Perpanjang Masa Jabatan dengan SK KONI, Pengprov Pordasi: Langgar AD/ART dan Piagam Olimpiade

Rakor Pimpinan Pordasi 2024
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Sejumlah Pengurus Provinsi (Pengprov) menilai Pengurus Pusat Persatuan Olahraga Berkuda Indonesia (PP Pordasi) bertindak sewenang. Hal itu karena memberhentikan sejumlah pengurus di pusat maupun daerah. 

Salah satu keputusan yang diprotes yakni SK pemberhentian tidak hormat kepada Ketua Bidang Pendanaan dan Industri Olahraga Aryo P.S. Djojohadikusumo, yang baru saja terpilih sebagai Ketua Umum untuk empat tahun mendatang dalam Munas PORDASI pada 31 Mei 2024. 

Triwatty juga mengeluarkan surat pemberhentian kepada Pengurus pusat Pordasi lainnya, seperti Adinda Yuanita (Sekjen), Moch Baduh Hamzah (Wakabid Peraturan), James Waani (Wakakom Pacu Prestasi), Ferdinand Tumbol (Wakorbag Wilayah VI Sulawesi, Maluku dan Papua) tertanggal 14 Juni 2024. 
  
Selain itu, lima Pengurus Provinsi (Pengprov) PORDASI juga tidak luput dari pemberian SK Pemberhentian, seperti Pengprov Sulawesi Utara, Pengprov Sumatera Barat, Pengprov Papua Selatan, dan Pengprov Jawa Tengah. 
 
Ketua PORDASI Provinsi Sumatera Barat, Deri Asta menyoroti dikeluarkannya SK Pemberhentian terhadap sejumlah pengurus pusat dan pengurus provinsi oleh Triwatty yang menurutnya merupakan langkah yang tidak beretika Dan merupakan bentuk kepanikan sekelompok oknum PP PORDASI yang tidak rela berakhir masa kepengurusan setelah 4 tahun, 31 Januari 2024. 
 
“Ini adalah tindakan abuse of power yang sangat memalukan. Di organisasi manapun, Ketum yang telah berakhir masa baktinya tidak berhak memecat dan memberhentikan pengurus pusat apalagi daerah. Hal ini dilakukan semata mata untuk menghukum para Ketua Pengprov yang berani menyuarakan dan menegakkan aturan organisasi,” Ujar Deri dalam rilis yang diterima awak media.

 
Sementara itu Pengurus Pengprov PORDASI NTB, Abdul Malik menjelaskan bahwa semua ini berawal saat Triwatty Marciano merubah agenda Rakernas di DIY pada 9 November 2023, yang semestinya rakernas tersebut membahas persiapan pemilihan Ketum PORDASI periode selanjutnya yang diagendakan pada Munas Januari 2024, mendadak dirubah menjadi persiapan perpanjangan masa jabatan dirinya dengan dasar surat edaran KONI yang ditandatangani Ketum KONI, Marciano Norman. 
 
“Ini jelas – jelas melanggar AD/ART Pordasi dan mengkebiri hak anggota pemilik suara dalam menentukan dan memilih Ketua Umum melalui mekanisme Munas, bukan Rakernas.  Apalagi yang menjadi dasar perpanjangan adalah Surat Edaran KONI, surat permohonan perpanjangan kepada KONI dan kemudian SK perpanjangan kepengurusan yang juga dikeluarkan dari KONI. Bagaimana mungkin hak suara para anggota PORDASI yang otonom, ‘dirampok’ secara inskonstitusional oleh KONI yang bukan pemilik suara,” ucapnya. 
 
Malik juga menegaskan, bahwa persoalan ini bukan soal dualisme kepengurusan. Situasi ini terjadi karena saat berakhirnya kepengurursan periode 2020-2024 pada 31 januari 2024, tidak diselenggarakan Munas oleh Triwatti Marciano. Kemudian 13 dari 25 Pengprov (dengan nilai bobot korum 64%) melakukan Munas XIV pada 31 Mei 2024, yang menghasilkan Aryo Djojohadikusomo terpilih aklamasi menjadi Ketua Umum PORDASI periode 2024-2028. 
 

