Pengaruh China dan Soft Power di Kenya
- The Irish Time
VIVA – Orang dapat mendengar 'ni hao' dan 'xie xie' di mana-mana di Nairobi, Kenya. Walaupun komentar tersebut tampak hanya sekedar komentar biasa saja, namun pernyataan tersebut sebenarnya menunjukkan keberhasilan besar dan penetrasi pengaruh China di Kenya secara lebih luas, bahkan mencapai tingkat warga biasa Kenya seperti supir taksi.
Seperti dilansir The Singapore Post, Jumat 8 Maret 2024, pengaruh ini mempunyai banyak bentuk, yang paling terkenal adalah proyek investasi infrastruktur; namun, manifestasi lain dari soft power China juga sama memprihatinkannya, termasuk media, pemerintahan, dan bahkan arkeologi.
Misalnya, dalam hal media di Kenya, China selalu hadir. Ada kemitraan antara Kenya Broadcasting Corporation (KBC) dan pemerintah China, di mana reporter senior KBC dibawa dalam perjalanan ke China untuk kemudian melaporkan hal-hal positif tentang China.
Taktik ini mengingatkan pada metode yang dilakukan Beijing di negara kecil di Asia, Nepal, dan menunjukkan tren internasional yang lebih luas yang mencakup berbagai benua, di mana China mensponsori jurnalis untuk mengunjungi negara tersebut sebagai imbalan atas perlakuan istimewa dalam konten berita yang kemudian mereka sebarkan setelah kembali ke negara asal mereka.
Puluhan ribu warga Kenya melakukan perjalanan karena Partai Komunis China menawarkan beasiswa bagi jurnalis pemula dan kesempatan bagi kaum muda untuk melakukan perjalanan panjang ke China, yang rincian dan isinya masih belum jelas.
Orang-orang merasa bahwa China sangat aman dan juga lebih murah dibandingkan negara-negara Barat, dan selama percakapan politik dihindari, maka kehidupan di sana akan baik-baik saja.
Orang-orang dibuat percaya bahwa niat PKC dalam melakukan aktivitasnya di Kenya adalah untuk melawan pandangan negatif terhadap China seperti yang diterapkan oleh Amerika Serikat, misalnya. China hanya ingin memerangi hal ini dan berbagi cerita dari sudut pandang mereka.
Tujuan China hanyalah membuat masyarakat memahami apa yang terjadi, bukan untuk mempengaruhi. Karena sebagian besar jurnalis Kenya merupakan lulusan Barat, China hanya ingin menyampaikan pendapatnya dalam menceritakan kisah global dengan menggunakan kacamata China.
Ada juga biro besar Xinhua, yang kemunculannya diselimuti detail tersembunyi. Baru-baru ini, pusat kebudayaan Tionghoa yang menyebarkan nilai-nilai Tionghoa telah menjadi ciri kuat universitas lokal di Kenya, termasuk Institut Konfusius Universitas Nairobi. Banyak warga Kenya di birokrasi yang belajar bahasa Mandarin karena ini adalah bahasa yang populer untuk dipelajari saat ini untuk kemajuan.
Pecinan telah bermunculan di seluruh Afrika selama dua dekade terakhir. Salah satu anekdot yang menarik adalah bahwa orang Tionghoa datang ke desa-desa di Kenya dengan truk penuh mesin slot yang mereka siapkan dan kumpulkan pada malam hari. Praktik ini dilarang di Kenya kecuali di kasino berlisensi, dan dengan demikian cerita ini menunjukkan tingkat penetrasi yang berhasil dicapai oleh orang China di Kenya.
China juga diam-diam berinvestasi dalam infrastruktur teknologi di daerah pedesaan Kenya selama dua puluh tahun terakhir. Set-top box Chinese Star Times, berkembang biak di daerah pedesaan karena harganya yang murah dan terjangkau bagi kebanyakan orang.
