Terus Dicela, Tapera Bakal Ditunda?

Ilustrasi proyek perumahan.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah

VIVA – Program Tabungan Perumahan Rakyat (tapera) terus menjadi polemik dalam sepekan terakhir. Berbagai kritikan datang dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menuturkan polemik tabungan perumahan rakyat (tapera) sebagai bentuk penindasan baru. Menurutnya, berdasarkan Undang-undang, tapera bersifat tidak wajib.

“Itu kan UU mengatakan seharusnya sifatnya tidak wajib. Ketika ini menjadi wajib maka ini menjadi bentuk penindasan yang baru,” katanya di Depok, Senin, 3 Juni 2024. 

Penindasan seperti ini kata Hasto tidak sepatutnya dilakukan. Sehingga harus ada ruang untuk mengkritisi kebijakan tersebut melalui diskusi. Misalnya seperti yang digelar civitas akademika Universitas Indonesia (UI) melalui Kuliah Umum dengan tema Dilema Intelektual di Masa Gelap Demokrasi. 

“(penindasan baru) Ini yang harusnya tidak boleh dilakukan. Bahkan tadi juga menjadi bagian dari kritik kebudayaan yang disampaikan Prof Sulis,” ujarnya.

Baca: Hasto PDIP: Tapera Bentuk Penindasan Baru Bagi Rakyat

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Photo :
  • VIVA.co.id/Rinna Purnama (Depok)

Sementara itu, Ekonom senior dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Aviliani menilai, pelaksanaan kebijakan soal Tabungan Perumahan Rakyat alias Tapera, saat ini sebenarnya tidak memiliki urgensi. 

Karena baik dari sisi pengusaha maupun dari sisi pekerjanya sendiri, sudah sama-sama menyatakan ketidaksiapan mereka menghadapi kewajiban iuran sebesar 3 persen untuk program Tapera tersebut.

Dia mencontohkan misalnya dari sisi perbankan. Menurutnya, dari 100 bank umumnya hanya 23 bank saja yang mau memberikan pendanaan kepada sektor perumahan. Karenanya, Aviliani pun mempertanyakan sejauh mana sebenarnya masyarakat membutuhkan perumahan melalui KPR pinjaman atau bahkan FLPP untuk membangun rumah-rumah sederhana tersebut. 

Apalagi, dari sisi pengembang maupun kontraktor perumahan juga cenderung tidak tertarik dengan program perumahan sederhana itu. Selain labanya kecil dari sisi profitabilitas, kewajiban dari pemerintah untuk mengembangkan MBR itu nyatanya lebih sulit untuk dipenuhi. 

"Ini kan sebenarnya bukan untuk subsidi, tapi lebih untuk membangun perumahan-perumahan masyarakat. Jadi memang urgensi Tapera untuk saat ini kita melihat belum urgent," kata Aviliani dalam telekonferensi di diskusi publik Indef, "Hari Lahir Pancasila; Ekonomi Sudah Adil Untuk Semua?", Selasa, 4 Juni 2024.

Baca: Indef Tegaskan Pelaksanaan Tapera Tak Punya Urgensi, Ini Penjelasannya

Ilustrasi perumahan

Photo :
  • Istimewa

Sedangkan Aliansi pekerja atau buruh di wilayah Tangerang, juga menolak adanya kebijakan aturan mengenai Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Koordinator Buruh Tangerang, Joe mengatakan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) itu belum tepat diterapkan, dan hanya dilakukan demi kepentingan pemerintah. 

"Kami jelas menolak program Tapera, karena ini dinilai program ini belum saatnya diterapkan di Indonesia. Dimana hal tersebut belum jelas pemanfaatannya, hanya saja ini tujuannya kepentingan negara saja," katanya saat menggelar aksi unjuk rasa di Gedung Bupati Tangerang, Rabu, 5 Juni 2024.

Lanjut dia, kebijakan itu akan membebani seluruh sektor, terutama pekerja lantaran belum memiliki kejelasan yang pasti. "Ini sangat membebani kami (pekerja) karena kenaikan pajak saja sudah membuat pekerja terbebani, ditambah lagi potongan untuk Tapera, sementara kenaikan upah saat ini sangat kecil,” ujarnya. 

