Dubber, Profesi Sulih Suara yang Menggiurkan

Pengisi Suara (Dubber) Indonesia
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrotustianah

VIVA.co.id – "Apa ini, kau mau kemana?" suara seorang wanita terdengar agak marah.

"Apa maksudmu, aku akan bekerja. Dua hari lagi aku membuang waktu karena menikahimu, jadi, hari ini dan besok aku harus lembur," seorang pria kemudian menyahutinya.

Sepotong dialog itu terdengar bergantian mengisi ruangan studio berlapis karpet kedap suara abu-abu. Bersahutan, penuh emosi dan penjiwaan. Namun sesekali mereka terhenti lalu mengulang-ulang dialog yang sama, mengikuti arahan pria di balik pintu lain yang mengawasi mereka dengan perangkat sulih suara yang lengkap.

Mereka bukan sedang berteater, apalagi berakting di depan kamera. Wajah mereka asing, karena memang bukan selebriti. Tapi suara mereka, ya, rasanya terdengar di mana-mana. Ini bukan deja vu yang sering dibilang orang ketika sesuatu terasa begitu familiar seolah pernah terjadi. Karena nyatanya, suara mereka sudah akrab di telinga penikmat acara televisi, seperti saya ini. 

Bagaimana tidak, mereka adalah orang-orang di balik para karakter animasi, telenovela, hingga serial Drama Korea, Turki, dan India yang tayang di sederet stasiun televisi Indonesia. Itu mereka, para voice talent atau pengisi suara, ya, yang lebih sering disebut sebagai dubber.

Istilah dubbing atau sulih suara dalam film lebih sering diartikan sebagai proses penggantian suara aktor asli oleh suara orang lain dengan bahasa yang berbeda. Misalnya, sebuah serial Drama India yang disulih suara ke Bahasa Indonesia oleh orang lain, yang mana dia disebut sebagai dubber. Tentu saja, sulih suara ini dilakukan agar penonton lokal bisa lebih mudah memahami dan menikmati jalan cerita yang disajikan.

Di Indonesia sendiri, proses dubbing biasanya diterapkan untuk serial televisi, baik itu animasi, fabel, maupun live-action drama dari berbagai negara, juga film bioskop yang sudah turun ke layar kaca dengan genre keluarga. Meski sangat jarang, namun ada juga film animasi Hollywood yang tayang di bioskop dengan menggunakan sulih suara berbahasa Indonesia. Contohnya ada The Good Dinosaur, film animasi Disney Pixar pada tahun 2015 yang dirilis dengan versi Bahasa Indonesia berjudul Dino yang Baik.

Lain di Indonesia, lain pula di negara luar. Setiap negara punya gaya penerapan sulih suara yang berbeda. Menurut Wikipedia, sejumlah negara di  Eropa, misalnya Jerman, Prancis, dan juga Asia, seperti China, Iran, dan Jepang menggunakan proses sulih suara untuk semua jenis film dan serial TV yang berbahasa asing. Namun di negara lain, seperti Belanda, Inggris, atau negara-negara Asia Tenggara seperti kita hanya menyulih suara untuk film atau serial yang berkategori anak-anak dan keluarga. Materi yang bergenre dewasa akan tetap menggunakan bahasa asli dengan penyediaan subtitle atau terjemah bahasa lokal.

Bicara soal dubbing, tentu tak lepas dari mereka yang menyumbang suara di balik mikrofon rekaman. Orang-orang ini disebut sebagai dubber, profesi yang rupanya tak bisa dipandang sebelah mata. Pada akhir Maret 2017 lalu, saya berkesempatan untuk mengunjungi sebuah studio sulih suara di bilangan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Saya pun bertemu dan berbincang-bincang dengan tiga dari sekian banyak dubber di sana. Siapa saja mereka? Seperti apa profesi ini? Ikuti cerita seru para dubber ini kepada VIVA.co.id.

