Kelamin Atlet Wanita Ini Dipertanyakan Usai Raih Perak Olimpiade
- Marca
VIVA – Salah satu topik yang paling sering diperdebatkan kembali mengemuka di ajang olahraga. Kali ini menimpa Christine Mboma, seorang atlet wanita lari 200m dari Namibia yang tampil di Olimpiade Tokyo 2020. Kondisi fisiknya dipermasalahkan
Atlet berusia 18 tahun yang memiliki hiperandrogenisme, suatu kondisi yang menghasilkan lebih banyak testosteron daripada biasanya di tubuh, meraih catatan waktu 21,97 detik di semifinal lomba lari 200m putri Olimpiade.
Meski dia sudah diputuskan boleh berkompetisi oleh World Athletics, penampilannya ini mendapat beragam reaksi dan pendapat. Kritik yang menonjol datang dari mantan sprinter asal Polandia, Marcin Urbas.
"Saya meminta tes menyeluruh pada Mboma untuk mengetahui apakah dia benar-benar seorang wanita. Kelebihan testosteron Mboma dibandingkan peserta lain terlihat dengan mata telanjang," kata Urbas dilansir Marca, Kamis 5 Agustus 2021.
“Dalam konstruksi, gerakan, teknik, sekaligus kecepatan dan daya tahan. Dia memiliki parameter anak laki-laki berusia 18 tahun. Pada usia itu, PB saya adalah 22,01 dan dia telah melakukannya pada 21,97 di Tokyo."
Bagi Urbas itu adalah ketidakadilan bahwa Mboma mengalahkan rekor dunia junior dengan sangat mudah karena situasi hormonal ini. "Dengan kemajuan dan peningkatan tekniknya, dia akan segera meraih 21,00 detik di 200m dan 47,00 detik di 400m," tambah Urbas.
"Kami akan terus berpikir dan berharap bahwa ini adil dan setara. Dan itu (situasi hormonal tertentu) adalah ketidakadilan yang sangat jelas terhadap atlet wanita yang benar-benar wanita."
Sebelumnya, Mboma yang meraih medali perak Olimpiade Tokyo ini telah menjalani pemeriksaan medis di kamp pelatihan di Italia pada awal 2021, di mana dia dinyatakan positif mengalami peningkatan kadar testosteron karena kondisi genetik yang terjadi secara alami.