PON 2016, Keberhasilan Tuan Rumah dan Tekad Provinsi Debutan
- ANTARA FOTO/Zabur Karuru
VIVA.co.id – Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX/2016 Jawa Barat telah usai. Tuan rumah akhirnya sukses mewujudkan targetnya, yakni Jabar Kahiji. Proses jangka panjang mesti ditempuh oleh mereka untuk mendapatkan hasil saat ini.
Total sebanyak 531 medali mereka raup. Dengan rincian 271 medali emas, 157 perak, dan 157 perunggu. Jabar sukses mengungguli Jawa Timur yang berada di peringkat kedua dengan torehan, 132 medali emas, 138 perak, dan 134 perunggu.
Bukan hanya Jabar selaku tuan rumah yang memang terbukti sukses dengan raihan juara umum. Bagi kontingen Kalimantan Utara, PON 2016 ini menjadi debut mereka tampil di ajang olahraga paling bergengsi di Tanah Air.
Sebagai provinsi yang baru dibentuk sejak 2012 silam. Kaltara mencoba unjuk gigi di dunia olahraga. Dalam masa persiapan, berbagai masalah harus mereka hadapi.
Yang paling nyata ialah minimnya fasilitas infrastruktur untuk menggembleng atlet mereka. Akan tetapi, bagi provinsi yang berbatasan langsung dengan Malaysia itu, segala masalah yang ada tak membuat mereka berdiam diri.
Berbagai cara mereka tempuh untuk melakukan persiapan jelang PON 2016. Hasilnya pun tak terlalu mengecewakan, mereka berada di posisi ke-27 dengan raihan 3 medali emas, dan 3 perunggu.
Untuk mengetahui lebih dalam, kami melakukan wawancara secara terpisah dengan ketua kontingen PON Jabar, Mayjen TNI Hadi Prasojo dan Sekretaris KONI Kaltara, Wiyono Adie. Berikut petikan wawancaranya.
Ketua kontingen PON Jawa Barat, Mayjen TNI Hadi Prasojo
Jabar akhirnya berhasil menjadi juara umum PON 2016, bagaimana tanggapan anda?
Saya terima kasih untuk masyarakat Jawa Barat yang telah dengan tulus dan ikhlas memberi dukungan sehingga anak-anak (atlet) berbuat semaksimal mungkin untuk kejayaan Jawa Barat.
Apa yang menjadi kunci utama dalam proses persiapan menuju PON 2016?
Kita mengirim banyak atlet untuk dilatih di luar negeri, seperti gulat kami kirim ke Korea Selatan selama 2 sampai 3 bulan. Itulah perjuangan Jabar dalam mempersiapkan atletnya menuju PON.
Adakah target raihan yang meleset atau malah mengejutkan?
Banyak. Rata-rata atlet yang kami kirim berlatih ke luar negeri itu yang memang harusnya jadi lumbung DKI justru kita ambil. Karena memang anak-anak kita beri persiapan ke luar negeri.
Banyak yang tidak memprediksi bahwa latihan kita ke luar negeri dianggap biasa saja. Tetapi hasilnya justru mereka membuat kejutan dengan tampil baik.
Sebagai ketua kontingen, ke depan harapan anda untuk para atlet Jabar saat ini apa?
Ke depan harus kita bandingkan oleh atlet yang berhasil juara dunia. Apa kekurangan dan kelebihannya. Sehingga generasi penerus nanti bisa memberi contoh, atlet juara judo itu seperti apa.
Hal-hal positif seperti itulah yang harus lebih banyak diungkap ke media massa, bahwa untuk menjadi juara seperti Triadi (atlet renang Jabar) perjuangannya sejak kecil sampai sekarang bisa merebut 8 medali emas.
Lalu nanti kita bandingkan dengan atlet yang berada di luar negeri, kalau ternyata selisihnya masih jauh, nantinya dipersiapkan pembinaan-pembinaan yang lebih intensif lagi, supaya kita bisa bersaing ke sana.
