Skandal Olahraga, Sang Penguasa Piala Thomas tanpa Bendera
- Situs resmi BWF
VIVA – Masih teringat jelas smes menyilang Jonatan Christie yang tak mampu dibendung tunggal putra China Li Shi Feng.
Ketegangan seketika berubah menjadi euforia, piala itu pulang setelah 19 tahun lamanya di pangkuan lawan.
Indonesia baru saja memastikan diri sebagai juara di Piala Thomas 2020 usai menghancurkan sang juara bertahan China.
Jonathan Christie menjadi penentu kemenangan atas Li Shi Feng, Dia menutup laga melelahkan dengan skor 21-14, 18-21, dan 21-14 di Ceres Arena, Aarhus, Denmark, Minggu 17 Oktober 2021.
Dua laga sebelumnya sudah dimenangkan. Anthony Sinisuka Ginting mengalahkan Lu Guang Zu 18-21, 21-14, dan 21-16. Kemudian, Fajar Alfian/M. Rian Ardianto mempecundangi pasangan dadakan China He Ji Ting/Tan Qiang 21-12 dan 21-19.
Gelar ini menjadi yang ke-14 untuk Indonesia sejak kejuaraan bulutangkis beregu putra-putri itu dihelat pada 1949. Angka itu sekaligus menjadikan Indonesia sang penguasa bulutangkis dunia, karena tak ada yang lebih sering memenangkannya. Cuma China yang mendekati perolehan Indonesia dengan 10 gelar.
Tapi masalahnya, Indonesia baru bisa kembali menorehkan catatan manis di Piala Thomas setelah 19 tahun berjuang. Sebelum ini, Indonesia terakhir kali menjadi juara pada 2012 di Guangzhou.
Penantian panjang itu pun akhirnya terbayarkan. Ucapan selamat kemudian mengalir deras dari berbagai kalangan. Presiden, menteri, pengusaha, politisi, sesama pemain, hingga fans bulutangkis. Tapi, ada noda yang merusak eurofia. Sang penguasa Piala Thomas tak bisa mengibarkan bendera Merah Putih di Tanah Denmark.
Saat para pahlawan olahraga Indonesia naik podium, bendera Merah Putih malah digantikan dengan logo Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
Ini bukan salah tuan rumah Denmark, apalagi BWF. Momen miris ini terjadi karena ulah bangsa sendiri. yang kemudian mengkambing hitamkan COVID-19.
Indonesia tak bisa mengibarkan bendera Merah Putih ketika juara Piala Thomas lantaran mendapatkan sanksi dari WADA atau Badan Antidoping Dunia.
WADA menilai Indonesia tidak mematuhi prosedur antidoping dalam hal ini adalah program test doping plan (TDP).
Dampak dari sanksi tersebut adalah dilarangnya bendera Merah Putih berkibar di ajang internasional. Selain itu, hukuman WADA juga membuat Indonesia tak bisa menjadi tuan rumah event olahraga.
Menpora Zainudin Amali mengungkapkan hukuman WADA tersebut muncul sebab Indonesia tidak bisa memenuhi sampel uji doping 2020 dan 2021. Hal itu tak lepas dari terhentinya kegiatan olahraga di Indonesia karena pandemi COVID-19.
"Benar bahwa kami mendapat surat dari WADA (pada bulan September) dan dianggap tidak patuh. Namun, sesuai apa yang sudah disampaikan WADA dalam suratnya, kami punya waktu untuk mengklarifikasi. Jadi tenggat waktunya kira-kira 21 hari," kata Menpora Amali pada 8 Oktober 2021.
"Kami gerak cepat. Kami langsung koordinasi dengan LADI untuk menanyakan di mana posisi kami sampai dikatakan tidak patuh. Ternyata ini lebih kepada pengiriman sampel. Jadi non-comply (tidak patuh) karena pengiriman sampel kami," sambungnya.
Menpora Sempat Tegaskan Tak Akan Kena Sanksi
Pada Minggu, 10 Oktober 2021, Menpora Amali menyebut sudah berkoordinasi LADI untuk mengklarifikasi. Dalam rilisnya, Menpora mengklaim repons cepatnya mendapatkan tanggapan positif. WADA memahami kondisi dan situasi Indonesia terkait anti-doping pada tahun 2020-2021 ini.
Menpora juga memastikan, kekhawatiran bahwa tidak bisa menjadi tuan rumah even internasional dan tidak boleh memakai nama Indonesia pada gelaran internasional juga tidak akan terjadi. WADA akan menunggu sampel PON Papua guna memenuhi TDP (Tes Doping Plan) 2021.
"Setelah kami menyampaikan surat pada tanggal 8 Oktober kemarin kemudian WADA sudah merespon bahwa mereka memahami apa yang terjadi di Indonesia, situasi di Indonesia, dan kemudian mereka berharap dari PON ini sampel-sampel kita sesuai TDP kita tahun 2021," kata Amali.
