Pemuda dan Pemudi Kita, Harapan Bangsa Indonesia

Pemuda dan Pemudi Kita
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id - Pemuda adalah harapan bangsa. Pernahkah Anda mendengar ungkapan tersebut? Ya, pasti Anda pernah mendengarnya. Memang benar adanya, bahwa pemuda dan pemudi Indonesia adalah harapan bangsa Indonesia. Masa depan bangsa Indonesia ini ditentukan oleh karakteristik pemuda dan pemudinya karena kelak di masa yang akan datang, Indonesia akan mengalami regenerasi dari golongan tua ke golongan muda sekarang ini.

Pemuda dan pemudi lah yang mempunyai tanggung jawab di pundak mereka untuk memajukan negeri tercinta ini. Kelak pemuda dan pemudilah yang memimpin bangsa kita ini. Lalu bagaimana karakteristik pemuda dan pemudi kita saat ini? Apakah mereka siap menyokong tanggung jawab besar di pundak mereka? Apakah mereka mampu memajukan bangsa ini hingga terpandang di mancanegara? Apakah bisa?

Mari kita telaah pemuda dan pemudi zaman sekarang. Kebanyakan pemuda dan pemudi zaman sekarang ini tidak peduli tentang negara tercinta ini. Apakah mereka tidak sadar bahwa yang menghidupi mereka sampai sebesar ini adalah bangsa Indonesia? Apakah mereka sudah lupa tentang perjuangan pahlawan kita yang sampai titik darah penghabisan demi memerdekakan negara Indonesia? Sedangkan kita yang hanya disuruh mempertahankannya saja, malah bertele-tele.

Apakah slogan "Bangsa yang besar adalah yang menghargai jasa para pahlawannya" masih berlaku? Ditanyai begitu, mereka hanya bisa bilang "EGP" (Emang Gue Pikirin!). Ckckck ... benar memang, zaman sudah edan! Coba kita tanyakan pada para pemuda dan pemudi kita, "Mbak, Mas, bagaimana bunyi Pancasila? Mbak, Mas, bagaimana bacaan teks UUD Negara RI 1945?". Apakah mereka bisa menjawab? Ya, mungkin sebagian kecil bisa menghafal keduanya dengan lancar. Tetapi, 95 persen dari mereka hanya bisa bilang begini, "Aduuhh, yaa saya nggak inget, sekolah saja sudah pusing tujuh keliling, disuruh ngapalin begituan!".

Nah, apakah masa depan bangsa Indonesia bisa dipegang oleh pemuda dan pemudi ini? Mereka yang tidak bisa menghapal Pancasila dan UUD Negara RI 1945? Ampuunn..mau jadi apa bangsa kita ini? Oh, Pemuda ... Oh, Pemudi ... dengan sistem "EGP" (Emang Gue Pikirin) yang kalian terapkan, maka kalian tidak akan pernah bisa peduli pada lingkungan sekitarnya. Pada keluarganya saja tidak peduli, apalagi dengan negaranya.

Kalau begitu, apa yang pemuda dan pemudi kerjakan? Jawabannya adalah nongkrong, seringkali di tempat-tempat sepi; nonton film dewasa, ckckck..mau jadi apa mereka nanti? Sok gaul dengan merokok, mabuk, pakai tato, model rambut yang dibuat-buat ala punk dan diwarnai; seks bebas sampai terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Ini paling berbahaya, bagaimana nasib masa depan mereka?

Kita tidak boleh membiarkan mereka tersesat ke jalan yang sesat. Kalau kita membiarkan mereka sesat, maka sama saja kita membiarkan negara kita terbelenggu. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Kita harus memperingatkan mereka. Kalau tidak bisa diperingatkan, maka kita harus menegur mereka dengan cara yang keras. Nah, mungkin cara ini bisa mambantu:

Pertama, jika mereka mulai menunjukkan tanda-tanda kenakalan mereka, seperti mulai malas belajar, suka keluyuran nggak jelas, dan kadang-kadang bersikap aneh, maka mereka harus diperingatkan dengan cara yang halus. Ditanyakan kepada mereka, apa yang membuat semangat belajarnya menurun atau sebenarnya kamu kalau malam pergi kemana.

Kedua, mereka sudah menunjukkan tanda-tanda sedang atau mencoba merokok, pakai tato, rambut diwarnai, dan berpakaian yang tidak senonoh, maka harus menegurnya bahkan mengancamnya dengan cara yang lebih keras, misalnya dengan ancaman "hentikan merokokmu sekarang! kalau tidak, mama tidak akan mengakui kamu sebagai anak lagi." atau "Kamu pilih jadi anak mama atau tetap memakai tato di tubuhmu itu?" Setelah itu mereka harus diberi penjagaan yang ketat.

Ketiga, mereka sudah gawat kalau mereka sudah berpacaran dan sering keluar malam dengan pacar mereka. Mereka juga sering berbohong dan terlihat menyembunyikan sesuatu. Mereka harus ditanyai dengan halus, jika tidak bisa, mereka harus diancam dan diberi pengertian. Jika masih tidak bisa, maka masukkan mereka ke pondok pesantren atau panti asuhan kira-kira selama dua bulan agar mereka mendapat pelajaran dari situ. (Cerita ini dikirim oleh Meika Hapsari)