Kita tidak boleh puas hanya dengan apa yang bisa diraih saat ini. Sehingga nantinya bisa dipetik oleh generasi muda Indonesia, bahwa ke depan harus seperti itu. Uang negara yang sudah dianggarkan untuk olahraga harus benar-benar bermanfaat untuk generasi muda.
Anggaran untuk persiapan atlet seperti itu seberapa besar?
Saya tidak tahu itu. Semuanya sudah dianggarkan dari KONI (Jawa Barat). Program sudah ada, sehingga uang negara yang sudah dihabiskan sebanyak ini mudah-mudahan bisa bermanfaat bagi perkembangan olahraga.
Apa yang mesti dilakukan agar regenerasi atlet Jabar berjalan dengan baik?
Sekolah atlet yang di Arcamanik harus jadi dan digerakan secepatnya. Karena cabang olahraga unggulan Jawa Barat itu banyak, mulai dari bulutangkis kita punya atlet dunia.
Kalau sekolah di Arcamanik itu selesai, kita akan dapatkan jauh lebih banyak lagi atlet asal Jawa Barat yang bisa berprestasi pada level dunia.
Banyak berita miring terkait PON 2016 di mana Jabar menjadi tuan rumah. Apakah itu mempengaruhi kondisi psikologis atlet?
Tidaklah. Contohnya renang, itu ada hasil yang selisihnya sampai 0,2 detik. Mau suporternya seperti apa pun, tidak akan bisa dikalahkan. Lalu kita mengerahkan suporter sebanyak mungkin, tidak akan bisa mengubah hasil.
Tapi, kalau sekarang kita dapat medali banyak, dan akhirnya banyak pihak yang iri itu wajar dan manusiawi. Karena mereka tidak memprediksi akan seperti ini. DKI itu lumbungnya sebetulnya banyak, tetapi karena mungkin mereka terlena dan tidak memprediksi.
Kalau atlet Jawa Barat kita sekolahkan ke luar negeri, termasuk atlet-atlet juara dunia judo kami datangkan langsung ke sini, seperti dari Jepang dan Korea Selatan. Orang tidak memprediksi bahwa kita belajarnya ke juara dunia.
Ada anggapan suporter menekan mental lawan, termasuk aparat keamanan yang menjadi suporter?
Tidak ada. Suporter tidak berpengaruh. Tadi saya kasih contoh, renang dan lari kalau sudah selisih 0,2 atau 0,1 detik kan tidak bisa berubah. Mereka hanya jadi penyemangat. Saya justru berterima kasih kepada masyarakat Jawa Barat yang telah mau memberi dukungan.
Tapi, atlet tentu bisa terganggu dengan anggapan kalau mereka menang karena bantuan wasit atau juri?
Ini yang menjadi pekerjaan kita, jadi jangan nanti rang di luar negeri menganggap pekerjaan kita orang Indonesia itu jelek. Tidak boleh kita menjelekan negara kita sendiri. Right or wrong its my country. Itu harus dong.
Kita ini sekarang diliput dunia luar, jangan ada masalah kecil di sini lalu dibesar-besarkan nantinya malah kemunculan prestasi-prestasi di sini kita benamkan.
Sebagai ketua kontingen, bagaimana respons anda mengenai banyaknya tudingan miring?
Kalau saya inginnya berpikir positif. Justru Jawa Barat banyak mengalah. Misalnya di karate, atlet kita ada yang tidak boleh tanding ya tidak apa-apa. Untuk panjat tebing, kita juga mengalah daripada bikin ribut.
Kita tuan rumah itu pasti (lapang dada). Manusiawilah semua yang terjadi di pertandingan.
Sekretaris KONI Kalimantan Utara, Wiyono Adie
Ini keikutsertaan pertama kali Kaltara. Menurut anda bagaimana hasilnya?
Kita harus akui ini adalah suatu prestasi yang luar biasa. Kalimantan Utara baru 4 tahun berjalan sebagai daerah otonomi baru, kemudian definitif Gubernurnya pun belum setahun.
