Saya Mahasiswa Teroris? Dari Teroris, Sekarang Gemar Menulis
- BAW
VIVA.co.id - Saya adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi Islam di Banten. Nangkring di semester akhir, saya jadi sering bolak-balik masuk perpustakaan. Ruang perpustakaan perguruan tinggi ini jadi tempat favorit saya selama setahun terakhir.
Selain tengah menggodok skripsi, saya pun gandrung pada dunia tulis menulis. Paling tidak saya mampu menghabiskan waktu hingga dua jam di perpustakaan untuk sekedar membaca, merangkum dan mencari sumber rujukan tulisan-tulisan saya.
Dari mulai skripsi, buku mata kuliah, majalah, koran hingga sastra saya lalap habis. Sudah menjadi tugas staff perpustakaan mengamati setiap pengunjung yang melakukan aktivitas di perpustakaan. Tak melulu melayani peminjaman atau pengembalian buku, mereka pun sesekali menghimbau perilaku pengunjung yang menyalahi aturan, misalnya cara berpakaian yang tak sesuai.
Hingga pada suatu hari di tahun 2014, seorang staf perempuan bernama Miss N menegur penampilan saya. "Mas dibuka topinya, sekarang banyak teroris. Mas bukan teroris kan," katanya. Mukanya terlihat serius. Topi belum saya buka. Ia pun menegur saya untuk kedua kali. Saya menyerah dan berkata, "iyah, Bu". Senyum kecil agak terpaksa saya lempar ke staf itu. Saya tatap teman perempuan di samping saya yang malah tertawa ngakak. "Parah, masa saya dikira teroris," teriak saya meringis dalam hati.
Kalau dilihat-lihat memang, penampilan saya agak aneh, tingkah pun aneh juga, rambut cepak (potongan TNI/Polri) ditungkup topi hingga menutupi mata saya, pakai rompi warna abu-abu pula ala pejuang di medan perang, plus kemeja krem kotak-kotak, serta celana hitam bahan, kadang blue jeans. Jalannya pun beda (kata temen saya), cepat, beringas, lihat kiri kanan takut nabrak atau ditabrak, sambil nunduk-nunduk gitu. Walah, apakah anda setuju penampilan saya seperti teroris? Kalau saya sih tidak. PD saja!
Sejak kejadian itu, saya menjadi jarang pakai topi dan jaket abu-abu. Untuk masuk ke perpustakaan, kini saya pakai setelan batik dan celana hitam panjang, sepatu PDH dan menenteng laptop. "Bu, sekarang saya bukan teroris, saya MAHASISWA?" Saya ingin berkata demikian pada staf itu (jika saya punya keberanian).
Untuk staff yang pernah menyebut saya teroris, “Terima kasih ya, bu. Gara-gara ibu, saya jadi sering menulis cerita. Saya tunggu sangkaan lainnya ya bu”. (Cerita ini dikirim oleh: Emi Rohemi-Serang, Banten)