Jodoh untuk Bisrun (Bagian II)

Ilustrasi
Sumber :
  • http://www.morzing.com

VIVA.co.id - “Ruun...” panggil ibunya.
“Iya, bu. Ada calon dari mana lagi kali ini, Bu? Hehe..” Bisrun mencandai ibunya.
Rupanya ada juga Bapak di beranda rumah ini. Bapak memang sedikit bicara, bukan tak perduli dengan keadaan sulungnya yang masih membujang itu tapi Bapak lebih menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada anak-anaknya. Termasuk ketika anak ketiganya meminta izin untuk menikah lebih dahulu mendahului kakaknya, Bisrun. Begitu juga dengan adik pertama Bisrun yang menikah tak lama setelah putri ketiga menikah.

“Run, ustad Haji Agus mengundangmu ke pesantrennya. Beliau memintamu mengisi pengajian di sana,” kata ibunya tanpa basa-basi.
“Kenapa harus Bisrun, bu? Bukannya banyak santri senior di sana?” Elak Bisrun.
“Ibu hanya menyampaikan pesan ustad Haji Agus, Nak. Jika sempat datanglah. Bukankah menyambung silaturahim itu juga sebuah kewajiban,” timpal ibunya.
“Iya, bu.”
“Datanglah, Run. Tak baik menolak undangan seseorang, apalagi itu ustad Haji Agus yang juga gurumu ketika kamu kecil. Insya Allah tujuan beliau baik”. Bapak pun ikut angkat bicara.
“Kapan, bu pengajiannya? Biar Bisrun bisa persiapkan materi apa yang akan disampaikan.”
“Kalau tidak salah malam Ahad, Run.”
“Baik, Bu. Sampaikan salam Bisrun ke ustad haji Agus, insya Allah Bisrun bisa hadir,” Kata Bisrun lantas meninggalkan ibu bapaknya di beranda. Bisrun membiarkan kemesraan dalam hening itu.

Tak mudah menjadi ustad muda dan bujangan seperti Bisrun itu. Selalu banyak godaan jika saja tak bisa menjaga pandangan mata. Untung saja Bisrun orang yang tawadhu atau rendah hati. Ia tak pernah mengaku ustad apalagi orang paling pintar. Bisrun selalu sederhana dalam kesendiriannya. Dipanggil ustad bukanlah permintaannya melainkan itu adalah karunia dan berkah dari ilmu yang diamalkannya.

Tapi mengenai jodoh, entahlah, sepertinya ini tujuan terberat bagi seorang Bisrun yang alim. Tak mungkin rasanya tak ada yang menyukai ustad muda yang wajahnya boleh dikatakan tidak jelek tapi cukup ganteng untuk ukuran seusianya meski terlihat raut kebapakan dalam wajahnya.

Banyak teman dan tetangga yang menasihatinya bahwa dalam hal mencari jodoh tak usah tebang pilih. Tapi kawan, jodoh memang harus melalui ujian pilih-memilih.

Sebab, jodoh itu akan menjadi pendamping hidup selama-lamanya, sehidup semati. Memang, jodoh telah ditentukan oleh Allah, tapi kita juga toh yang memilih. Itulah gunanya shalat yang kau sebut dengan istikharah. Kau memilih namanya untuk kemudian kau meminta persetujuan Allah dalam komunikasimu denganNya dalam do’a-do’a khusyukmu entah pada waktu malam atau dini hari itu.

Bukan Bisrun tipikal pemilih hingga kini jodohnya dirasa sangat jauh, melainkan ia lebih hati-hati dalam memilih pendamping hidup. Telat memang, semestinya ia sudah memiliki dua atau tiga anak jika sejak perkenalannya beberapa tahun lalu dengan Yasmin Aisyah disetujui oleh Bapak dan Ibunya.

Yasmin adalah akhwat asal kota, mereka berkenalan melalui facebook. Cantik memang, malah terbilang sempurna untuk dijadikan pendamping hidup. Pertemuan pertama Bisrun dengannya membuahkan rasa suka dan takut kehilangan, namun ketika Bisrun hendak melamar akhwat cantik itu, terlalu banyak aral yang menghalangi baik dari kalangan orangtua Yasmin dan orangtua Bisrun sendiri.

Rupanya, pertemuan melalui media sosial tak diyakini oleh kedua belah pihak. Dan perpisahan pun menjadi jalan keluar utama bagi Bisrun dan Yasmin.

Dan sejak saat itu, Bisrun tak mau lagi diperkenalkan oleh siapa pun dan melalui media apa pun. Ia berjanji pada nuraninya sendiri bahwa pasti akan bertemu dengan jodoh yang tepat sesuai kehendakNya.

Tapi semua mengalir seperti biasanya. Bisrun mengajar, bermain dengan anak-anak dan mencoba melupakan tentang kisah cintanya. Ia asyik dengan kesendiriannya. Mengasuh dan mengajarkan ilmu kepada anak-anak sahabatnya sendiri. Ya, Pak Guru Bisrun yang jomblonya kadaluarsa. Bersambung... (Cerita ini dikirim oleh Rifyal Qurban, Serang-Banten)