Ketua BKSAP Buka Sidang Komite untuk Perempuan Parlemen AIPA di Sumbar
- DPR RI
VIVA – DPR RI menggelar sidang Komite untuk Perempuan Parlemen 'ASEAN Inter-Parliamentary Assembly' (WAIPA). Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon dalam sambutannya mengatakan, sidang ini merupakan bagian dari dialog di antara Anggota AIPA untuk mempromosikan kepemimpinan perempuan dalam semua aspek.
Peran perempuan dalam masyarakat sangat signifikan. Di saat pandemi saja misalnya, 70% tenaga kesehatan di dunia ialah perempuan.
"Dalam masa pemulihan pasca pandemi saja, semakin banyak perempuan yang memasuki angkatan kerja dan memberikan kontribusi bagi masyarakat dan perekonomian nasional," sebut Fadli saat memberikan sambutan di sidang WAIPA, Padang (5/6/2023).
Maka dari itu, AIPA melihat pentingnya keterwakilan perempuan dalam posisi kepemimpinan dan badan pembuat keputusan.
"Oleh karenanya mempromosikan partisipasi perempuan di parlemen dan posisi kepemimpinan lainnya tetap menjadi prioritas di negara-negara ASEAN. Perwakilan perempuan di parlemen bervariasi di antara negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mendesak dan mendukung kuota 30% wakil perempuan," terang Fadli.
Politisi Fraksi Partai Gerindra ini menambahkan, sangat penting untuk membentuk jalur implementasi agenda responsif gender di mana hak-hak perempuan dipromosikan, dilindungi, dan dipenuhi. "Kita juga perlu memastikan lebih banyak partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan tingkat tinggi dan menyebar ke berbagai sektor yang tidak terbatas pada kesetaraan gender dan kepemimpinan perempuan saja," imbuhnya.
Ia mencontohkan, selama dua dekade terakhir, negara-negara ASEAN telah membuat kemajuan penting dalam meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen, dari 12 persen kursi yang diduduki perempuan pada tahun 2000 menjadi 22 persen pada tahun 2022.
"Peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, khususnya keterwakilan substantif dan kepemimpinan, dapat menyebabkan perubahan kebijakan di bidang-bidang yang sangat penting untuk mempromosikan kesetaraan gender dan kepemimpinan perempuan," urai Fadli.
Penelitian pun menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang lebih tinggi di parlemen berkontribusi pada perhatian yang lebih kuat terhadap isu-isu perempuan. Semakin banyak partisipasi perempuan dalam politik, maka akan semakin besar pula keterlibatan perempuan secara langsung dalam pengambilan keputusan publik.
Ke depan, kata Fadli, sangat penting untuk memastikan keterlibatan perempuan yang berarti dalam proses pembuatan kebijakan dan posisi kepemimpinan parlemen dan pemerintahan publik.
"Saya percaya bahwa mendukung kebijakan responsif gender dan kepemimpinan perempuan adalah kunci untuk membangun ketahanan ASEAN dan mengatasi tantangan dan kesulitan di masa depan," sebut Fadli.
"Implementasi parlemen yang responsif gender akan memastikan partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam politik, yang dapat menjangkau semua aspek isu dan tahapan proses pengambilan keputusan," ujarnya lagi.
Oleh karena itu, pembuat kebijakan di negara-negara ASEAN harus memastikan bahwa perempuan memiliki partisipasi, pengaruh, dan peran strategis yang berarti sehingga kebijakan, program, anggaran, serta pemantauan dan evaluasi dapat mencerminkan kebutuhan perempuan.
Pada akhirnya, dalam mewujudkan sistem, kepemimpinan, dan perwakilan yang lebih setara di parlemen, Fadli berpesan agar kerja sama tetap harus diutamakan.
"Baik anggota parlemen laki-laki maupun perempuan harus membangun aliansi strategis, meningkatkan komunikasi dan kerja sama untuk membantu memajukan isu-isu perempuan," pungkasnya.