Dunia wartawan mengantarkan Ayu Utami menjadi sastrawan padahal jauh sebelumnya ia seorang pegawai hotel. Ia pun dikenal sebagai aktivis perempuan dan novelis yang banyak mendapat penghargaan.
Berawal sebagai karyawan hotel, Ayu Utami kemudian beralih menjadi seorang jurnalis hingga sekaligus menjadi salah satu penulis berpengaruh di Indonesia. Karya perdananya berjudul Saman berhasil memberi warna baru di dunia sastra tanah air.
Wanita kelahiran Bogor, 21 November 1968 ini menyelesaikan pendidikannya di Universitas Indonesia dengan mengambil jurusan Sastra Rusia. Setelah itu, ia sempat mengikuti pelatihan Advanced Journalism, Thomson Foundation, Inggris dan Asian Leadership Fellow Program, Jepang.
Sebelum dikenal sebagai sastrawan, putri dari pasangan Johanes Hadi Sutaryo dan Bernadeta Suhartina ini bekerja sebagai Guest Public Relation di Hotel Arya Duta. Lalu, setelah itu ia banting stir menjadi wartawan.
Ayu meniti karier menjadi wartawan di Majalah Matra, Forum Keadilan, hingga Majalah D&R. Saat usianya 23 tahun, Ayu aktif mengisi kolom mingguan ‘Sketsa’ di harian Berita Buana.
Tak lama setelah pembredelan Majalah Tempo dan Tabloid Detik, Ayu bersama rekan-rekan wartawan lain sepakat mendirikan AJI (Aliansi Jurnalis Independen) guna menyuarakan ketidaksetujuan mereka atas pembredelan yang marak terjadi di era Orde Baru tersebut.
Di samping itu, ia juga mendirikan Komunitas Utan Kayu yang berkutat pada bidang seni, pemikiran, dan kebebasan informasi. Tak tanggung-tanggung, ia juga menjadi aktivis perempuan. Aksi di jalanan pun ia lakoni.
Setelah banyak pengalaman di media, Redaktur Jurnal Kalam ini pun mengawali debutnya sebagai sastrawan dengan merilis novel pertama bertajuk Saman.
Novel yang memenangi Sayembara Penulisan Roman Terbaik Dewan Kesenian Jakarta 1998 ini berhasil menarik perhatian para kritikus dan penikmat sastra karena dianggap telah membawa angin segar bagi Sastra Indonesia.
Selama 3 tahun, novel Saman berhasil terjual 55.000 eksemplar. Berkat karya debutnya itu pula, Ayu memperoleh Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, yaitu sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, Belanda yang memiliki misi untuk melestarikan dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan.
Beberapa karya Ayu lainnya, yaitu Larung, Si Parasit Lajang, Bilangan Fu, dan Pengakuan Eks Parasit Lajang. Selain menulis, Ayu juga tak melupakan menyuarakan kebebasan berpendapat dan kesetaraan gender di berbagai media.
Pada tahun 2018, Ayu Utami memperoleh Penghargaan Achmad Bakrie 2018. Ayu terpilih di bidang kesusastraan. Karya-karyanya dinilai memperluas cakrawala sastra Indonesia melalui bentuk penulisan maupun keterbukaan isinya, baik sosial, politik, maupun seksualitas. (AC/DN) (Photo/VIVA)
KELUARGA
Orangtua : Johanes Hadi Sutaryo dan Bernadeta Suhartina
PENDIDIKAN
S1, Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994)
Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995)
Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Jepang (1999)
KARIER
Guest Public Relation di Hotel Arya Duta
Jurnalis, Majalah Matra
Jurnalis, Majalah Forum Keadilan
Jurnalis, Majalah D&R
Kolumnis Mingguan ‘Sketsa’ di harian Berita Buana (1991)
Salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Kurator Komunitas Utan Kayu
Redaktur Jurnal Kalam
Peneliti di Institut Studi Arus Informasi
KARYA TULISAN
Saman (1998)
Larung (2001)
Esai Si Parasit Lajang (2003)
Bilangan Fu (2008)
Manjali dan Cakrabirawa (Seri Bilangan Fu, 2010)
Cerita Cinta Enrico (2012)
Soegija: 100% Indonesia (2012)
Lalita (Seri Bilangan Fu, 2012)
Si Parasit Lajang (2013)
Pengakuan Eks Parasit Lajang (2013)