Kisah Jenderal TNI Asal Bugis Gebrak Meja di Hadapan Soeharto
- Istimewa
JAkarta, VIVA – Mantan Panglima ABRI (Pangab) Jenderal (Purn) Andi Muhammad Jusuf Amier sempat dituding ingin menggantikan Soeharto sebagai presiden RI.
Informasi yang disampaikan jaringan intelijen Soeharto itu menyebut Jusuf berniat menggalang kekuatan internal untuk menjadi presiden.
Isu itu muncul lantaran Jusuf kerap mengunjungi barak-barak prajurit, serta menaruh perhatian besar terhadap kesejahteraan dan perlengkapan pasukan.
Kasak-kusuk mengenai keinginan Jusuf menggantikan Soeharto semakin kencang. Bahkan, kebiasaannya memberi kenaikan pangkat langsung di lapangan untuk prajurit berprestasi, dituding untuk mendulang popularitas.
Bebarengan dengan mencuatnya isu tersebut, suatu malam, Soeharto mengumpulkan sejumlah menteri di Cendana untuk membahas masalah kenegaraan.
Mereka yang hadir saat itu adalah, M Jusuf, Amir Machmud, Asintel Hankam Letjen LB Moerdani, dan Mensesneg Letjen Sudharmono.
Dalam pertemuan itu Menteri Dalam Negeri, Amir Machmud, yang notabene adalah teman dekat M Jusuf, justru mempersoalkan popularitas Jusuf yang kian meroket, hampir menyaingi Soeharto.
Amir Machmudin juga mengungkit soal isu terkait ambisi politik Jusuf yang disebut-sebut berkeinginan menggantikan Presiden Soeharto.
Kesal mendengar tudingan tersebut, tiba-tiba Jenderal Jusuf menggebrak meja menggunakan tangannya.
“Bohong! Itu tidak benar semua!,” teriak Jusuf dalam biografi ‘Jenderal M Jusuf, Panglima Para Prajurit’ yang ditulis Atmadji Sumarkidjo (halaman 269).
“Saya ini diminta untuk menjadi Pangab karena perintah bapak Presiden. Saya ini orang Bugis! Jadi saya sendiri tidak tahu arti kemanunggalan yang bahasa Jawa itu. Tapi saya melaksanakan perintah itu sebaik-baiknya tanpa tujuan apa-apa!” sambungnya.
Suasana seketika senyap. Semua orang yang hadir, termasuk Presiden Soeharto terdiam. Tak lama, Soeharto mengakhiri rapat. Semua orang keluar ruangan kecuali Jusuf.
“Pak Jusuf, kita bicarakan hal itu lain kali saja,” kata Soeharto sambil mengantarkan Jusuf keluar.
Sejak kejadian itu, Jusuf tidak pernah terlihat dalam rapat kabinet. Dia selalu mengutus wakilnya, Laksamana Sudomo. Soeharto tampak menaruh rasa hormat kepada Jusuf, dia bahkan tidak bisa berbuat banyak saat jenderal pilihannya dicopot Jusuf.
Singkatnya pada Januari 1983, Soeharto menyampaikan pada Jusuf bahwa jabatan Pangab akan berakhir pada April. Jusuf akan digantikan Leonardus Benjamin Moerdani (Benny Moerdani). Soeharto menawarkan Jusuf agar tetap berada di kabinet sebagai Menhankam, namun tawaran itu ditolak.
Jusuf akhirnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), suatu malam, dia hendak menemui Soeharto, namun dicegah dan dijadwalkan di lain waktu oleh ajudan presiden, Kolonel Wiranto, sebab malam itu presiden ada agenda dengan Pangab dan kepala Staf.
“He Wiranto, kau sampaikan kepada presidenmu bahwa Pak Jusuf mau menghadap malam ini,” kata Jusuf.
Soeharto yang menerima laporan itu langsung mempersilahkan Jusuf masuk.
“Kalau pak Jusuf yang minta pasti itu penting. Biar Panglima menunggu setelah acara saya dengan Pak Jusuf,” kata Soeharto.