Ada banyak sekali iklan dan toko Star Times di daerah pedesaan Kenya selama perjalanan antara Diani, Mombasa, dan Taman Nasional Tsavo. Idenya adalah PKC ingin budaya China menyebar ke semua rumah di Kenya; saluran yang dimuat di kotak termasuk CGTN dan bahkan konten budaya China seperti film kung fu. Akhir-akhir ini China juga membuat lebih banyak film yang berlatar di Afrika.
China juga terlibat dalam Lamu, yang berada di pantai utara Kenya. Di sinilah tempat penjelajah legendaris China, Zheng He, mendarat di Afrika berabad-abad yang lalu. Tim arkeologi China telah terlibat dalam penggalian dan penggalian di kawasan ini selama bertahun-tahun.
Pemerintah China bahkan berusaha mengidentifikasi keturunan lokal Zheng dari Lamu, mengajari mereka bahasa Mandarin, memberi mereka nama Tionghoa, dan membawa mereka ke China sebagai bagian dari apa yang bisa disebut sebagai tur dan latihan propaganda raksasa.
PKC bahkan melakukan pengujian genetik terhadap keturunan tersebut, yang hasilnya tidak pernah dipublikasikan. Ini semua adalah bagian dari tren yang lebih luas di mana Partai Komunis China secara aktif terlibat dalam proyek-proyek arkeologi di seluruh dunia untuk meningkatkan narasi mereka mengenai China sebagai pusat dari Jalur Sutra baru dan menyoroti hubungan historis antara Beijing dan mitra investasi potensial.
Ketidaktertarikan China terhadap demokrasi juga menyebabkan prinsip-prinsip PKC mempengaruhi metode pemerintahan di Afrika. Gagasan yang dipromosikan China di Kenya dan benua ini adalah bahwa demokrasi tidak sama dengan kesuksesan. Partai Komunis China mengatakan bahwa mereka mengedepankan stabilitas, dibandingkan secara terang-terangan menentang demokrasi itu sendiri; sebaliknya, China lebih menyukai pertumbuhan dan kemakmuran bagi semua orang, seperti yang sering dikatakan oleh Beijing.
Narasi China juga menyatakan bahwa kepemimpinan bukanlah sebuah kontes popularitas dan bahwa sistem yang tidak efisien pada akhirnya menghasilkan badut seperti Donald Trump. Ide-ide ini secara aktif disebarkan di lembaga-lembaga seperti sekolah partai yang disponsori PKC di Tanzania.
Sasaran sekolah ini adalah elit politik yang berkuasa di Tanzania, dan keberadaan sekolah tersebut terkait dengan sejarah gerakan pembebasan Tanzania dan peran China di dalamnya.
Kekhawatirannya adalah bahwa aliran-aliran ini mempromosikan pemerintahan satu partai dengan gaya Partai Komunis China itu sendiri, dan mendorong narasi bahwa pembangunan ekonomi memerlukan satu partai yang kuat dan bahwa demokrasi bisa terjadi kemudian, jika memang ada. Penolakan China terhadap demokrasi merupakan sebuah pernyataan yang sangat kuat jika dilontarkan di tengah meningkatnya tren kudeta di Afrika Barat.
Fakta bahwa pemimpin kudeta lebih disukai daripada pemimpin demokrasi semu adalah hal yang mengkhawatirkan dan merupakan pernyataan penting mengenai hasil proses demokrasi, dan tampaknya memberikan bukti terhadap klaim China.
Masyarakat Afrika bertanya-tanya apakah lembaga-lembaga demokrasi benar-benar memberikan hasil yang demokratis, dan apakah para pemimpin mereka benar-benar mewakili kepentingan warga negaranya.
Pemerintah Kenya harus khawatir bahwa tingginya pengaruh China dapat mengikis transparansi di Kenya dan negara-negara tetangga di Afrika dan dengan demikian membuka jalan bagi otoriterisme jangka panjang.
Baca artikel Trending menarik lainnya di tautan ini.