Kisah Haru Atlet Olimpiade Nyaris Mati Menolong Pengungsi

Perenang kontingen pengungsi, Yusra Mardini, di Olimpiade 2016
Sumber :
  • REUTERS/Michael Dalder
VIVA.co.id - Tahun lalu, Yusra Mardini harus berenang untuk menyelamatkan diri saat kapal yang ia tumpangi menuju Eropa tenggelam. Bulan ini, ia punya kesempatan tampil di Olimpiade 2016.

Yusra masuk kontingen pengungsi pertama di Olimpiade. Tidak seperti atlet profesional lain, ia harus melewati berbagai rintangan berat dalam hidupnya.

Ia dan adik perempuannya yang bernama Sara harus loncat dari kapal yang ditumpangi saat melintasi laut Mediterrania menuju Yunani karena kelebihan kapasitas dan nyaris tenggelam.

Bersama pengungsi lainnya, Yusra harus berenang dan menarik kapal tersebut selama tiga jam di tengah air laut yang membeku. Tapi, usaha itu berbuah manis karena 19 nyawa berhasil selamat.

"Saat saya ada di dalam air, yang ada hanya ketakutan. Anda tidak tahu apakah akan hidup atau mati," ujar gadis 18 tahun itu dalam wawancara yang dirilis oleh Organisasi Migrasi Internasional (IOM).

Yusra, yang akan tampil di nomor 100 meter gaya bebas, bersama 10 atlet lain di kontingen pengungsi akan berjalan di belakang bendera Olimpiade pada upacara pembukaan pada Jumat, 5 Agustus 2016 atau Sabtu WIB, di Brasil.

"Saat saya berenang demi nyawa saya, saya tak pernah menyangka kalau sekarang saya akan berada di sini," ucapnya seraya tak percaya.

Kedua kakak beradik itu sekarang tinggal di Jerman. Mereka memutuskan untuk meninggalkan ibukota Damaskus, satu tahun lalu, menuju Turki, setelah perang saudara pecah. Bersama 20 pengungsi lainnya, mereka pun naik ke sebuah kapal yang kapasitasnya diisi tiga kali lipat dari jumlah penumpang seharusnya.

"Sebelum Anda masuk ke kapal, orang-orang mengatakan Anda akan mati. Jadi hal pertama yang Anda pikirkan saat naik kapal adalah kematian. Anda tidak memikirkan hal yang lain," cerita Yusra.

Kisah Heroik nan Haru Sang Olimpian

***

Ratusan pengungsi meninggal dunia dalam upaya melintasi laut Mediterrania dari Turki untuk sampai ke Eropa. Karena itu, Yusra mengingatkan saudaranya untuk menyelamatkan diri sendiri kalau-kalau kapal sampai terbalik.

Tetapi, saat mesin mati dan kapal mulai terisi oleh air, keduanya sadar kalau mereka tak boleh mengecewakan yang lain.

"Kami harus mengurangi beban di kapal dan tak ada orang di belakang kami yang bisa berenang. Saat saya masuk ke air, seluruh badan saya bergetar, seperti halnya sebelum kompetisi," kata Sara, yang gantian bercerita.

"Pada momen itu, saya merasa hidup ini lebih besar dari saya sendiri. Semua orang di kapal itu adalah bagian dari diri saya. Saya pikir itu sudah tugas saya untuk loncat ke air. Kalau saya meninggalkan mereka saya akan menyesali hal itu sepanjang hidup," tuturnya sambil meneteskan air mata.

Setelah dua jam bertarung dengan rasa letih, Sara mulai kehabisan tenaga. Ia sadar bisa saja matanya tertutup karena lelah sebelum akhirnya tenggelam.

"Semua gelap dan dingin, angin bertiup kencang dan saya membeku. Saya tak bisa membuka mata lagi, mereka penuh dengan air asin," cerita Sara.

Tapi, usaha keras itu berakhir manis. Mereka berhasil tiba di salah satu pulau di Yunani di tengah malam. Yusra pun berharap kisahnya bisa memberikan inspirasi bagi banyak orang.

"Sekarang kami sedang berlatih sangat keras. Saya ingin membuat orangtua bangga dan semua orang yang mendukung saya," tutur Yusra.

Ditanya soal harapannya ke depan, Yusra mengatakan ada tiga hal yang harus dikedepankan. 

"Saya harap mereka akan membuka perbatasan untuk pengungsi, dan saya harap bisa mendapatkan medali di Olimpiade. Saya ingin kampung halaman saya damai lagi," tegasnya. (one)