Antara Hidup dan Mati, Ketika Jenderal Bintang 3 Kopassus Dikepung Tombak di Hutan Papua

VIVA Militer: Apel Pasukan Kopassus (ilustrasi).
Sumber :

Papua, VIVA – Letnan Jenderal (Letjen) TNI (Purn) Sintong Hamonangan Panjaitan nyaris gugur dalam sebuah operasi berbahaya di hutan Papua, tepatnya di lereng utara pegunungan Jayawijaya pada 1969.

Saat misi tersebut dijalankan, Sintong masih berpangkat Letnan Satu (Lettu) dan menjadi prajurit Komando Pasukan Sandhi Yudha (Kopassandha), yang pada 1985 berganti nama menjadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

Dalam buku ‘Perjalanan Prajurit Para Komando’, peristiwa itu terjadi saat Sintong tergabung dalam tim kecil yang dibentuk oleh Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XVII/Cenderawasih, Brigjen TNI Sarwo Edhie Wibowo.

VIVA Militer: Letjen TNI (Purn.) Sintong Panjaitan

Photo :
  • Youtube

Sebagai Komandan Tim, ditunjuk Kapten Inf. Feisal Tanjung, dan Letnan Satu (Lettu) Inf. Sintong Panjaitan sebagai Perwira Operasi (Pasi).

Tim kecil yang diberi Tim Lembah X itu ditugaskan mengawal tim ekspedisi pembuat film dokumenter, yang dipimpin oleh sutradara asal Prancis, Pierre Dominique Gaisseau.

Tepatnya pada 2 Oktober 1969, sebanyak 16 orang anggota Tim Lembah X diberangkatkan dari Bandara Sentani, Jayapura pukul 07.30 WIT.

Setelah satu jam perjalanan dengan pesawat Douglas DC-3 Dakota, seluruh anggota tim termasuk Sintong, melakukan penerjunan.

Sial, Sintong justru mendarat tidak sesuai dengan titik. Dia mendarat tepat di tengah perkampungan suku asli Lembah X. Saat kakinya menapak tanah, suku Lembah X langsung mengepungnya sambil menodongkan tombak dan panah ke arahnya.

Menurut catatan Sintong, dalam kondisi hidup dan mati itu, dia mengingat pesan komandannya agar tidak melakukan tembakan. Sebab, operasi Lembah X merupakan misi kemanusiaan, bukan operasi militer.

VIVA Militer: Sintong Panjaitan saat masih berpangkat Letnan Kolonel TNI

Photo :
  • Youtube

Kala itu, pria yang kemudian hari menjadi jenderal bintang 3 itu langsung melepas pakaian lorengnya agar memberi kesan bersahabat. Setelah itu tetua adat Lembah X melemparkan potongan daging babi mentah kepada Sintong.

Sintong mengakut tak paham apa yang dikatakan tetua adat. Namun, saat itu dia langsung menyantap daging babi mentah tersebut. Beberapa saat kemudian, orang-orang suku Lembah X bersorak gembira.

Usut-punya usut, daging babi yang diberikan kepada Sintong merupakan lambang persahabatan. Meski sempat dihadapkan dengan situasi menegangkan, Sintong akhirnya bisa bersahabat dengan suku Lembah X.