Tangis Guru Muslim asal Sulawesi Tenggara saat Ungkapkan Pesan Toleransi di Hadapan Paus Fransiskus

Tangis Seorang Guru Muslim asal Sulawesi Tenggara
Sumber :
  • Tangkapan Layar

Jakarta, VIVA – Seorang guru dari Buton, Sulawesi Tenggara, tidak bisa menahan air mata saat bertemu langsung dengan Paus Fransiskus di Jakarta. 

Pertemuan tersebut berlangsung di Grha Pemuda, Gereja Santa Maria Diangkat ke Surga, saat Paus Fransiskus mengadakan pertemuan dengan gerakan kaum muda global, Scholas Occurrentes, tempat Ana menjadi relawan.

“Nama saya Anna Nur Awaliya, saya seorang guru di pulau kecil, Buton provinsi Sulawesi Tenggara, sangat jauh dari Jakarta,” ujarnya sembari berdiri di hadapan Paus.

Ana, yang juga seorang dosen, fasilitator anak, penyiar radio, dan ibu, menjelaskan kepada Paus tentang betapa pentingnya pendidikan dalam mengatasi kemiskinan.

“Saya mengambil peran sebanyak mungkin di setiap bagian lini masa kehidupan agar saya dapat mengisi dunia pendidikan dan menyebarluaskan pesan tentang pentingnya edukasi untuk menuntaskan kemiskinan,” ujarnya.

Ana merasa sangat terharu karena ini adalah pertama kalinya ia bisa berada di Katedral dan berbicara langsung di depan Paus.

“Ini adalah kali pertama dalam hidup saya mengunjungi dan masuk menjadi bagian dalam Katedral,” ujarnya sambil menahan haru.

Dia juga mengungkapkan rasa syukurnya karena pertemuan tersebut terjadi di lokasi yang berdekatan dengan Masjid Istiqlal, tempat ia biasa beribadah. Menurut Ana, ini adalah simbol toleransi yang penting

“Katedral sebuah gereja yang disucikan umat Katholik. Ajaibnya, tepat didepan saya berdiri pula sebuah masjid yang menjadi tempat biasanya saya beribadah,” ungkapnya.

“Ini merupakan simbol toleransi di mana perbedaan seharusnya kita hadapi dan kita jembatani,” lanjutnya.