Harganya Rp 25.000 untuk sekali perjalanan. (Tulisan ini dikirim oleh Cucu Sulastri, Tangerang).