Curhat Pagi Hari

Sumber :
  • Pixabay
VIVA.co.id - Seperti biasa rutinitas pagi ini diawali dengan secangkir minuman hangat, sepotong kue, dan tidak ketinggalan jari-jari yang mulai sibuk otak-atik handphone
untuk melihat ada berita menarik apa hari ini.

Hampir beberapa situs berita online tersinggahi, dan hasilnya benar-benar membuat selera sarapan saya hilang. Dari seluruh berita yang saya baca pagi ini, semuanya berhasil membuat saya bertanya-tanya, aneh, bahkan muak.

Berita pertama yang saya baca adalah sebuah berita tentang bagaimana seorang hakim di negara tercinta ini telah membebaskan sebuah perusahaan besar atas tuduhan pembakaran hutan, dan menganggap hal itu bukanlah tindakan yang dapat merusak lingkungan. Marah rasanya, tapi hati kecil mengajak untuk mencoba berpikir positif, mungkin sang hakim punya alasan dan bukti-bukti logis tersendiri sampai memutuskan hal seperti ini.

Lanjut, mencoba membaca berita kedua dan melupakan kekesalan karena membaca berita pertama tadi. Seorang Kapolda yang selalu menghimbau dan mengajak anak buahnya untuk salat berjamaah akhirnya harus rela jabatannya tergeser. Seorang sosok pemimpin yang selalu memberikan contoh dan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya itu harus rela posisinya digantikan oleh orang lain.

Lagi-lagi kesal yang didapat, dan lagi-lagi hati kecil tetap mengajak untuk berpikir positif. Sebagai orang awam mungkin banyak hal yang tidak saya ketahui. Pasti ada banyak pertimbangan lain mengapa hal seperti ini sampai terjadi, dan orang-orang yang terlibat langsung di dalam keputusan ini pasti lebih tahu.

Kursor bergerak dan saya mencoba kembali mencari berita yang mungkin akan lebih menenangkan hati. Zonk, lagi-lagi yang saya dapat berita yang membuat hati bertambah miris. Seorang Kapolda di sebuah daerah harus rela dimutasi, entah karena memang sedang masanya pergantian pemain atau apa, saya juga tidak mengerti. Tapi yang saya tahu sang Kapolda ini baru saja bersinggungan dengan masalah penyitaan miras milik salah seorang anggota dewan yang terhormat.

Rasanya mulai geram dan semakin bertanya-tanya, ada apa dengan negeri saya tercinta ini? Kenapa begitu banyak kasus dan berita-berita yang menguak banyak tanya di dalam pikiran orang awam seperti saya? Hati kecil kembali mengajak untuk berpikir positif, sebagai orang yang tidak banyak tahu sepertinya lebih baik diam. Mereka para pengambil keputusan pasti lebih tahu dan mengerti.

Rupanya stok "berpikir positif" saya masih tersedia, hal ini terbukti dengan jari-jari saya yang masih belum kapok bergerak menyusuri berita di negeri ini. Mungkin ada satu berita baik yang akan saya baca hari ini. "Wow, apalagi ini?" ucapku. Seorang ketua BEM di salah satu Universitas di Jakarta harus rela di DO dari kampusnya hanya karena dinilai terlalu kritis. Kenapa harus takut punya mahasiswa kritis, bukankah kekritisan seorang pelajar menandakan kalau pola pikir mereka cerdas? Apakah keberanian mengemukakan pendapat harus dibungkam, sehingga menghasilkan penerus-penerus pendiam dan cenderung menjadi pengikut bukan pencetus?

Kali ini saya sangat geram dan kecewa. Mau seperti apa bangsa ini nantinya jika calon penerus saja tidak diizinkan belajar berbicara? Mau dibawa ke mana negeri ini kalau orang-orang yang masih berjiwa baik sudah tidak diizinkan lagi untuk menjadi pemimpin? Apa yang akan terjadi jika para penerus bangsa ini hanya bisa menjadi penerus lemah dan tidak peduli dengan bangsanya sendiri?

Seharusnya kita bangga jika masih ada generasi muda yang mau peduli dengan negaranya, dengan sesamanya, dengan lingkungannya, dan dengan masa depan bangsanya. Bukan generasi muda yang hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri. Bersenang-senang dan tanpa susah payah bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan uang orang tuanya. Berfoya-foya, bergaya hidup mewah, berperilaku bebas yang sangat jauh dari pesan moral bangsa ini.

Cukup, saya mulai merasa cukup membaca berita-berita "indah" negeri ini. Berbagai kasus yang menguak ke permukaan semua seolah hanya menunjukkan bagaimana para penguasa nan kaya dapat luput dari berbagai kesalahannya, dan bagaimana lagi-lagi orang kecil dan awam harus terpaksa bungkam dan diam. Kebungkaman akan berlanjut kepada ketidakpedulian, dan ketidakpedulian akan menghasilkan kehancuran. Itukah yang diharapkan kita semua untuk negeri ini?

Mungkin saya harus punya stok "pikiran positif" yang tidak berbatas untuk negeri ini. Mungkin saya harus banyak belajar untuk bisa mengerti, atau malah menutup mata dan telinga bersikap seolah tidak ada yang aneh dengan negeri saya tercinta ini. Sudahlah, sepertinya bersiap-siap berangkat untuk memulai aktivitas akan jauh lebih baik. (Cerita ini dikirim oleh Nazma Alnaira, Bekasi)