Cita-cita ingin membuat pesawat terbang, pria lulusan teknik ITB ini justru terbang dengan impian politiknya. Sri Bintang Pamungkas menjadi aktivis politik yang selalu berlawanan dengan penguasa.
Pria kelahiran Tulungagung, 25 Juni 1945 ini dikenal sebagai sosok yang sangat pemberani. Bahkan, karena kenekatannya mengkritisi pemerintah ia sempat masuk bui. Tapi, hal tersebut tak membuat dirinya ciut, tapi semakin menggodok api semangatnya.
Terjun ke dunia politik adalah jalan panjang bagi pria lulusan master dan doktor teknik luar negeri ini. Sebelumnya, Sri Bintang adalah lulusan teknik penerbangan ITB. Lulus kuliah, ia ingin bekerja sebagai insinyur pembuat pesawat terbang. Sayang, karena saat itu di Indonesia belum ada, ia akhirnya bekerja di pabrik rakitan motor Astra.
Selain bekerja, ia juga menjadi dosen teknik dan konsultan di Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Di tengah profesi barunya itu, Sri Bintang meneruskan kuliah di S2, Master of Science in Industrial System Engineering di Universitas Southern Carolina dan Program Doktor Teknik Industri di Iowa State University, AS.
Sekembalinya ke Indonesia, pada tahun 1985, Sri Bintang mulai berkarier kembali sebagai dosen UI mata kuliah pengantar ekonomi, Finance and Investment, Introduction to Mechanics and Electronics in Factory, Supply Chain Management, dan Industrial Policy.
Di luar kampus, ia juga mulai bertemu dan berkumpul dengan tokoh-tokoh Islam Indonesia lainnya. Ia bergabung dengan Ikatan Cendiakawan Muslim Indonesia (ICMI) sejak organisasi berdiri hingga tahun 1987 dengan jabatan anggota Dewan Pakar.
Bersentuhan dengan politik praktis, ia mulai pada tahun 1992 bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Ia pun bercita-cita agar umat Islam harus memiliki kekuatan dan daya saing dengan yang lain. Ia pun berjanji membesarkan PPP sebagai partai besar umat Islam di Orde Baru.
Sri Bintang tak bertahan lama di PPP. Ia direcall dari anggota DPR karena sikap kritisnya kepada Presiden Soeharto. Ia mendirikan Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) pada 29 Mei 1996. Perlawanan terhadap penguasa semakin kuat. Pada 11 Oktober 1996, Sri Bintang dengan lantang menantang Presiden Soeharto, penguasa Orde Baru, agar melakukan pemilihan presiden secara langsung. Suaranya menggema di Indonesia Petroleum Club, Jakarta.
Orasi itu merupakan bentuk kekecewaan Bintang karena Soeharto dan MPR dianggap memonopoli pemilihan umum selama puluhan tahun. Perbedaan politik dengan Soeharto itulah yang memicu perlawanan demi perlawan. Pada tahun 1997, setelah ia sempat memproklamirkan dirinya sebagai calon presiden dan Julius Usman sebagai wakilnya, Bintang menyebarkan selembaran yang diselipkan ke kartu lebaran yang sukses membuat kebanyakan anggoda MPR/DPR terkejut.
Selebaran tersebut berisi penolakan Pemilu 1997, penolakan Soeharto untuk kembali jadi presiden, dan perombakan tatanan pemerintahan dengan mengubah UUD 1945. Akibat kritik kerasnya terhadap penguasa, Sri Bintang masuk bui di LP Cipinang, Jakarta, karena tuduhan subversif.
Setelah gelombang aksi menuntut Soeharto lengser, pada 1998, menandai berakhirnya Orde Baru dan lahirnya Era Reformasi dengan Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto. Bersamaan dengan itu, tahanan politik termasuk Sri Bintang dibebaskan oleh pemerintah Habibie.
Pada Pemilu 1999, pemilu pertama Era Reformasi, Sri Bintang mendaftarkan Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI) sebagai salah satu partai peserta pemilu. Sayang, partai ini tidak meloloskan wakilnya ke Senayan.
Sekitar 16 tahun Era Reformasi bergulir, Bintang lagi-lagi melakukan kritik keras terhadap pemerintah. Mulai dari penuntutan mundur Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mundur hingga menuntut Presiden Jokowi turun.
Pada 2 Desember 2016, Sri Bintang Pamungkas yang tergabung dalam Gerakan Selamatkan NKRI ditahan di kediamannya dan dibawa ke Mako Brimob, Depok. Ia dibawa ke markas bersama aktivis lainnya, Ratna Sarumpaet, Mayjen (Purn) TNI Kivlan Zein, Brigjen (Purn) TNI Adityawarman Thaha, Jamran, Hatta Taliwang, dan, Rachmawati Soekarnoputri, dan Ahmad Dhani. Mereka ditangkap atas dugaan makar.
KELUARGA
Orangtua : Moenadji Soerjohadikoesoemo dan Soekartinah
Istri : Ernalia
PENDIDIKAN
SMA Negeri I, Surakarta, Jawa Tengah (1964)
S1, Jurusan Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung (ITB), 1966-1971
S2, Master of Science in Industrial System Engineering di Universitas Southern Carolina, AS, 1979
S3, Program Doktor Teknik Industri di Iowa State University, AS. 1984
KARIER
Ketua Biro Pendidikan Himpunan Mahasiswa Mesin, 1971
Bekerja di pabrik perakitan sepeda motor Honda milik Astra, PT Federal Motor, 1971-1974
Konsultan di Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), 1972-1974
Dosen di Fakultas Teknik Universitas Indonesia (UI), 1972-sampai sekarang
Instruktur pada Program Perencanaan Nasional, 1974-1977
Ahli senior di Yayasan Bina Pembangunan, 1985-1987
Anggota Dewan Pakar ICMI, 1987
Anggota senior Ikatan Sarjana Teknik dan Manajemen Industri, 1986
Konsultan senior PT Summa International, 1986 – 1991
Anggota Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 1992
Anggota DPR dari PPP, 1992-1996
Ketua Umum Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI), 1996-1999