Di Rakernas XIV BEM Se-Indonesia, Ketua DPD Bahas Ketidakadilan Sosial
VIVA – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menegaskan jika akar dari persoalan bangsa belakangan ini adalah ketidakadilan sosial dalam lapisan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat.
Menurutnya, ketidakadilan sosial itu sendiri disebabkan oleh segelintir oligarki yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Pernyataan itu dikatakan LaNyalla saat ia menjadi Keynote Speech secara virtual pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XIV Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Selasa (28/9/2021).
Menurut LaNyalla, sejak dilantik sebagai Ketua DPD RI pada Oktober 2019, ia langsung turun ke daerah, keliling ke seluruh Indonesia dari Sabang, Merauke sampai Rote. Senator asal Jawa Timur itu ingin melihat dan mendengar secara langsung aspirasi dan permasalahan yang dihadapi daerah dan stakeholder yang ada di daerah.
Dari perjalanan tersebut, LaNyalla menemukan satu kesimpulan jika hampir semua permasalahan di daerah sama. Dari persoalan sumber daya alam daerah yang terkuras, hingga kemiskinan dan indeks kemandirian fiskal daerah yang jauh dari kata mandiri.
"Setelah saya petakan, ternyata akar persoalannya ada di hulu, bukan di hilir. Akar persoalan yang ada di hulu tersebut adalah ketidakadilan sosial. Padahal, keadilan sosial adalah tujuan hakiki dari lahirnya negara ini, seperti dicita-citakan para pendiri bangsa dan menjadi sila pamungkas dari Pancasila," tuturnya di hadapan mahasiswa peserta Rakernas.
Dari analisanya, LaNyalla menilai keadilan sosial sulit terwujud oleh karena adanya kekuatan modal dan kapital dari segelintir orang untuk mengontrol dan menguasai kekuasaan. Inilah yang belakangan sering disebut dengan istilah oligarki.
Dijelaskan LaNyalla, oligarki dibangun atas dasar kekuatan modal kapital yang tidak terbatas, sehingga mampu menguasai dan mendominasi simpul-simpul kekuasaan.
"Oligarki beroperasi dalam kerangka kekuasaan yang menggurita secara sistemik," tuturnya.
Senator asal Jawa Timur itu menjelaskan mengapa hal tersebut bisa terjadi. Karena memang dibuka peluang untuk terjadinya dominasi segelintir orang yang memiliki modal untuk menguasai dan menguras kekayaan negara ini.
"Padahal cita-cita para pendiri bangsa sama sekali bukan itu. Para pendiri bangsa kita sangat sadar dengan trauma ratusan tahun di bawah era Kolonialisme penjajah," tegas dia.
Berangkat dari hal tersebut, para pendiri bangsa kemudian melahirkan sistem ekonomi yang dikelola berdasarkan asas kekeluargaan atau yang dikenal dengan sistem ekonomi Pancasila. Hal tersebut kemudian dituangkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam naskah asli yang terdiri dari 3 ayat.
"Di mana dimaksudkan, kekayaan sumber daya alam negeri ini harus dikelola dengan prinsip kekeluargaan dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dan, negara harus hadir untuk memastikan itu," demikian LaNyalla.(*)