Kegemarannya berorganisasi
membantu Otto Hasibuan dalam menjalankan profesinya sebagai pengacara. Ia pun
dikenal sebagai praktisi hukum yang menggabungkan dunia aktivis dan akademisi.
Otto Hasibuan lahir di
Pematang Siantar, 5 Mei 1955. Ia besar di kota kelahirannya hingga sekolah
menengah. Masa kecilnya tak lepas dari berorganisasi. Baik di sekolah maupun di
masyarakat.
Waktu duduk di bangku SD, secara informal ia menjadi ketua Persatuan Olah Raga
Sepeda. Menginjak SMP, ia mendirikan perkumpulan sepakbola layaknya klub
profesional yang harus mengatur dan menyiapkan klub saat bertanding antar klub
di daerah.
Saat SMA, Otto juga menjadi ketua OSIS. Tamat sekolah menengah, ia hijrah ke
Pulau Jawa untuk kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (UGM),
Yogyakarta. Saat kuliah pun, ia aktif di organisasi kampus.
Dia berhasil mendapatkan gelar Sarjana Hukum. Setelah itu, Otto mengambil studi
Comparative Law di University Technology of Sydney, Australia. Tidak lama
kemudian, ia menyelesaikan S3-nya dengan meraih gelar doktor di kampus UGM,
Yogyakarta.
Lulus kuliah, Otto memilih menjadi pengacara sesuai dengan kuliahnya. Tidak
lama setelah resmi menjadi advokat, Otto lagi-lagi aktif di organisasi advokat.
Ia mendaftar sebagai anggota Persatuan Advokat Indonesia (Peradin). Di sini lah
awal Otto mendapatkan banyak pelajaran untuk menunjang kariernya di dunia
advokat. Belum lama menjadi anggota, ia diangkat jadi Komisaris hingga akhirnya
menjadi Sekretaris Peradin.
Pada tahun 1985, ketika semua organisasi advokat menjadi wadah tunggal, Peradin
beserta organisasi lain dilebur menjadi Ikatan Advokasi Indonesia (Ikadin).
Di Ikadin, Otto mengawali kariernya sebagai wakil sekretaris cabang Jakarta
pada 1986. Pada 1990, Otto lantas naik posisinya menjadi Ketua cabang Jakarta
Barat. Saat itu usianya masuk 35 tahun.
Setelah itu posisinya semakin menanjak dimulai dari Wakil Sekjen DPP Ikadin
pada 1995 dan akhirnya menjadi Sekjen DPP Ikadin. Dan puncaknya Otto di DPP
Ikadin terpilih menjadi Ketua Umum DPP selama dua periode, yakni 2003-2007 dan
2007-2012.
Karier organisasinya tak hanya di situ, pada 2005, lagi-lagi ketika organisasi
Advokat baru harus berdiri sesuai UU Advokat 2003, ia langsung menahkodai
Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) untuk periode 2005-2010. Berkat tangan
dinginnya, ia kembali terpilih masa bakti 2010-2015.
Selain aktif berorganisasi, dan tentunya sebagai pengacara dengan mendirikan
firm hukum Otto Hasibuan & Associates, Otto juga menjadi dosen di sejumlah
perguruan tinggi.
Atas dedikasinya dalam dunia hukum, pada Oktober 2014, Otto mendapatkan gelar
Profesor kehormatan dari Universitas Jayabaya atas jasanya dalam menegakkan
hukum dan keadilan di Indonesia setelah pengabdiannya selama 32 sebagai
advokat.
Sebagai advokat, banyak kasus yang ditanganinya dan membetot perhatian
masyarakat dan media. Ia adalah salah satu anggota Tim Kuasa Hukum Jessica
Kumala yang didakwa melakukan pembunuhan terhadap Mirna yang dikenal dengan
kopi beracun sianida pada 2016.
Namanya kembali membetot perhatian publik, saat ia menjadi salah satu kuasa
kasus dugaan korupsi E-KTP Ketua DPR RI Setya Novanto pada 2017. Meski
mendapatkan cibiran publik, Otto sebagai pengacara tetap melakukannya secara
profesional atas pekerjaannya. (AA/DN) (Photo: VIVA.co.id/ARA)
KELUARGA
Isteri : Norwati Damanik
Anak : Putri Linardo Hasibuan
Lionie Petty Hasibuan
Natalia Octavia hasibuan
Yakub Putra Hasibuan
Ayah : Hasibuan
Ibu : Boru Siahaan
PENDIDIKAN
S1 Fakultas Hukum UGM
Comparative Law Course di Universiti Technology of Sidney
Program Doktoral UGM
KARIER
Ketua OSIS SMA, 1972
Ketua BKMK, Senat Mahasiswa UGM
Anggota Persatuan Advokat Indonesia (Peradin)
Wakil Sekretaris Cabang Jakarta DPP IKADIN, 1986.
Ketua Cabang Jakarta Barat DPP IKADIN, 1990
Wakil Sekjen DPP Ikadin, 1995
Sekjen DPP Ikadin
Ketua Umum DPP Ikadin (2003 - 2007)
Ketua Umum DPP Ikadin (2007 - 2012)
Dosen, Universitas Gadjah Mada, Universitas Jayabaya, Jakarta
Ketua Umum DPN Peradi (2005 - 2015)
Pendiri dan Pengacara Otto Hasibuan & Associates
PENGHARGAAN
Tokoh Fenomenal Seputar
Indonesia, RCTI, 2016