Aktivitas Sosial Arie Belougi di Pedalaman Indonesia
Senin, 1 Februari 2016 - 19:42 WIB
Sumber :
- U-Report
VIVA.co.id - Aktivitas sosial merupakan suatu pelayanan profesional yang prakteknya didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan tentang relasi manusia, sehingga dapat membantu individu, kelompok, dan masyarakat guna memecahkan masalah-masalah yang dihadapi serta meningkatkan dan memperbaiki kemampuan mereka dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan mereka untuk mencapai tujuan.
Kegiatan pelayanan sosial dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara individu maupun dengan organisasi. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitas dan memperkuat nilai-nilai sosial dalam penyesuaian diri antara pekerja sosial dan penerima manfaat untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Sebuah realita dapat kita lihat bahwa pekerja sosial di Indonesia begitu banyak, namun orientasinya kebanyakan berada di daerah perkotaan. Lain halnya dengan Arie Belougi, aktivis Indonesia dari pedalaman Pulau Sulawesi ini yang melakukan aktivitas sosialnya dengan menelusuri daerah pedalaman.
Arie Belougi dilahirkan di lingkungan keluarga masyarakat adat di Desa Manurung. Sebuah desa terpencil di pedalaman Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, pada tanggal 5 Mei 1975. Dia mengawali aktivitas sosialnya di kampung halamannya dengan membangun Solidaritas Anak Pedalaman untuk Lingkungan dan Pendidikan (SAPULIDI).
Komunitas sosial anak pedalaman ini didirikan oleh Belougi di Pulau Loeha, Danau Towuti, pada tahun 1990. Pada awalnya, komunitas ini lebih menyerupai perkumpulan anak-anak remaja di pedalaman Towuti, Kabupaten Luwu. Komunitas ini kemudian menyebar ke berbagai daerah pedalaman di Indonesia dan telah menginspirasi anak-anak pedalaman untuk mengawali revolusi sosial di daerah terpencil.
Pada bulan Desember 1999, Belougi bersama kawanan pemuda kampung yang tergabung dalam Komunitas Sapulidi mengunjungi daerah pelosok Kepulauan Rote di Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Banggai di Sulawesi Tengah, serta Kepulauan Sangihe di Sulawesi Utara, dalam rangkaian sosialisasi manfaat cinta lingkungan dan cinta kampung halaman serta pemberantasan tuna aksara di kalangan suku terasing.
Dalam kegiatan ini, Komunitas Sapulidi melewatkan pergantian abad ke 20 ke abad 21 (Tahun 1999 ke tahun 2000) di bawah garis khatulistiwa, tepatnya di Desa Tinombo, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, yang kemudian dikenal dengan "Dua Abad Sapulidi di Garis Khatulistiwa".
Tahun 2014 lalu, Belougi menjadi fasilitator pertemuan utusan pemuda pedalaman Indonesia Timur dengan sejumlah perusahaan swasta dan organisasi nirlaba. Pertemuan tersebut menghasilkan kegiatan seperti realisasi program ekstensivikasi lahan pertanian di Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat, tahap sosialisasi proyek pertambangan di atas tanah Ulayat masyarakat pedalaman Papua, serta realisasi proyek penghijauan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, seluas 34. 000 hektar yang dilaksanakan oleh PT. Riu Mamba Karya Sentosa, Jakarta, bersama PT. Rantemario International Group serta didukung oleh sejumlah organisasi nirlaba di dalam dan luar negeri.
Kini, di usianya yang ke empat puluh tahun, Belougi masih terus berjalan dan berjalan menelusuri daerah pedalaman di Indonesia. Dan saat ini, dia menjadi fasilitator pembangunan sekolah Sapulidi untuk anak-anak di daerah pedalaman terutama yang berada di tapal batas Papua dan Kalimantan Utara. (Tulisan ini dikirim oleh Tabitha Agus Pattinama, Jakarta)
Kegiatan pelayanan sosial dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara individu maupun dengan organisasi. Kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitas dan memperkuat nilai-nilai sosial dalam penyesuaian diri antara pekerja sosial dan penerima manfaat untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Sebuah realita dapat kita lihat bahwa pekerja sosial di Indonesia begitu banyak, namun orientasinya kebanyakan berada di daerah perkotaan. Lain halnya dengan Arie Belougi, aktivis Indonesia dari pedalaman Pulau Sulawesi ini yang melakukan aktivitas sosialnya dengan menelusuri daerah pedalaman.
Arie Belougi dilahirkan di lingkungan keluarga masyarakat adat di Desa Manurung. Sebuah desa terpencil di pedalaman Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, pada tanggal 5 Mei 1975. Dia mengawali aktivitas sosialnya di kampung halamannya dengan membangun Solidaritas Anak Pedalaman untuk Lingkungan dan Pendidikan (SAPULIDI).
Komunitas sosial anak pedalaman ini didirikan oleh Belougi di Pulau Loeha, Danau Towuti, pada tahun 1990. Pada awalnya, komunitas ini lebih menyerupai perkumpulan anak-anak remaja di pedalaman Towuti, Kabupaten Luwu. Komunitas ini kemudian menyebar ke berbagai daerah pedalaman di Indonesia dan telah menginspirasi anak-anak pedalaman untuk mengawali revolusi sosial di daerah terpencil.
Pada bulan Desember 1999, Belougi bersama kawanan pemuda kampung yang tergabung dalam Komunitas Sapulidi mengunjungi daerah pelosok Kepulauan Rote di Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Banggai di Sulawesi Tengah, serta Kepulauan Sangihe di Sulawesi Utara, dalam rangkaian sosialisasi manfaat cinta lingkungan dan cinta kampung halaman serta pemberantasan tuna aksara di kalangan suku terasing.
Dalam kegiatan ini, Komunitas Sapulidi melewatkan pergantian abad ke 20 ke abad 21 (Tahun 1999 ke tahun 2000) di bawah garis khatulistiwa, tepatnya di Desa Tinombo, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, yang kemudian dikenal dengan "Dua Abad Sapulidi di Garis Khatulistiwa".
Tahun 2014 lalu, Belougi menjadi fasilitator pertemuan utusan pemuda pedalaman Indonesia Timur dengan sejumlah perusahaan swasta dan organisasi nirlaba. Pertemuan tersebut menghasilkan kegiatan seperti realisasi program ekstensivikasi lahan pertanian di Kalimantan Utara, Papua dan Papua Barat, tahap sosialisasi proyek pertambangan di atas tanah Ulayat masyarakat pedalaman Papua, serta realisasi proyek penghijauan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, seluas 34. 000 hektar yang dilaksanakan oleh PT. Riu Mamba Karya Sentosa, Jakarta, bersama PT. Rantemario International Group serta didukung oleh sejumlah organisasi nirlaba di dalam dan luar negeri.
Kini, di usianya yang ke empat puluh tahun, Belougi masih terus berjalan dan berjalan menelusuri daerah pedalaman di Indonesia. Dan saat ini, dia menjadi fasilitator pembangunan sekolah Sapulidi untuk anak-anak di daerah pedalaman terutama yang berada di tapal batas Papua dan Kalimantan Utara. (Tulisan ini dikirim oleh Tabitha Agus Pattinama, Jakarta)