Kemenperin Pacu Investasi Industri Pengolahan Aspal, Silika dan Ilmenit
- Kemenperin
VIVA – Pemerintah akan melarang impor aspal mulai tahun 2024, sejalan dengan kebijakan hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas di dalam negeri. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyusun peta jalan hilirisasi aspal Buton (asbuton) dengan tujuan mengoptimalkan utilisasi, akses pasar, dan peningkatan kapasitas melalui investasi.
“Salah satunya yaitu melalui investasi pabrik ekstraksi asbuton menjadi aspal murni dan pengembangan kapasitas pabrik asbuton murni yang diharapkan kapasitas produksi sebesar 500.000 ton pada tahun 2027, dengan kebutuhan investasi sebesar Rp4 triliun,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI di Jakarta, Selasa (14/2).
Menperin mengemukakan, pihaknya juga akan memperkuat rantai nilai industri pengolahan silika sebagai bahan baku industri photovoltaic (PV) solar panel dan semikonduktor.
“Bahwa rantai nilai industri ini masih ada kekosongan atau belum tersedianya industri pada industri hulu dan antara. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan investasi pada rantai tersebut,” tuturnya.
Dalam upaya menumbuhkan industri pengolahan silika, lanjut Agus, Indonesia memerlukan peningkatan investasi di industri metalurgical-silicon sebesar USD300 juta dengan kapasitas produksi 32.000 metrik ton per tahun. Selanjutnya, dibutuhkan juga investasi di sektor industri polysilicon sebesar USD373 juta dengan kapasitas produksi mencapai 6.500 metrik ton per tahun.
“Selain itu, kebutuhan investasi di industri ingot monocrytalline dan wafer sebesar USD85 juta dengan kapasitas 1 GWP per tahun. Terkait dengan rencana investasi tersebut, diusulkan pembatasan ekspor bahan baku mentah silika melalui neraca komoditas serta percepatan investasi industri intermediate,” paparnya.
Menperin menambahkan, Kemenperin juga akan memperkuat rantai nilai industri pengolahan ilmenit untuk bahan baku cat atau coating.
“Ilmenit merupakan mineral krisis hasil produk samping pengolahan timah, zirkon dan pasir besi yang mengandung logam sangat berharga, yaitu titanium,” imbuhnya.
Untuk mendukung pelaksanaan larangan ekspor bahan mentah termasuk ilmenit pada bulan Juni 2023, menurut Agus, perlu adanya investasi pengolahan ilmenit yang diestimasi mencapai USD85,8 juta untuk memproduksi titanium slag dengan kapasitas 33 ribu ton per tahun. “Yang nantinya diolah menjadi TiO? white pigment dengan kapasitas 33 ribu ton per tahun sebagai produk hilir yang kebutuhan di dalam negeri sedang tinggi,” terangnya.
Industri perhiasan
Pada kesempatan yang sama, Menperin mengemukakan, industri perhiasan menjadi salah satu sektor yang cukup penting dalam memacu perekonomian nasional. Oleh karena itu, hilirisasi industri perhiasan emas menjadi salah satu perhatian Kemenperin.
“Dapat kami laporkan, kondisi saat ini bahwa emas granula hasil produksi perusahaan pertambangan emas di dalam negeri diekspor ke luar negeri untuk dijadikan emas batangan yang nantinya emas batangan itu diimpor oleh produsen emas perhiasan di Indonesia sebagai bahan baku pembuatan emas perhiasan,” ujarnya.
Agus menjelaskan, emas granula diekspor ke luar negeri karena sebelumnya dikenakan PPN 10% berdasarkan UU 42 Tahun 2009, sementara emas batangan adalah Bukan Objek Pajak. Namun saat ini emas batangan selain untuk cadangan devisa negara termasuk emas granula telah mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut seiring terbitnya PP Nomor 49 Tahun 2022.
“Tetapi karena PP tersebut terbit di bulan Desember tahun 2022, sedangkan perusahaan pertambangan telah menyampaikan RKAB tahun 2023 di tahun sebelumnya, maka produsen perhiasan dalam negeri belum bisa membeli emas granula dari perusahaan pertambangan di dalam negeri,” paparnya.
Oleh karena itu, Kemenperin membutuhkan dukungan untuk skema pembiayaan industri perhiasan di dalam negeri bisa melalui Bullion Bank, sehingga emas granula hasil produksi dari perusahaan pertambangan emas di dalam negeri dapat diserap oleh Bullion Bank.
“Dengan adanya Bullion Bank maka produsen emas perhiasan di dalam negeri bisa membeli atau meminjam emas granula atau emas batangan dalam bentuk emas granula atau emas batangan dan dikembalikan lagi dengan bentuk yang sama sehingga tidak terpengaruh dengan fluktuasi harga emas,” tandasnya.
Selain itu, adanya Bullion Bank mengurangi biaya pengapalan karena jarak yang lebih dekat di dalam negeri, tidak perlu biaya untuk mencetak emas granula menjadi batangan di perusahaan refinery luar negeri, dan tidak perlu melebur kembali emas batangan di industri perhiasan.
Saat ini perusahaan pertambangan emas di dalam negeri telah terikat pemasaran emas granulanya 100 persen untuk tujuan eskpor sesuai RKAB yang telah disetujui oleh Kementerian ESDM.
“Untuk itu, perlu mendorong perusahaan pertambangan emas di dalam negeri untuk merevisi dokumen RKAB agar bisa segera memenuhi kebutuhan bahan baku emas perhiasan di dalam negeri,” ucap Agus.