Mahindra Yudha Permana

Pecinta serial drama India dan Korea mungkin akan langsung mengenali suara pria yang akrab disapa Mahin ini. Suara 'ganteng' pria dengan postur tubuh tinggi besar tersebut biasa dipakai untuk karakter-karakter utama serial drama favorit. Sebut saja beberapa di antaranya sebagai Hua Che Lei dari Meteor Garden, Gu Jun Pyo dari Boys Before Flower, juga Kim Tak Goo dari Bread, Love, and Dream. 

Belum selesai, ia juga pemeran utama untuk serial-serial India dan Turki yang hit, seperti sebagai Yudhistira dan Krishna dari Mahabharata, Ayaz dari Cinta di Musim Cherry, Jalal atau Akbar dari Jodha Akbar, Ali Kemal di Shehrazat, dan terbaru, Raman Bhalla dari Ye Hai Mohabbatein yang masih tayang di ANTV, serta masih banyak lagi lainnya.

Siapa sangka, biasa menemani sang ibu menonton telenovela sejak masih kuliah membuatnya jatuh cinta dengan profesi dubber. Mahin bercerita, pertama kali terjun ke dunia dubbing pada tahun 1998 di Studio Meranti yang terletak di daerah Cakung, Jakarta Timur. Lalu pada tahun 2001, dia bergabung bersama SCTV di Studio Saari selama delapan tahun. Di sanalah, Mahin mulai menapaki jalan menuju seorang dubber profesional. Namun, bukan perjalanan yang singkat tentunya untuk bisa sampai pada pencapaian saat ini.

"Awalnya dari film kartun, masuk telenovela dari yang peran-peran tambahan hanya beberapa dialog sampai akhirnya dipercaya mengisi peran utama dan itu panjang perjalanannya," tutur Mahin mengenang masa lalunya.

Pria yang juga sempat bekerja di bagian programing di sebuah stasiun televisi itu semula menjadikan aktivitas sulih suara ini sebagai profesi sampingan. Saat itu, ia bergabung dengan banyak studio dubbing, yang karena kesibukannya di kantor, ia harus rela melepaskannya satu per satu hingga tersisa satu studio saja.

Selama 2,5 tahun, Mahin bolak-balik dari kantor ke studio. "Siang bekerja, malam ngedubbing," begitu katanya. Tapi lama kelamaan, Mahin merasa gairahnya di dunia dubbing lebih menggebu-gebu dibanding pekerjaan tetapnya di stasiun TV. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk fokus menjalani kegiatan dubbing tersebut sebagai profesi utama.

Belasan tahun menggeluti dunia dubbing membuatnya fasih memainkan suara untuk masuk dalam karakter yang dibawakannya. Meski ia seorang pria, tetap saja, ia tak kebal dengan emosi yang didalaminya. Mahin mengaku beberapa kali terbawa perasaan.

"Waktu syuting Kim Tak Goo sempet nangis-nangis. Ada scene dia bersimpuh nangis-nangis di depan toko rotinya dan itu saya kebawa banget," tutur Mahin sambil menggelengkan kepalanya seolah tak percaya ia bisa hanyut sedalam itu.

Ia juga mengaku bahwa belakangan ini terbawa perasaan serial Mohabbatein karena terpengaruh oleh efek musik, dialog yang sangat bagus, dan juga akting dari pemain aslinya.

"Di situ ceritanya anaknya hilang diduga meninggal. Kita harus bisa masuk ke karakternya dan akhirnya malah kebawa. Ketika dialognya keren banget ditambah musik dan mimik aktornya, udah deh (bisa sampai menangis)," lanjutnya.

Sudah 19 tahun menjalani profesi sebagai dubber pasti bukan tanpa alasan. Selain terlanjur jatuh cinta, dubbing adalah dunianya.

"Awalnya hanya untuk kegiatan tambahan dan ekstra uang untuk jajan aja. Tapi seiring waktu dan kegigihan akhirnya mindset saya berubah. Kini jadi profesi, dubber adalah segalanya," kata Mahin yang berhasil hidup mandiri sejak kuliah hingga kini beranak istri.