Kejanggalan Dalam Kasus Kopi Sianida Jessica Wongso: Jenazah Wayan Mirna Salihin Tak Diautopsi

Wayan Mirna Salihin
Sumber :
  • Facebook

VIVA Nasional β€“ Baru ini, layanan streaming Netflix merilis sebuah dokumenter yang menceritakan tentang salah satu kasus terkenal di Indonesia, yaitu kopi sianida yang membunuh seorang wanita bernama Wayan Mirna Salihin pada 6 Januari 2016. 

Kejadiannya cukup menghebohkan dan terjadi di mall Grand Indonesia, tepatnya di salah satu coffee shop bernama Olivier Cafe.

Diketahui, Mirna meminum es kopi Vietnam dan sebelum ia kejang-kejang, ia sempat mengeluhkan rasa kopi tersebut dengan mengatakan β€˜it’s awful’ kepada kedua sahabatnya, Hanie Juwita Boon dan Jessica Kumala Wongso

Jessica Kumala Wongso mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Pusat

Photo :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Sang tersangka adalah sahabat korban, yaitu Jessica Kumala Wongso dan mendapat dakwaan selama 20 tahun penjara. 

Banyak hal-hal janggal yang membuat warga Indonesia tertarik dengan kasus ini, dan salah satunya adalah jenazah Mirna Salihin yang tak pernah diautopsi.

Hal ini disampaikan langsung oleh dokter forensik yang bertanggung jawab di pengadilan dari Rumah Sakit Sukanto Mabes Polri, dr Slamet Purnomo.

"Autopsi (Mirna) tidak dilakukan," kata Slamet dalam kesaksiannya saat hadir di persidangan di PN Jakarta Pusat.

Slamet mengungkapkan, terdapat beberapa alasan mengapa Mirna tak diotopsi. Salah satunya permintaan dari penyidik polisi dan juga keluarga.

Penyidik, kata Slamet, hanya meminta dilakukan pengambilan dari sampel lambung, empedu, hati dan urine, namun khususnya cairan lambung karena untuk menentukan zat sianida. Selain itu, jenazah Mirna juga sudah dalam kondisi diawetkan dan dirias untuk dimakamkan. 

Sementara itu, kuasa hakim Jessica Kumala Wongso, Otto Hasibuan dalam nota pembelaannya menyatakan bahwa Darmawan Salihin, ayah dari Mirna, menyetujui jika sang anak dilakukan autopsi.

"Kemudian datang Krishna Murti (ketua tim penyelidik? dengan tim menanyakan kenapa ada anak meninggal gak wajar? Mesti ada autopsi ini, kalau gak ada autopsi, no crime. Saya minta ya sudah deh. Cari kebenaran, toh? Ya sudah oke setuju," kata Otto menirukan transkrip Darmawan Salihin saat menjadi saksi persidangan.

Otto menjelaksan, autopsi merupakan kewajiban penyidik, bukan kuasa hukum sebagai pembela. Namun, ia menambahkan jika autopsi tidak dilakukan secara menyeluruh dari otak sampai organ tubuh, tidak adil jika sang klien dinyatakan bersalah.

"Jangan karena kesalahan mereka, Jessica disalahkan. Tidak fair. Kalau tidak dilakukan autopsi, dan Jessica dihukum, seluruh dokter harus demo karena itu bertentangan dengan dogma mereka," kata Otto.

Autopsi mayat memang tertuang dalam Pasal 133 dan Pasal 134 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Jessica Kumala Wongso saat mengikuti rekonstruksi di Kafe Olivier, Grand Indonesia, terkait kasus kematian Wayan Mirna Salihin.

Photo :
  • ANTARA

Pasal 133 berbunyi, untuk kepentingan peradilan menangani korban, penyidik berwenang meminta keterangan ahli. Permintaan tersebut bisa secara tertulis dan menyebutkan pemeriksaan luka, mayat, atau bedah mayat.

Sementara Pasal 134 berbunyi, bila untuk pembuktian, bedah mayat tidak mungkin dihindari, maka penyidik wajib informasikan kepada keluarga dan wajib menerangkan sejelas-jelasnya maksud dan tujuan otopsi. Bila dua kali 24 jam tidak ada tanggapan dari keluarga, maka penyidik segera laksanakan otopsi.