Dunia wartawan membuka jalan Bondan Winarno ke berbagai profesi
pilihannya. Mulai menjadi pengusaha, penulis, hingga host program
kuliner di layar kaca.
Bondan Haryo Winarno atau lebih akrab disapa Pak Bondan adalah seorang
yang menjajaki dunia wartawan, pengusaha, sekaligus pakar kuliner yang
pernah menjadi presenter di acara-acara kuliner televisi. Jargon
‘maknyus’ sangat melekat pada dirinya.
Pak Bondan lahir di
Surabaya pada 20 April 1950. Sejak kecil, ia sudah mengenal kuliner dari
ibunya yang jago masak. Sang ibu sendiri berasal dari Madiun. Bondan
kecil juga sangat cerdas dan mudah meraup informasi, dirinya sangat suka
membaca bahkan hingga berlangganan majalah.
Setelah lulus SMA,
ia sempat memiliki keinginan untuk melanjutkan kuliah di bidang sastra.
Namun, sang ibu tidak merestui karena menganggap lulusan sastra itu
kurang memiliki masa depan cerah. Sehingga ia mengalah dan kuliah di
Fakultas Teknik Arsitektur, Universitas Diponegoro, Semarang.
Meski
kuliahnya belum selesai, ia sudah berprofesi sebagai fotografer Puspen
Hankam di Jakarta. Setelah itu, Bondan sering berpindah-pindah kerja
meski lingkup pekerjaannya sendiri tidak jauh-jauh dari media massa. Ia
pernah menjadi wartawan hingga mendapat dinas luar negeri ke Kenya,
Afrika.
Pengalamannya di Kenya, Afrika dituangkannya dalam
sebuah carpen bertajuk Gzelle. Cerpennya tersebut memenangkan lomba
cerpen di Femina pada tahun 1984. Pak Bondan menemukan jiwanya sendiri
saat menulis. Bahkan, ia mampu menulis di mana pun ia berada.
Karier
Bondan pun semakin menanjak. Suami dari Yvonne Winarno ini didapuk
sebagai Pemimpin Redaksi Majalah Ekonomi Swa pada tahun 1985. Selang dua
tahun menjabat, karena sang anak, Gwen berkeinginan meneruskan
pendidikannya ke Negeri Paman Sam sementara gajinya belum mencukupi, ia
berinisiatif menjadi pengusaha.
Seorang pengusaha muda bernama
Sutrisno Bachir, saat itu, memberikan kesempatan pada Pak Bondan.
Perjanjian bisnis di Jepang pun berhasil dikuasai olehnya. Sehingga Pak
Bondan pun berkesempatan mengepalai cabang perusahaan olahan makanan
laut di Amerika Serikat.
Namun, setelah berkutat lama dengan dunia bisnis, pada tahun
1994 Pak Bondan yang sempat tinggal di Los Angeles dan Seattle ini pun
memutuskan kembali ke tanah air membawa anaknya, Gwen. Ia pun kembali
menekuni jalur yang sebelumnya ditinggalkan yaitu, jurnalistik.
Ayah 3 anak ini pun bekerja di Penerbit Geolink, sebuah
perusahaan milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia. Selain itu, Pak
Bondan juga menjadi penulis cerpen untuk Kompas dan Matra. Ditambah
lagi, ia pun dipercaya sebagai Editor Asian Wall Street Journal, Far
Eastern Economic Review, Jakarta Post, Kompas, Bisnis Indonesia.
Pada tahun 1998, Pak Bondan didapuk sebagai Penasehat pribadi
Menteri Informasi RI dan Staf Bank Dunia. Ia juga masih berkutat dengan
dunia tulis-menulis dengan menjadi kolumnis Kontan dan Swa.
Pak Bondan banyak terlibat di berbagai media massa termasuk
media online. Salah satu karyanya berjudul Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki
Pelangi berhasil sukses di pasaran. Namun, tulisan yang dibukukan itu
terpaksa ditarik setelah Pak Bondan ditegur oleh salah satu pejabat.
