Gus Baha Ingatkan Semua Orang Agar Ingat Mati Tapi Tetap Semangat Hidup

KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha
Sumber :
  • Nu Online

Jakarta – KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha merupakan salah satu ulama yang dikenal sebagai ahli tafsir dan pakar Al Quran. Tak heran, ulama kharismatik asal Rembang, Jawa Tengah itu mendapatkan julukan sebagai ‘Manusia Quran’ berkat kemampuannya. 

Pria kelahiran 15 Maret 1970 itu adalah putra dari KH. Nursalim al-Hafizh, seorang ulama pakar Al-Quran dan pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Quran LP3IA di Narukan, Kragan, Rembang. Ia juga memiliki nasab yang bersambung ke para ulama besar dari orang tuanya. 

Baru-baru ini, Gus Baha berbicara mengenai pentingnya mengingat kematian. Menurut seorang yang sering didengarkan oleh Mbah Moen, ajaran Islam menekankan pentingnya refleksi tentang kematian bagi para penganutnya. Sementara itu, dalam pandangan yang sama, Islam juga mengajarkan untuk tetap memelihara semangat hidup.

KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha

Photo :
  • Nu Online

“Islam itu mengajarkan kamu harus banyak ingat mati, tapi uniknya Islam itu menyuruh ingat mati itu disuruh justru semangat hidup,” kata Gus Baha seperti dilansir dari tayangan YouTube Short @cuwinxshop pada Senin, 22 April 2024 lalu.

Menurut Gus Baha, ada alasan mendasar di balik ajaran ini. Menurutnya, semangat hidup memungkinkan kita untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan lebih baik. Jadi, mengingat kematian bukan berarti kehilangan semangat hidup. Menurutnya, pandangan seperti itu keliru.

“Karena kita butuh bekal. Jadi kalau kamu ingat mati, jangan terus loyo, terus nunggu takdir mati itu tidak malah disuruh semangat,” terangnya.

Rais Syuriah PBNU KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha

Photo :
  • Youtube

Ada banyak cara untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. Menurut Gus Baha, persiapan untuk menghadap Allah SWT tidak selalu harus dalam bentuk beban berat; bahkan tindakan-tindakan kecil yang baik pun bisa menjadi bekal yang berarti.

“Nah tenaga medis, semangat mengobati pasien, yang pasien juga semangat men-support dirinya supaya punya keberanian hidup. Kalau menurut orang Jjawa itu menunggui anak, menunggui cucu. Kalau saya sebagai kiai ya merawat santri, umat,” terangnya.

“Jadi ingat mati itu justru dengan cara mencintai Hidup, karena hidup ini adalah bekal kita untuk bertemu Allah. Kadang-kadang bekal itu mudah sekali ada orang nakal gara-gara minumin anjing yang baru haus sama Allah dimaafkan,” tandasnya.