Respons Atlet Prancis Soal Larangan Pakai Jilbab di Olimpiade 2024

Kariman Abuljadayel dari Arab Saudi di Olimpiade Rio de Janeiro 2016
Sumber :
  • AP Photo/Martin Meissner

Paris –  Menteri Olahraga Prancis, Amelie Oudea-Castera mengumumkan bahwa atlet Prancis dilarang mengenakan jilbab atau hijab selama Olimpiade 2024, yang akan berlangsung mulai 26 Juli hingga 11 Agustus.

“Perwakilan delegasi kami di tim Prancis tidak boleh mengenakan cadar dan kerudung,” ujarnya pada September tahun lalu, dikutip dari Middle East Eye, Kamis, 18 Juli 2024.

Amelie beralasan, Prancis merupakan negara sekuler yang dikenal sangat ketat memisahkan antara urusan agama dan pemerintahan.

Doaa Elghobashy dari Mesir, tengah, melewati atlet Italia Laura Giombini

Photo :
  • AP Photo/Marcio Jose Sanchez

Merespon larangan tersebut, pada 11 Juni lalu koalisi organisasi yang didalamnya terdapat organisasi hak asasi manusia, Amnesty International, Human Rights Watch, Transparency International dan Basket Pour Toutes telah melayangkan surat ke Komite Olimpiade Internasional (IOC) agar larangan ini dicabut. Namun, IOC menyatakan bahwa larangan tersebut berada di luar kewenangan mereka.

Dalam surat tersebut, koalisi Organisasi Hak Manusia menilai larangan ini bisa berdampak negatif bagi atlet perempuan Muslim serta dapat menghalangi mereka berkompetisi di level atas.

“Situasi ini dapat berdampak buruk pada semua aspek kehidupan mereka, termasuk kesehatan mental dan fisik,” tulis laporan Amnesty International.

Respons atlet Prancis

Kapada Amnesty International, seorang atlet basket Prancis, Helene Ba menyatakan bahwa merasa sangat dikucilkan setelah adanya peraturan ini.

“Benar-benar merasa dikucilkan. Apalagi jika Anda pergi ke bangku cadangan dan wasit menyuruh Anda pergi. Semua orang melihatmu. Sungguh memalukan,” ungkapnya.

Sarah Attar dari Arab Saudi di Olimpiade London 2012

Photo :
  • AP Photo/Daniel Ochoa De Olza

Atlet perempuan lain berinisial B juga menyatakan kepada Amnesty bahwa dirinya sangat sedih sejak diberlakukannya larangan mengenakan jilbab ini.

“Ini sangat memalukan, menghalangi mimpi hanya karena sehelai kain,” kata dia.

“Sangat disayangkan karena kita mungkin kehilangan atlet-atlet berkualitas,” ujar seorang pelatih di wilayah Paris.

Lebih lanjut, Sosiolog, Haifa Tlili menilai peraturan ini merupakan upaya pemerintah Prancis untuk mengucilkan populasi Muslim agar tak terlihat menonjol di mata dunia.

“Kejam dan sadar. Mereka ingin populasi ini (Muslim) tidak terlihat sehingga merugikan mereka,” kata Tlili.

Wanita lain, yang juga seorang pecinta olahraga, Faiza menyatakan bahwa peraturan ini adalah bentuk dari kemunafikan pemerintah Prancis dalam upaya mendorong kesetaraan gender.

“Jadi kami tidak terlihat. Kami tidak termasuk di antara para wanita tersebut karena Anda telah mengecualikan kami sejak awal. Kami bahkan tidak bisa melakukan olahraga yang kami inginkan,” paparnya.