“Jadi ini bukan menguntungkan buru, apa lagi upah sekarang naik hanya sebesar 1,64 persen dan malah akan dipotong Tapera sebesar 2,5 persen. Kan ini malah bertimbal jauh justru merugikan," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Jendral APINDO Kabupaten Tangerang, Juanda Usman mengatakan, pihaknya turut menolak aturan itu lantaran membebankan pelaku usaha dan pekerja.

Ilustrasi aksi buruh

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Kami menolak dengan kebijakan itu, karena sangat membebankan. Saat ini saja, perusahaan sudah menanggung soal adanya iuran jamsostek, pensiun dan ditambah lagi kebijakan soal iuran Tapera. Perusahaan ada kebijakan dengan program keringanan uang muka untuk pembelian rumah kepada karyawan, dan itu tidak wajib, saya rasa ini sudah membantu," ujarnya.

Baca: Tolak Iuran Tapera, Buruh Tangerang: Upah Kecil dan Beban Pekerja

Isu Tapera sendiri sempat menjadi topik paling hangat diperbincangkan para pengguna media sosial, termasuk salah satunya di platform X atau sebelumnya dikenal dengan Twitter. Bagaimana tidak, banyaknya penolakan rencana pemerintah soal Tapera yang baka memotong gaji pekerja ini pun membuat kata kunci "Tapera" sempat menduduki posisi nomor satu trending topic di X.

Merebaknya isu Tapera saat ini hingga menuai sorotan publik, membuat sejumlah warganet di dunia jagat maya memberikan reaksinya akan wacana tersebut dengan berbagai cara. Yaitu mulai dari memberikan ungkapan penolakan, kritikan hingga menyindir pemerintah.

Akun @ffikriawan menyebut tapera "Sebenernya tambahan pengeluaran rakyat." Ia mengungkapkan bahwa Tapera hanya menjadi beban baru bagi masyarakat, khususnya para pekerja yang sebenarnya sudah memiliki rumah namun harus ikut tetap menjadi peserta Tapera.

Baca: Viral Cuitan Keluhan Warganet Soal Tapera: Jadi 'Tambahan Penderitaan Rakyat'

Ilustrasi media sosial.

Photo :
  • www.pixabay.com/LogoStudioHamburg

Janji Prabowo

Presiden terpilih hasil pilpres 2024, Prabowo Subianto mengaku tak tutup mata dan telinga dengan polemik program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Sejumlah kelompok, terutama kelompok buruh banyak menolak soal program yang mengharusnya pekerja membayar iuran 3 persen dari penghasilannya untuk Tapera.

"Kami akan pelajari dan cari solusi terbaik," kata Prabowo ditanyai awak media di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024. 

Namun, Prabowo tidak menjelaskan solusi apa yang disiapkan. Ketum Gerindra itu juga tak menjawab saat ditanya apakah kebijakan tersebut akan dilanjutkan pemerintahannya pada periode 2024-2029 mendatang.

Baca: Janji Prabowo Cari Solusi Terbaik soal Polemik Tapera

Presiden RI terpilih sekaligus Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo dalam forum IISS Shangri-La Dialogue 2024 di Singapura, Sabtu, 1 Juni 2024 (sumber: Tim Media Prabowo)

Photo :
  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengaku menyesal soal polemik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Basuki pun merespons keluhan beberapa masyarakat yang menolak kebijakan pemotongan gaji 3 persen untuk Tapera.

"Dengan kemarahan ini  (program Tapera) saya pikir saya menyesal betul," kata Basuki di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dikutip Jumat, 7 Juni 2024. 

Pria yang akrab disapa pak Bas itu pun menilai bahwa implementasi untuk Tapera sejatinya tidaklah genting untuk diterapkan, sehingga implementasi kebijakan itu bisa ditunda.

"Menurut saya pribadi kalau memang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa? Harus diketahui APBN sampai sekarang ini sudah Rp105 triliun dikucurkan untuk FLPP untuk subsidi bunga," jelas Basuki. "Sedangkan kalau untuk Tapera ini mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp50 triliun," lanjutnya.

Menteri PUPR itu pun mengaku telah melakukan pembicaraan dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati agar dapat menunda implementasi Tapera.

Baca: Penyesalan Menteri Basuki soal Tapera: Kalau Belum Siap Kenapa Tergesa-gesa