Pria
yang pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Suara Pembaruan ini pun
memutuskan banting stir dari dunianya sebagai jurnalis dan juga
pengusaha. Tekad itu lahir setelah kepergian ayah dan kakaknya. Pak
Bondan pun hijrah ke dunia kuliner dengan alasan keseimbangan hidup.
Pada tahun 2005, Pak Bondan dipinang PT. Unilever. Ia didapuk
sebagai presenter acara Bango Cita Rasa Nusantara yang bertujuan untuk
memomulerkan masakan-masakan khas nusantara.
Di sinilah, jargon
‘maknyus’ mulai dikenal masyarakat. Setiap kali mencicipi kuliner, ia
selalu memberikan peninalian dengan mengucapkan "maknyus" sambil
memberikan lingkaran jarinya di depan bibirnya. Meski begitu, Pak Bondan
tidak mengakui kata ‘maknyus’ itu sebagai trade-mark miliknya. Ia
sendiri mengaku meminjam ungkapan itu dari Umar Kayam yang sering
melontarkan kata itu saat menikmati makanan di hadapannya.
Setelah itu, Pak Bondan pun dipercaya sebagai presenter Wisata
Kuliner yang tayang di Trans TV. Para kru yang bertugas pun mengakui,
meski ia telah menjadi selebriti, ia tetap professional dengan profesi
barunya.
Bahkan, ia sudah memiliki banyak fans. Namun lagi-lagi,
saat dirinya tengah berada di puncak kariernya sebagai presenter wisata
kuliner, Pak Bondan memutuskan untuk mundur. Pak Bondan ingin
menghabiskan waktu dengan keluarganya dan berwisata ke penjuru daerah.
Selain kehidupan profesionalnya, Pak Bondan juga aktif dalam
kegiatan sosial. Ia pernah menjabat sebagai ketua Indonesia Forum pada
1998, sebuah komunitas yang bertujuan untuk memulihkan Indonesia dari
keadaan kritis.
Atas dedikasinya, Pak Bondan mendapatkan tanda penghargaan dari
Baden Powell Adventure Award dari lembaga pramuka dunia (1967),
Satyalencana Pembangunan dari pemerintah RI (1988), Gelar Kanjeng Raden
Haryo Mangkudiningrat dari PB XII (2001), dan Gelar Kanjeng Pangeran
dari PB XIII (2006).
Setelah lama tak muncul di televisi, publik dikagetkan dengan
kabar meninggalnya Pak Bondan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, 29
November 2017, karena mengalami gagal jantung. Ia meninggal pada usia 67
tahun. Selamat jalan Pak Bondan. (AC/DN)
(Photo: Facebook Ubud Writers & Readers Festival)
KELUARGA
Istri : Yvonne Winarno
Anak : Gwendolin Amalia Winarno
Marisol Winarno
Eliseo Winarno
PENDIDIKAN
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro, Semarang (tidak selesai, 1970)
Kursus Marketing & Financial Management, Jakarta (1975)
KARIER
Sekretaris Jenderal International Advertising Association (1981-1986)
Pimred Majalah Swa (1985-1987)
Presiden Mitra Inc (1989-1991)
Presiden Ocean Beauty International (1991-1994)
Penerbit Globalink (1994-1998)
Penulis cerpen untuk Kompas dan Matra (1994-1998)
Editor Asian Wall Street Journal, Far Eastern Economic Review, Jakarta Post, Kompas, Bisnis Indonesia (1994-1998)
Penulis profil Telkom, Indosat, freeport, dan Petrokimia Gresik (1994-1998)
Kolumnis Kontan dan Swa (1994-1998)
Penasehat pribadi Menteri Informasi RI (1998)
Staf Bank Dunia (1998)
Ketua Indonesia Forum (1998)
Salah satu pendiri Komite Kemanusiaan Indonesia (1998)
Salah satu pendiri Masyarakat Transparansi Indonesia (1998)
Direktur Eksekutif Yayasan Pusaka Alam Nusantara (1999-2001)
Pimred Suara Pembaruan (2001-2003)
Pendiri Yayasan Karaton Surakarta (2002)
Komisaris independen Detik.Com (2004)
Wartawan senior Suara Pembaruan (2004)
Presenter acara kuliner (2004-2017)