Perbasi Terancam Diadukan ke Pengadilan Arbitrase Olahraga

Ilustrasi olahraga bola basket
Sumber :
  • Zimbio.com

VIVA – Pengurus Pusat (PP) Perbasi diklaim menyalahi aturan. Induk organisasi basket tertinggi di Indonesia itu akan diadukan ke Court of Arbitration for Sport (CAS) di Swiss sesuai pasal 40 statuta FIBA.

Untuk langkah tersebut Erick Herlangga dari Herlangga Law Firm sudah memberikan surat permohonan pembekuan PP Perbasi kepengurusan periode 2018-2023 kepada Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI). Herlangga Law Firm telah melakukan permohonan kepada BAKI dengan Nomor 001/IV/BAKI/2024.

Langkah itu diambil karena telah berakhirnya masa bakti kepengurusan Perbasi sesuai dengan Anggaran Dasar Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia pasal 14.1 dan aturan yang ditetapkan statuta FIBA pasal 9.7 yang menegaskan jika masa jabatan hanya boleh 4 tahun.

”Jika tidak ada solusi yang ditemukan melalui proses BAKI, pihaknya siap mengambil langkah selanjutnya dengan memohon melalui Court of Arbitration for Sport (CAS) di Swiss. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa proses hukum dilakukan secara adil dan transparan, serta untuk memastikan bahwa kepentingan olahraga bola basket di Indonesia terjaga dengan baik,” ujar Erick Herlangga.

Erick juga memberikan menegaskan kepada PP Perbasi bahwa tidak boleh lagi mengeluarkan Surat Keputusan (SK) atau aturan lain karena akan dipertanyakan legal standing.

”Hal ini sebagai pengingat kepada Perbasi akan konsekuensi dari berlanjutnya tindakan administratif tanpa memperhitungkan kondisi kepengurusan yang sedang dipertanyakan,” imbuhnya.

Masa jabatan Danny Kosasih sebagai ketua PP Perbasi sudah berakhir pada 2023. Namun, memperpanjang 2 kali masing-masing selama 6 bulan.

Erick menilai apa yang telah dilakukan PP Perbasi bisa menjadi contoh buruk federasi olahraga Indonesia di mata internasional.

”Bayangkan hanya karena masalah ini seluruh federasi di Indonesia bisa mencontoh PP Perbasi yang masa jabatannya melebihi yang di atur dalam AD/ART maupun Statuta FIBA dan bisa memberikan contoh buruk bagi pengurus Perbasi baik itu di tingkat provinsi, kota dan kabupaten karena sepertinya aturan hanya berlaku ke bawah tetapi tidak ke atas,” tutur Erick.