Sosok Pemimpin Jemaah Aolia Gunungkidul yang Ngaku Telponan Sama Allah
- YouTube
Gunungkidul – Jemaah Masjid Aolia, Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendadak jadi sorotan usai melaksanakan salat Idul Fitri 1445 Hijriah pada Jumat 5 April 2024 di saat mayoritas umat Muslim Indonesia masih melaksanakan puasa Ramadhan.
Saat dikonfirmasi ihwal pelaksanaan salat id tersebut, pemimpin Masjid Aolia, KH Raden Ibnu Hajar Sholeh Pranolo atau acap disapa Mbah Benu mengatakan, penetapan 1 Syawal 1445 Hijriyah versinya tidak berdasarkan metode rukyat maupun hisab.
Namun, Mbah Benu mengaku keputusan tersebut diambil berdasarkan dirinya yang langsung menelpon Allah SWT. “Tidak pake perhitungan (rukyat atau hisab), saya telepon langsung kepada Allah Ta’ala,” ujarnya kepada awak media Jumat lalu.
Dalam sambungan telepon itu, Mbah Benu mengaku diperintah langsung untuk melaksanakan lebaran pada Jumat 5 April 2024 atau 25 Ramadhan 1445 Hijriah.
“Ya Allah kemaren tanggal 4 malam 4 ya Allah ini sudah 29 satu syawalnya kapan? Allah Ta’ala ngediko tanggal 5,” kata pria paruh baya itu.
Lantas, seperti apa sosok Mbah Benu?
Informasi dihimpun VIVA, dalam Tesis berjudul ‘Dekonstruksi Mitos Kanjeng Ratu Kidul dalam Pendidikan Akidah Perspektif KH Raden Ibnu Hajar Shaleh Pranolo 1942-Sekarang (2017)’ karya mahasiswa Magister PAI IAIN Purwokerto, Mohamad Ulyan pada 2017 silam.
Penulis Tesis, Mohamad Ulyan menyampaikan Mbah Benu merupakan laki-laki kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, Sabtu Pon 28 Desember 1942 dan besar di Solotiyang, Maron, Purworejo.
Pendidikan agama diperoleh Mbah Benu dari sang ayah, Kyai Soleh bin KH Abdul Ghani bin Kyai Yunus. Ayahnya merupakan lulusan pesantren Lirboyo dan juga disebut murid dari Mbah Kholil Bangkalan.
Mbah Benu juga sempat mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Namu, ia drop out (DO) pada semester akhir.
Penulis, Mohamad Ulyan menyebutkan, Mbah Benu memutuskan DO dari UGM lantaran ogah memakan uang orang sakit yang tengah menderita dan berduka.
Setelah itu, Mbah Benu menetap di Gunungkidul demi menggaet hati seorang gadis yang bertugas sebagai bidan di Kecamatan Panggang. Dalam Tesis tersebut gadis itu dikatakan sebagai calon istri Mbah Benu.