Hal senada juga disampaikan oleh mantan Waketum PP Pordasi periode 2015 – 2019, Jose Rizal Partokusumo. Bahwa protes dari para pengprov dan komunitas juga terus mengalir kepada kepemimpinan Triwatty Marciano di PP Pordasi. 

Menurutnya, menjaga kondusifitas stake holder olahraga berkuda adalah sangat penting, mengingat selama ini pembiayaan pembinaan prestasi olahraga berkuda di tingkat nasional dan kancah internasional sebagian besar bersumber dari hasil gotong royong para pemilik kandang (stable owner) dan pemilik kuda (horse owner). 
 
“Pada 23 Desember 2023, 82 stake holder olahraga berkuda equestrian telah menandatangani ‘Petisi’ yang meminta agar PP Pordasi untuk segera melakukan Munas sesuai AD/ART Pordasi tanpa intervensi pihak lain di luar organisasi. Mereka yang menandatangani surat pernyataan bersama tersebut adalah pemilik 80% kuda dan atlet berprestasi Indonesia, yang aktif melakukan kegiatan pembinaan dan pertandingan dengan pembiayaan hasil jerih payah mereka sendiri, bukan dibiayai PP PORDASI,” ucap Jose saat dihubungi melalui sambungan telepon.   
 
Selain itu Jose menjelaskan, “Sah atau tidaknya kepengurusan sebuah Cabang Olahraga di Indonesia sangat tergantung pada pengakuan dari Induk Cabor tersebut di tingkat Internasional.  Untuk olahraga berkuda Equestrian yang bernaung dalam PP PORDASI, berinduk kepada Federasi Equestrian Internasional nya, yaitu FEI.”  
 
Sementara Ketua Harian PP PORDASI Eddy Sadak menjelaskan, Bahwa setiap Induk cabang olahraga olimpiade dibawah naungan Institusi Olahraga Dunia yang bernama International Olympic Committee (IOC). Disetiap negara, IOC mempunyai perwakilannya langsung yang disebut National Olympic Commitee (NOC).  
 
Adapun NOC di Indonesia yang menjadi perpanjangan tangan IOC adalah KOI, Komite Olimpiade Indonesia yang Ketua Umumnya saat ini adalah Raja Sapta Oktohari (Okto). Dan setiap negara, NOC adalah badan independen yang tidak bisa di intervensi oleh pihak manapun termasuk Pemerintah dinegaranya.  

“Tertanggal 1 Februari 2024, beberapa Pengprov Pordasi telah mengirimkan surat kepada Ketua Umum KOI terkait permasalahan legitimasi perpanjangan kepengurusan PP Pordasi, yang secara sepihak dilakukan oleh Triwatty Marciano. Dimana pihak KOI melalui surat balasannya telah merespon dengan tegas tentang permasalahan ini. Sayangnya, Ketum Koni Marciano Norman tidak mengindahkan penjelasan KOI tersebut,” tegasnya.


Adapun isi surat KOI tertanggal 19 Februari antara lain menyatakan bahwa PP Pordasi adalah federasi nasional (induk organisasi cabang olahraga) yang diakui oleh Federation Equestre Internationale (FEI), federasi internasional yang olahraganya (equestrian) merupakan olahraga yang dipertandingkan di dalam olimpiade, maka sebagai organisasi bagian dari gerakan olimpiade di Indonesia, PP PORDASI memiliki hak dan kewajiban berotonomi tersebut. 

KOI juga menjelaskan keputusan untuk memperpanjang masa kepengurusan atau mengundurkan jadwal musyawarah nasional harus diputuskan secara internal PP Pordasi sesuai dengan mekanisme yang diatur di dalam anggaran dasar dan anggara rumah tangga PORDASI. 

Diakhir surat balasan KOI kepada Pengprov PORDASI, menegaskan bahwa atas dasar pertimbangan-pertimbangan di atas dan dengan tetap menghormati serta menjunjung tinggi prinsip otonomi yang diatur di dalam piagam olimpiade maka Komite Olimpiade Indonesia tidak dapat mengakui ataupun mendukung pengelolaan organisasi bagian dari Gerakan olimpiade (termasuk keputusan memperpanjang masa bakti kepengurusannya) apabila bertentangan dengan piagam olimpiade.