Berbicara infrastruktur kita serba keterbatasan. Jangan bicara tentang persiapan PON dalam arti luas seperti daerah-daerah lain, kepentingan yang sifatnya wajib, seperti fasilitas pemerintah pun kita masih harus menumpang, mengontrak, dan sebagainya.
Kita bicara filosofi dari bawah, itu yang pertama. Dengan kondisi ini maka segala sesuatunya serba harus perhitungan dan sangat terbatas.
Kedua, bicara sumber daya manusia, jelas Kaltara jauh dengan daerah lain. 4 kabupaten dan 1 kota, dengan karateristik daerah yang sulit juga itu memberikan suatu kontribusi gambaran betapa sulitnya daerah itu dari mulai infrastruktur, keuangan, pemerintahan.
Dan untuk konteks PON 2016 ini, menjadi suatu yang luar biasa, meski pun awalnya kita memprediksi akan meraih 9 medali emas, 9 perak, dan 22 perunggu.
Target awal untuk PON 2016 itu?
Dengan perhitungan mendapatkan 40 medali, maka kita akan berada di kisaran posisi 20. Makanya komitmen kami adalah komitmen bersama untuk meraih prestasi di 20 besar PON 2016.
Itu sudah kita dengungkan sejak awal, termasuk ketika Pra PON dan seterusnya. Itu dari konsep, tetapi dalam implementasinya fakta itu bisa terbaca ketika kita melaksanakan Pra PON, Kejurnas, dan turnamen internasional.
Dari Pra PON, dari 33 cabor yang kita ikuti, sudah bisa lolos 27 itu sudah luar biasa. Kemudian cabor eksebisi dari 12 kita bisa ikut 5. Artinya dengan meraih medali di cabor tanding 3 emas kemudian 3 perunggu kemudian ada di posisi ke-27 itu sebuah prestasi dibanding provinsi lainnya yang sudah ada lebih lama dari kita.
Dalam konteks desain kita, ternyata peraih medali ini memang sesuai dengan kajian analisa SWOT kita. Renang yang berkiprah sampai ke Australia, kemudian juga taekwondo.
Sedangkan cabor lainnya yang belum dapat meraih prestasi itu bukan karena masalah kemampuan individual, tetapi ada faktor non teknis. Contoh seperti panjat tebing, ini atlet yang sudah pernah dapat emas di PON Kalimantan Timur, kemudian juga juara Asia, tetapi fakta di lapangan kami lihat persis kondisi alam di sini sangat berbeda.
Pada saat pertandingan banyak atlet yang terpleset karena embun. Demikian juga yang terjadi di cabor-cabor lainnya. Bagi saya ini menggambarkan Kaltara memiliki potensi atlet yang luar biasa.
Masih ada atlet potensial Kaltara yang membela daerah lain?
Tidak usah berbicara tentang atlet kita yang membela daerah lain. Kita punya atlet itu banyak di daerah lain yang bisa menyumbangkan medali emas. Tidak usah disebutkan, karena kita berada dalam satu sistem.
Apalagi ketika kita berbicara tentang kebutuhan nasional, maka siapapun dia yang bisa berbuat di daerah itu harus kita apresiasi.
Untuk PON 2020, apa langkah persiapan Kaltara?
Dari PON 2016 ini kami sudah punya gambaran jangka panjang menuju 2020 di Papua. Pertama yang kami lakukan adalah maping dengan pola apa cabor unggulan, andalan, dan harapan. Cabor andalan kita ambil referensinya dari PON 2016 ini termasuk nanti 3-4 tahun ke depannya ada kejuaraan apa.
Dan itu harus cabor yang punya potensi, dalam arti mereka dapat medali emas atau perak. Kami sudah bisa menggambarkan 2020 nanti kekuatan cabornya. Dari 5 cabor yang kita ikutkan eksebisi, itu menghasilkan 4 emas dan 16 perunggu.
