Pajak UMKM Diturunkan, Promotor Musik Daerah Angkat Bicara
- REUTERS/ Darrin Zammit Lupi
VIVA – Perubahan kebijakan yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap pungutan pajak usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mendapat respons dari pelaku bisnis musik pertunjukkan di daerah.
Anas Syahrul Alimi, promotor dari Yogyakarta, mengatakan sudah saatnya Presiden memberikan perhatiannya atas peraturan daerah (perda) tentang pajak tontonan di daerah. Menurut dia, besaran pajak yang mencapai 35 persen sangat bertentangan dengan semangat Nawacita yang ingin menumbuhkan ekonomi daerah lewat kegiatan industri kreatif.
"Besarnya pajak tontonan (35 persen) ini sangat tidak mendukung semangat Nawacita dan keinginan Pak Jokowi untuk menumbuhkan industri kreatif di daerah," kata Anas melalui keterangan tertulisnya.
Anas yakin dengan semakin tumbuhnya kegiatan industri kreatif di daerah maka akan bisa berdampak positif. Menurut dia, hadirnya konser-konser berkualitas yang menghadirkan musisi internasional akan memberikan efek domino yang positif buat daerah.
"Untuk itu, Pak Jokowi yang terhormat, mohon bisa menginstruksikan agar direview perda pajak tontonan/proporasi di setiap daerah yang berbeda-beda, bahkan ada yang sampai 35 persen," papar pria yang sukses menjadi founder Prambanan Jazz dan Jogjarockarta Festival ini.
Anas menyadari kewenangan presiden itu tak bisa menyentuh langsung kebijakan yang ada di daerah. Untuk itu, dia meminta supaya para pemangku kebijakan di daerah, dalam hal ini pihak eksekutif dan legislatif supaya lebih responsif dan peka dengan keluhan ini.
Sebelumnya Presiden Jokowi telah meminta Menteri Keuangan bersama Dirjen Pajak untuk menghitung ulang total penerimaan pajak dari UMKM. Melalui akun Facebook, Jokowi mengumumkan telah membubuhkan tandatangan untuk menurunkan tarif PPh final bagi UMKM, dari satu persen menjadi 0,5 persen pada Jumat 22 Juni 2018.
Jokowi berharap dengan beban pajak yang ringan, maka pelaku UMKM bisa mengembangkan usahanya dan melakukan investasi.
"Harusnya Pak Jokowi bisa melakukan hal serupa pada industri kreatif, dalam hal ini pajak tontonan yang masih sangat membebani besarannya," kata Anas.