Naomi Osaka Sang Juara AS Terbuka: Perfeksionis yang Pemalu

Naomi Osaka has not faced the same troubles of other famous mixed-raced Japanese high-profile people - Getty Images
Sumber :
  • bbc

Banyak yang memuji ketenangan Naomi Osaka, petenis berusia 20 tahun, saat tampil di babak final tunggal putri turnamen Grand Slam Amerika Serikat Terbuka melawan Serena Williams.

Ketika Williams melampiaskan kemarahan ke wasit, dengan menyebut wasit pencuri dan pembohong, Osaka tetap fokus dan menjuarai turnamen bergengsi ini.

Gangguan terjadi tak hanya saat pertandingan, tapi juga ketika digelar penyerahan trofi.

Osaka, yang menempati unggulan ke-20, harus menghadapi cercaan penonton, yang memaksanya menurunkan topi untuk menyembunyikan linangan air mata.

"Saya minta maaf karena pertandingan harus berakhir seperti ini," kata Osaka, masih sambil menangis.

Williams kemudian meminta para penonton tenang dan mengajak pendukung agar menghargai apa yang dicapai Osaka.

Perfeksionis yang pemalu

Ibunya orang Jepang sementara ayahnya berasal dari Haiti. Ia lahir di Jepang namun hampir sepanjang hidupnya tinggal di Amerika.

Nama Osaka melambung dalam beberapa bulan terakhir setelah untuk pertama kalinya juara di Indian Wells.

Dan kini, catatan prestasinya makin mengkilap setelah juara di AS Terbuka, mengalahkan idolanya ketika kecil, Serena Williams.

Ia meniti karier di dunia tenis profesional dengan tekun, sementara pada saat yang sama menghadapi stereotip tentang identitas dan ras.

Jepang dikenal punya masalah dengan keberagaman. Survei yang dilakukan oleh Kementerian Kehakiman pada 2016 menunjukkan hampir sepertiga warga asing pernah menerima perkataan yang bersifat menghina.

Sekitar 40% warga asing juga mengatakan mengalami diskriminasi ketika menyewa rumah.


Orang tua Naomi, Leonard (bertopi) dan Tamaki (tengah). Ayah Tamaki pernah mengatakan bahwa perkawinan Tamaki-Leonard itu `memalukan`. - Getty Images

Ariana Miyamoto, model berdarah campuran yang memenangkan lomba kecantikan di Jepang pada 2015, menjadi korban pelecehan rasial karena dia dianggap "tak memiliki wajah Jepang yang sebenarnya".

Seperti Naomi Osaka, salah satu orang tua Miyamoto berkulit hitam.

Yang berbeda, sejauh ini Osaka belum menghadapi pelecehan seperti yang pernah dialami Miyamoto.

Publik Jepang mendukung Osaka saat ia bertanding di lapangan dan beberapa perusahaan sudah mengontrak Osaka untuk menjadi bintang iklan.

Organisasi tenis Jepang mengatakan Osaka diharapkan menyumbang medali di ajang Olimpiade 2020 di Tokyo.

Meski demikian, beberapa petenis Jepang menganggap Osaka petenis yang "tidak memiliki darah Jepang murni".


Naomi Osaka mengalahkan idolanya, Serena Williams, di babak final AS Terbuka 2018. - Getty Images

"Saya tak merasa saya orang Amerika. Saya mengerti dan bisa berbicara bahasa Jepang. Saya tumbuh di tengah budaya Jepang dan Haiti," kata Osaka kepada bulan lalu.

Ia menambahkan kalau selama ini tak sering berbicara memakai bahasa Jepang di depan umum, itu karena ia pemalu dan ia merasa dirinya perfeksionis.

` Memalukan `

Perkawinan orang tua Osaka, Tamaki dan Leonard, sempat tak direstui oleh pihak keluarga Tamaki.

Tamaki mengatakan kehadiran Leonard yang berkulit hitam di keluarga Tamaki dianggap sebagai "sesuatu yang memalukan".


Sama seperti Naomi Osaka, Ariana Miyamoto, juga memiliki orang tua berkulit hitam. Miyamoto memenangkan kontes Miss Japan pada 2015. - Getty Images

Karena tidak mendapat restu, Tamaki dan Leonard memutuskan untuk pindah ke Osaka. Di kota inilah Naomi lahir. Selama lebih dari sepuluh tahun tidak ada kontak antara Tamaki dan keluarga besarnya.

Sekarang, hubungan Tamaki dan keluarga besarnya jauh lebih baik dan hangat.

Ayah Tamaki pernah bertemu Naomi saat berusia 11 tahun, meski saat itu tak setuju dengan pilihan Naomi yang ingin menjadi pemain tenis. Bagi ayah Tamaki, tenis adalah "hobi", bukan cabang olahraga yang perlu ditekuni.

Setelah Naomi Osaka menjuarai turnamen Indian Wells, ayah Tamaki mengirim ucapan selamat dan hadiah.

Ia juga memberikan wawancara kepada media Jepang untuk menunjukkan bahwa di dalam diri cucunya "mengalir darah Jepang".

Keberhasilan Osaka menjadi pemain Jepang pertama yang menjuarai turnamen Grand Slam diyakini akan berdampak sangat positif untuk mendorong masyarakat untuk semakin menghargai keberagaman.