Soal Perbedaan Awal Ramadhan 1445 H, Begini Kata Gus Baha untuk Menyikapinya

KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Dalam puasa Ramadhan 1445 Hijriyah atau 2024 Masehi, ada potensi perbedaan penentuan awal puasa lantaran ada dua metode penentuan awal Ramadhan ini. Tapi, di masyarakat sendiri, perbedaan cara perhitungan itu masih sering menjadi perdebatan. 

Baru-baru ini, ulama kharismatik KH Ahmad Bahauddin atau yang akrab disapa Gus Baha menyebut bahwa kedua metode tersebut, baik hisab maupun rukyat ada di dalam Al Quran. Muhammadiyah sendiri telah menentukan awal Ramadhan jatuh pada Senin, 11 Maret 2024. 

Sementara itu, pemerintah sendiri baru akan melaksanakan awal puasa Ramadhan melalui sidang isbat yang dilakukan oleh Kementerian Agama RI pada 10 Maret 2024. Gus Baha menyayangkan bahwa perbedaan penentuan awal Ramadhan ini masih diperdebatkan. 

KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha

Photo :
  • Istimewa

"Kita terkadang menurut pada hukum, tapi tidak pada ilmu. Juga sebaliknya, mengikuti ilmu tapi tidak patut pada hukum," kata Gus Baha seperti dikutip dari tayangan di kanal YouTube Gus Baha pada Kamis, 7 Maret 2024. 

"Saya tuh menyesal betul kalau perisbatan 1 Ramadan, yang satu percaya rukyat, satu lagi percaya hisab. Nah, sebenarnya enggak begitu. Di Ianatut Tholibin Syarah Fathul Mu'in itu biasa," terang Gus Baha. 

Ia juga menyebut bahwa Nabi Muhammad SAW biasanya memakai rukyat hilal saat menentukan awal Ramadhan. Namun, bagi yang menggunakan metode hisab juga tidak dipermasalahkan. Sekali lagi, ia menegaskan bahwa keduanya dijelaskan dalam Al Quran. 

"Ketika Kemenag memutuskan 1 Ramadan jatuh pada hari tertentu, maka itu keputusan negara, bahwa 1 Ramadan pada hari tersebut," jelas Gus Baha.

KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha

Photo :
  • Nu Online

Seperti yang terjadi di Indonesia, kata Gus Baha, saat bulan sudah melewati ufuk baru satu derajat lalu ada ulama yang mengatakan ini sudah ganti tanggal karena sudah melewati baris ufuk. 

"Berartikan sudah beda pasal. Sehingga ada yang mengatakan bahwa 1 derajat pun sudah dihitung sudah masuk bulan baru," ujar Gus Baha.

Lebih lanjut, ia melanjutkan soal hukum tersebut berkaitan dengan penglihatan apabila belum bisa dilihat hukumnya bagaimana. 

"Itu menjadi perdebatan ulama sejak dulu, dan itu tidak apa-apa. Sehingga ketika kita mengatakan misalnya hari raya Idul Fitri jatuh pada hari Selasa karena Indonesia sendiri mandiri atau Islam nusantara sungguhan," jelasnya.