Keluhkan Kesadaran Bayar Royalti yang Masih Rendah, LMKN Usulkan Hal Ini
- ist
Jakarta, VIVA – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menyampaikan kendala dalam proses pembayaran royalti lagu dan musik oleh para pengguna (user). Menurut LMKN, kepatuhan sejumlah pihak untuk membayar royalti masih sangat rendah.
Persoalan ini diungkapkan secara terbuka dalam Rapat Koordinasi dan Evaluasi Kinerja LMKN bersama Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) Hak Pencipta dan Hak Terkait, yang turut dihadiri oleh Dirjen Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), Razilu, di Hotel Westin, Jakarta Selatan. Scroll lebih lanjut.
Johnny Maukar, selaku Komisioner Bidang Lisensi LMKN, menyoroti penegakan aturan pembayaran royalti yang seharusnya sudah jelas diatur dalam undang-undang. Ia menegaskan bahwa potensi sanksi yang dapat dijatuhkan juga sudah memiliki landasan hukum yang kuat.
"Kita sampaikan kendala yang dihadapi LMKN kepada Pak Dirjen tentang kepatuhan para pengguna lagu untuk membayar royalti yang sangat rendah, padahal peraturanya jelas, undang-undangnya jelas, sanksinya juga jelas," kata Johnny Maukar, saat ditemui di Hotel Westin, Jakarta Selatan, Kamis, 16 Januari 2025.
Lebih lanjut, Johnny mengungkapkan bahwa LMKN tidak dapat mengambil tindakan cepat terhadap para pengguna yang abai membayar royalti. Menurutnya, proses penegakan hukum yang harus dilalui memakan waktu cukup lama serta membutuhkan biaya besar, sehingga menyulitkan LMKN dalam melakukan penindakan.
"Jadi mengapa kepatuhan bayar royalti di Indonesia sangat rendah sedangkan peraturannya sudah sangat komplit, ternyata faktor utama adalah dikarenakan penerapan sanksi membutuhkan biaya besar dan waktu sangat lama," katanya.
"Hal ini terjadi karena penyelesaian pelanggaran royalti mengikuti hukum acara biasa yang melewati proses dari tingkatan pertama sampai kasasi bahkan PK. Tentunya akan sulit bagi LMKN melaksanakan proses ini. Selain biaya yang harus dikeluarkan besar, waktunya juga sangat lama," sambungnya lagu.
Berdasarkan kondisi tersebut, LMKN yang bertanggung jawab mendistribusikan royalti hak cipta lagu dan musik mengusulkan solusi agar penerapan sanksi lebih efektif. Johnny Maukar menyatakan bahwa pihaknya berharap proses hukum atas pelanggaran royalti dapat dipermudah melalui pengadilan sederhana.
"Sebagai alternatif maka LMKN mengusulkan agar kasus royalti ini masuk dalam peradilan sederhana. Hal ini sebenarnya sejalan dengan asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman: peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Asas ini tegas disebutkan dalam Pasal 2 ayat (4) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman," kata Johnny Maukar.
Sederhana mengandung arti pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara yang efisien dan efektif. Asas cepat, asas yang bersifat universal, berkaitan dengan waktu penyelesaian yang tidak berlarut-larut. Asas cepat ini terkenal dengan adagium justice delayed justice denied," sambungnya.