Demi Puaskan Hasrat Seks, Bocah SD Curi Uang Untuk Main Threesome

Ilustrasi seks/bercinta.
Sumber :
  • Freepik/jcomp

VIVA Trending – Seorang Kriminolog Anak dari Universitas Indonesia (UI), Hanifa Hasna berbagi cerita soal pengalamannya saat menangani pasien.

Ia pernah mendapati salah satu kasus seksual yang melibatkan anak di bawah umur. Bukan untuk menakuti, ia berbagi cerita agar dijadikan pengalaman bagi setiap orang tua. Kasus tersebut adalah aktivitas seksual yang melibatkan tiga orang pada waktu yang sama atau threesome.

“Ada yang ekstrim itu, remaja threesome,” kata Hanifa Hasna, dikutip dari IntipSeleb bersumber tayangan YouTube Macan Idealis, Senin, 5 Juni 2023.

Kriminolog

Photo :
  • 1486320

“Horor ini ya, ada seorang anak masih SD tapi dia sudah melakukan hubungan seksual bertiga, dan itu anak perempuan, anak perempuannya yang mau. Waktu itu dia masih kelas empat SD,” lanjutnya.

Kasus ini mulai terungkap setelah orang tua sang anak heran dengan tingkah anaknya yang kerap mencuri uang di rumahnya sendiri.

“Jadi gini, waktu itu ada seorang ibu yang datang mengadukan anaknya, anaknya bermasalah. Anaknya ini suka mencuri, nah ketika anak mencuri itu kan sudah ke arah kriminal. Lalu si ibu itu bilang, anak saya suka mencuri, apa yang harus dilakukan? Saya tanya dulu apa yang ibu sudah lakukan, biar apa yang saya sampaikan gak mubazir,” terang Hanifa.

“Menurut si ibu ini bukan bahaya, karena ini uang orang rumah tapi kalau ini dibiarkan bukan tidak mungkin akan merembet,” bebernya.

Hanifa pun penasaran, untuk apa siswi SD itu mencuri uang. Rupanya uang tersebut digunakan oleh anak SD itu untuk senang-senang bersama temannya main ‘threesome’.

“Saya tanya, uang itu untuk apa, untuk si A si B teman aku. Nah mereka gak minta. Lalu saya tanya, kenapa dikasih? Karena aku mau main sama dia, main bertiga,” cerita Hanifa.

Ilustrasi

Photo :
  • 619829

“Ya, ternyata dia sudah melakukan hubungan seksual, dua wanita satu laki. Dia bayar, karena si anak laki ini sudah mempelajari (cari keuntungan). Kejahatan inikan dipelajari ya,” pungkasnya.

Menurutnya, anak perempuan itu awalnya adalah korban. Namun lambat laun ia malah jadi pelaku. Hal ini karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama adalah lingkungan.

“Jadi ternyata si anak perempuan ini awalnya korban yang berakhir jadi pelaku. Dia sudah merasakan, buktinya dia menikmati itu semua. Jadi ketika diinterview lanjutan, kok bisa ya padahal orang tuanya orang tua terpelajar,” kata Hanifa.

“Mereka tinggal di daerah yang tidak ada norma. Biasanya di kampung yang rumahnya berdekatan sekali. Sehingga terbiasa mendengar tetangga mengeluarkan kata-kata kasar, mendengar tetangga berantem, itu biasa. Itu daerah anomi. Nah itu kan potret masyarakat kita,” jelasnya.