"Jadi ingin saya tegaskan disini mengenai yang tidak boleh menyelenggarakan kegiatan internasional, kita dilarang menggunakan nama Indonesia atau Lagu Indonesia Raya, Merah Putih, dan lain sebagainya itu sudah klir ya. Dengan pernyataan dari WADA bahwa mereka apresiasi dan menunggu hasil sampel dari Pekan Olahraga Nasional," tambahnya.
Lebih lanjut, Menpora menyebut, masyarakat pecinta olahraga, termasuk para penanti Moto GP Mandalika tidak perlu takut lagi, dengan respon WADA yang baik dan solutif diyakini even internasional tetap berjalan, Indonesi tetap bisa menjadi tuan rumah.
"Itu sudah pasti tidak (tentang kekhawatiran Moto GP Mandalika tidak jadi digelar), dengan respon WADA terhadap surat kami mereka memahami situasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2020 dan mereka berharap PON ini berlangsung dengan baik dan sampel-sampel tes doping pada PON ini bisa memenuhi perencanaan TDP 2021 kita berarti tidak ada larangan dan lain sebagainya," tegasnya.
Hingga pada akhirnya, Sang Merah Putih pun benar-benar tidak bisa berkibar. Kekhawatiran itu terjadi dan membuat perayaan juara kurang sempurna.
Perihal ini, Menpora menyayangkan keputusan BWF yang mengambil keputusan sendiri tanpa berkoordinasi. Menurut Amali, sanksi yang diberikan WADA tidak seharusnya langsung diterapkan karena masih dalam masa klarifikasi.
"BWF mengambil keputusan sendiri, dia langsung menerapkan sanksi itu padahal masih masa klarifikasi," kata Menpora.
Kritik Pedas Taufik Hidayat
Kejadian yang menimpa tim bulutangkis Indonesia di Piala Thomas ini pun mendapat kritik dari berbagai pihak. Netizen juga bersuara dari berbagai platform media sosial.
Satu yang paling keras datang dari mantan pebulutangkis tunggal putra Indonesia, Taufik Hidayat. Dia mengritik Pemerintah Indonesia, khusunya Menteri pemuda dan olahraga (Menpora) tentang masalah ini.
Pedas, Taufik Hidayat yang juga pernah membawa Indonesia meraih gelar Piala Thomas pada 2000 dan 2002 itu menyebut Menpora KOI dan KOI membuat malu Indonesia.
"Selamat Piala Thomas kembali ke Indonesia. Terima kasih atas kerja kerasnya team Bulutangkis indonesia. Tapi ada yang aneh bendera merah putih gak ada? Di ganti dengan bendera PBSI," tulis Taufik di media sosial miliknya.
"Ada apa dengan LADI dan pemerintah kita? Khususnya Menpora KONI dan KOI? Kerjamu selama ini ngapain aja? Bikin malu negara indonesia aja," tegasnya.
Taufik juga menyindir keinginan Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade dan Piala Dunia. Padahal, mengurus masalah penegakan standar antidoping saja tidak mampu,
"Jangan ngarep jadi Tuan rumah Olympic atau Piala Dunia. Urusan kecil saja gak bisa beres. Kacau dunia olahraga ini," tegasya,
Bentuk Tim Investigasi
Untuk mengatasi hal ini agar tidak berlarut-larut, Menpora membentuk Tim Akselerasi dan Investigasi yang diketuai Ketua NOC Indonesia Raja Sapta Oktohari.
Menpora berharap dampak-dampak lain seperti tidak biasanya menjadi tuan rumah even olahraga internasional dapat dihindari.
"Kita menunggu kerja cepat tim, besok Pak Okto akan ke Eropa ada agenda NOC sekaligus akan menemui IOC untuk menjelaskan semua itu. Jadi kita tunggu, tim juga akan memetakan agar kita jelas mana even yang kena dampak larangan, tidak semua dipukul rata," ucapnya.
LADI Minta Maaf
LADI juga langsung merespons dengan menyampaikan permintaan maaf karena adanya sanksi WADA membuat Indonesia tidak bisa mengibarkan bendera Merah Putih saat Indonesia juara Piala Thomas.
“Kami meminta maaf kepada Presiden RI Joko Widodo, masyarakat Indonesia, dan stakeholder olahraga Indonesia," kata Sekretaris LADI Dessy Rosmelita
"Kami akan berkordinasi dengan Pak Okto agar hal-hal spesifik yang sempat dibahas dalam rapat tadi bisa ditindaklanjuti sehingga mempercepat langkah-langkah pembebasan saksi sanksi dan menjadi patuh terhadap aturan WADA,” ucapnya.