Apa saja cabor kategori andalan Kaltara?
Renang, taekwondo, wushu, tennis. Kemudian di cabor eksebisi arung jeram, barongsai, muaythai, dan yongmoodo.
Dan untuk arung jeram kami punya niat luar biasa, karena karateristik daerah kita itu memang punya potensi wilayah yang tidak perlu kami siapkan secara khusus.
Misi kami selain jadi cabor andalan, arung jeram akan kami lakukan sebagai sarana wisata. Jadi ada multiplayer effect yang akan kita lakukan. Karena memang misinya juga untuk mengemban masalah lingkungan hidup.
Untuk program cabor kategori andalan itu bagaimana persiapannya?
Kita mapping-nya, selain program khusus di daerah atau ke luar tergantung seberapa besar dana yang tersedia, diberikan oleh Pemerintah provinsi kepada kita.
Untuk cabor unggulan sifatnya kondisional. Ketika masuk dalam program pembinaan, mereka bisa konsisten maka akan kita angkat menjadi kategori andalan.
Demikian pula dengan yang kategori andalan, jika dalam proses, progresnya tidak bagus maka dia akan kami berlakukan degradasi. Jadi ada fomula promosi-degradasi.
Tetapi itu tidak bisa kita lakukan dalam waktu 1 atau 2 tahun. Perlu waktu sekitar 4 tahun, karena itu adalah sebuah sistem.
Cabor andalan, adakah insfrastruktur di daerah yang benar-benar menjadi perlu sekali diadakan?
Kita harus berpikir secara general, bagaimana mungkin pemerintah memfasilitasi sarana dan prasarana sementara sarana dan prasarana wajib yang harus dilakukan pemerintah sendiri masih terbatas.
Kita harusnya menyesuaikan diri dengan kemampuan pemprov. Tetapi itu bukan berarti kita tidak berbuat, ada beberapa alternatif yang kami lakukan.
Contoh, taekwondo dan panjat tebing itu fasilitasnya cukup lumayan di Nunukan. Dan untuk cabor lain, kami punya fasilitas di Malinau dan Tarakan, tetapi itu tidak memenuhi persyaratan.
Makanya kami tetap kirim atlet ke Jakarta atau luar negeri. Kita tidak perlu ketergantungan dengan apa yang ada. Kita harus berani improvisasi. Kalau memang di daerah tidak bisa, kenapa tidak kita kirim ke luar.
Pemetaan sementara, untuk di PON 2020 berani pasang target di posisi ke berapa?
Kami berani di (posisi) 15. Dengan kondisi seperti ini. Atlet kami masih potensial. Untuk renang, atlet kami masih berusia 15 tahun dan memecahkan rekor nasional, termasuk rekor PON. 4 tahun ke depan dia masih 19 tahun, dan semakin dewasa dengan pengalaman luar biasa.
Tidak tertutup kemungkinan bukan itu saja, cabor lain, taekwondo masih muda dan berhasil masuk pelatnas. Bahkan kami ada menyisipkan atlet junior berusia 14 tahun di PON 2016 ini.
Ini adalah perencanaan kita, karena atletnya akan kita persiapkan untuk PON remaja. Maka pada 2020 usianya masih di bawah 20 tahun. Inilah konsep yang kami bangun, meski tidak seluruh cabor, tetapi ada yang sifatnya spesifik dan punya potensi.
Kita punya tim sports science yang bekerja berdasarkan analisis SWOT. Kita temukan data, kemudian kita kaji. Dari analisa SWOT akan nampak, selain potensi yang bersangkutan, kita juga melihat kekuatan orang lain. Dari sana menjadi sports intelligence.
Tim sports intelligence akan bergerak memantau venue PON 2020?
Tentu saja. Dan di Papua nanti mungkin kami akan ada skala prioritas, yang kira-kira cabor tidak bisa berkompetisi, maka tidak akan kita ikutkan. Kita akan bicara kecil, tetapi berkualitas.