Menpora RI Sebut Anak Muda ASEAN Dituntut Bekerja Sekaligus Berwirausaha

Menpora RI, Dito Ariotedjo di ASEAN + Youth Summit 2023
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Menpora RI), Dito Ariotedjo mengatakan, Gig Economy menuntut anak muda untuk bekerja sekaligus berwirausaha. Hal tersebut diungkapkan saat mewakili Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam membuka ASEAN + Youth Summit 2023 yang berlangsung di Jakarta Concert Hall, I News Tower Jl. Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis 7 September.

Itu menjadi bahasan Menpora Dito seiring dengan laju industri 5.0 yang akan semakin memperluas penerapan sistem Gig economy dengan memiliki konsep ekonominya adalah sebuah pekerjaan atau proyek pendek disediakan kepada pekerja lepas yang bekerja secara sementara dan dari mana saja dengan siapa saja. 

Dito pun menjelaskan, bahwa keuntungan dari gig economy adalah hadirnya fleksibilitas pekerjaan bagi anak muda. "Anak muda masa kini dapat memilih proyek mana yang ingin mereka kerjakan dan kapan. Hal ini juga memberi peluang bagi banyak anak muda untuk menghasilkan uang tambahan atau memulai bisnis sampingan dengan warga negara manapun," ungkap Dito.

Menpora RI, Dito Ariotedjo di ASEAN + Youth Summit 2023

Photo :
  • Istimewa

"Berkolaborasi dan berkomunikasi belum pernah semudah saat ini. Orang Indonesia bisa bekerja di Kamboja, mendapatkan gaji dari perusahaan Singapura dan mendapatkan klien orang Filipina, begitu pun sebaliknya. Sejatinya, gig economy memang akan menuntut anak muda bekerja sekaligus berwirausaha untuk menjual keterampilan mereka," tambahnya.

Meski demikian, Menteri termuda di Kabinet Indonesia Maju itu memiliki catatan terkait gig economy, seperti ketidakpastian pendapatan lantaran pekerja tidak memiliki kontrak jangka panjang, sehingga generasi muda dapat mengalami fluktuasi pendapatan yang signifikan dari waktu ke waktu. "Ini dapat menyulitkan perencanaan keuangan jangka panjang, termasuk jaminan hari tua," bebernya.

Gig economy itu sendiri memiliki dampak ekonomi yang signifikan, sekaligus dapat meningkatkan efisiensi dalam ekonomi dengan memungkinkan perusahaan untuk mengakses sumber daya secara lebih fleksibel diluar batas teritorial negara, sehingga dapat memicu persaingan yang ketat dan penurunan tarif di beberapa sektor strategis negara masing-masing.

Dito menuturkan, melalui Gig economy ini dapat ditemukan berbagai masalah seperti akses ke asuransi kesehatan, hak untuk cuti sakit, perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak adil, sehingga keadaan itu membuat banyak negara yang tengah mengkaji regulasi untuk memberikan perlindungan tambahan bagi pekerja gig.

Menteri asal partai Golkar itu juga menyebut terjadinya ketimpangan infrastruktur, sumberdaya dan pendidikan membuat gig economy bisa jadi pabrik yang mereproduksi kesejangan sosial bagi generasi muda yang tidak memiliki keterampilan beradaptasi industri 5.0.

"Ketimpangan insfrastruktur maupun suprastruktur teknologi menjadi salah satu tantangan terbesarnya, hal ini juga yang menghambat sebagian besar generasi muda yang tinggal di pedesaan sulit beradaptasi dengan industri 5.0, sebuah industri yang berorientasi pada kolaborasi manusia-mesin pintar, fleksibilitas produksi dan fleksibilitas pasar tenaga kerja," ungkapnya.

Oleh sebab itu, Dito mengaskan jika generasi muda ASEAN harus aktif terlibat dalam diskusi tentang regulasi dan perlindungan pekerja untuk memastikan bahwa gig economy yang terus tumbuh melalui teknologi dan globalisasi dapat memberikan manfaat sekaligus menjaga keadilan sosial lintas generasi, terlebih diperkirakan akan terus berkembang dan memengaruhi cara bekerja. 

"Dalam forum ASEAN ini saya berharap, kita dapat merumuskan kerja sama regional untuk merekomendasikan standar minimum untuk hak pekerja gig, program strategis peningkatan keterampilan pemuda dan membantu mencarikan solusi untuk mengatasi tantangan lintas batas yang seringkali muncul dalam pekerjaan gig yang melibatkan pergerakan pekerja, barang, atau layanan antarnegara," kata dia.