Plt. Dirjen KI: Produk Indikasi Geografis Indonesia Memiliki Daya Saing Produk di Pasar Global

Seminar Inacraft 2023 di Jakarta Convention Center, Kamis (2/3)
Sumber :
  • Kemenkumham

VIVA – Dikenal sebagai negara megabiodiversitas kedua terbesar di dunia, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati melimpah serta budaya yang luar biasa. Namun, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang tersebar di 17.508 pulau ini belum dimaksimalkan dengan baik untuk peningkatan ekonomi nasional.

Salah satu yang perlu dimaksimalkan dari keanekaragaman hayati dan budaya Indonesia adalah pemanfaatan atas produk indikasi geografis (IG). IG adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.

Dalam memanfaatkan produk IG untuk dikomersialisasikan, tentunya produk IG tersebut perlu mendapat pelindungan hukum dengan cara didaftarkan ke negara melalui kantor kekayaan intelektual (KI).

Adapun objek pelindungan IG adalah sumber daya alam, barang kerajinan tangan, dan hasil industri.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual (Plt. Dirjen KI) Razilu mengatakan bahwa produk IG yang telah terdaftar dapat meningkatkan nilai jual produk tersebut. Hal tersebut disebabkan karena produk IG terdaftar akan memberikan jaminan mutu, kualitas dan karakteristik tertentu kepada konsumen.

“Pertama, karena IG punya nilai ekonomi. Kedua, reputasi IG yang ada, kalau tidak didaftarkan nanti bisa salahgunakan oleh orang lain. Ketiga, dampak negatif lain yaitu keaslian dari pada produk tersebut akan hilang,” kata Razilu saat menyampaikan pada Seminar Inacraft 2023 di Jakarta Convention Center, Kamis, 2 Maret 2023.

Selain itu, Razilu juga menyampaikan bahwa Indonesia saat ini memiliki produk IG terdaftar yang terbilang sedikit.

“Kalau kita bandingkan dengan permohonan indikasi geografis di negara-negara ASEAN sendiri, Indonesia itu di tahun 2021 memiliki 108 indikasi geografis terdaftar. Sedangkan Malaysia memiliki 104 indikasi geografis,” tuturnya.

Yang mengherankan, kata Razilu, negara Singapura memiliki 142 produk IG. “Coba bayangkan, Singapura saja memiliki 142, kira-kira apa saja itu yang mereka daftarkan. Kalau kita lihat potensi Indonesia begitu besar, kenapa hanya terdapat 108 produk IG,” ucapnya.

Untuk itu, Razilu meminta kepada pemerintah daerah serta para pemangku kepentingan lainnya untuk menggali potensi IG di wilayahnya masing-masing untuk kemudian didaftarkan IG-nya.

Selain itu, dirinya menyarankan agar produk IG menghasilkan daya jual yang tinggi diantaranya perlu membangun branding yang baik untuk produk tersebut, melakukan perluasan ekspor dan memanfaatkan platform e-commerce dalam penjualan.

“Kalau kita ingin melakukan upaya dalam mengembangkan daya saing produk di pasar global, jangan hanya jago di kandang sendiri, maka perlu melakukan upaya lain, yaitu mendaftarkan indikasi geografis di negara-negara tujuan ekspor,” terang Razilu.

Ia juga mengingatkan kepada pemerintah daerah ataupun kelompok yang bertanggung jawab terhadap produk IG terdaftar untuk selalu mencantumkan label produk IG terdaftarnya dan logo IG Indonesia pada setiap kemasan produk yang dihasilkan.

“Kalau tidak dipakai logo ini, pasti nilai tambahnya tidak ada. Satu contoh, menjual air kemasan yang tidak menggunakan label apapun, mungkin orang tidak akan beli. Ketika produk IG tersebut dicantumkan label, yang menunjukan keunikan dari pada produk tersebut, ditambah lagi mencantumkan logo indikasi geografis Indonesia, akan naik harganya,” pungkas Razilu.