Penyandaraan Meutya Hafid saat meliput Pemilu di Irak semakin mengokohkan namanya di dunia media. Berbekal pengalaman jurnalis dan popularitas, ia terjun politik. Jatuh bangun ia alami bersama Partai Golkar. Alhasil, ia menjadi anggota DPR RI.
Perempuan kelahiran Bandung, Jawa Barat, 3 Mei 1978 ini adalah anak dari pasangan Anwar Hafid dan Metty Hafid. Meski lahir di kota kembang, Meutya besar di luar Kota Bandung. Pada tahun 1980-an, keluarga Meutya memutuskan pindah ke Jakarta. Ia memulai pendidikan dasar di Jakarta. Ia selesaikan sekolah di SD Menteng 02 , SMPN 1 Jakarta, dan SMAN 8 Jakarta.
Setelah itu, ia ke luar negeri sekolah di Crescent Girl School Singapore dan pendidikan tingginya ia raih di salah satu universitas ternama di negeri kanguru tepatnya di UNSW Sydney Australia, jurusan Manufacturing Engineering.
Setelah menyelesaikan kuliahnya di Australia, Meutya memutuskan untuk kembali ke tanah air Indonesia dan menjadi reporter di Metro TV. Dalam menjalani tugas jurnalistik, ia banyak mengalami perlakuan yang mengerikan.
Pada tahun 2005, ia diutus oleh atasannya untuk meliput pemilu di Irak bersama dengan satu juru kamera Budiyanto. Ternyata kepergiannya ke Irak saat itu membuahkan sebuah cerita yang sulit dilupakan oleh dirinya dan Budiyanto. Ia sempat diculik dan disandera oleh sekelompok tentara Mujahidin bersenjata di Irak dan ditahan selama 3 hari dalam keadaan selamat.
Pada tahun 2007, ia membuat buku yang ia tulis sendiri yaitu 168 Jam dalam Sandera; Memoar Jurnalis Indonesia yang Disandera di Irak
Pada 11 Oktober 2007, pecinta yoga dan renang ini terpilih sebagai pemenang Penghargaan Jurnalistik Elizabeth O'Neill dari pemerintah Australia. Setelah 7 tahun mengabdi di bidang jurnalistik, Meutya menikah pada umur 31 dengan Avian Eddy Putra Tumengkol seorang pemimpin redaksi Waspada Online, namun tali percintaan mereka harus putus setahun kemudian.
Pada tahun 2009, ia juga diminta langsung oleh politikus Burhanudin Napitupulu untuk masuk ke Golkar sekaligus menjadi calon anggota legislatif Partai Golkar yang mewakili rakyat Kota Medan, Daerah Pemilihan 1, Sumatera Utara, namun keberuntungan masih belum berpihak kepadanya kali ini.
Gagal masuk ke DPR Senayan, Meutya maju ikut pesta Pilkada di Binjai. Ia berpasangan dengan H. Dhani Setiawan Isma S.Sos untuk menuju Walikota dan Wakil Walikota Binjai periode 2010-2015. Pasangan ini diusung Partai Golkar, Demokrat, Hanura, PAN, Patriot, P3I, PDS, serta 16 partai non-fraksi DPRD Binjai. Sayangnya, Meutya kalah.
Namun, nasib baik Meutya Hafid tak harus menunggu lama. Pada tahun 2010 juga, ia justru dilantik menjadi anggota DPR antar waktu dari Partai Golkar menggantikan Burhanudin Napitupulu yang meninggal dunia. Meutya ditempakan di komisi XI (bidang Keuangan dan Perbankan). Di sana ia hanya bertahan 17 bulan, setelah itu ia dipindahkan ke Komisi I (bidang Pertahanan, Luar Negeri, Komunikasi, dan Informasi). Komisi inilah yang sangat cocok dengan latar belakangnya di media. Ia pun menuntaskannya hingga periode 2014.
Pada pemilu berikutnya, ia maju kembali menjadi anggota DPR dari Golkar. Kali ini nasib baik menghampirinya. Dia terpilih sebagai anggota DPR RI dari daerah pemilihan Sumatera Utara untuk periode 2014-2019.
KELUARGA
Suami: Avian Eddy Putra Tumengkol (cerai)
Orangtua : Anwar Hafid dan Metty Hafid
PENDIDIKAN
SD Menteng 02 Jakarta (1983-1989)
SMPN 1 Jakarta (1992)
SMAN 8 Jakarta (1995)
Crescent Girl School Singapore
School of Manufacturing Engineering UNSW Sydney Australia.
KARIER
Public relations officer and announcer at Eastside Radio in Sydney
Jurnalis, Metro TV
Anggota DPR, 2010-2014, 2014-2019
Wakil Ketua Komisi I, DPR RI
PENGHARGAAN
Penghargaan Jurnalistik Elizabeth O'Neill, dari Pemerintah Australia