Kisah Komika Sudit, Mantan Pendeta dan Tukang Mabuk yang Jadi Mualaf
- Tangkapan Layar: YouTube
VIVA Showbiz – Komika bernama Sudit E Sofyanuary atau yang lebih akrab disapa Didit menceritakan masa kelamnya sebelum memeluk agama Islam dan menjadi seorang mualaf. Dulunya, ia ternyata seorang pendeta sekaligus penceramah yang sangat taat. Tapi, ia sempat terjerumus kecanduan miras dan sering mabuk-mabukan.
“Flashback ke belakang ya, bermula dari profesi sebagai seorang pendeta lebih tepatnya seorang evangelist atau penceramah. Ada masa-masa di mana apa yang gua kerjakan nggak sesuai sama hati gua dan gua kecewa,” jelas Didit dilansir dari Youtube Cameo Project.
Pria yang kini akrab disapa Didit tersebut menceritakan bahwa dirinya skeptis dan sangat kecewa dengan ajaran agama yang dia yakini sebelumnya. Didit pun merasa hilang arah dan mulai kecanduan dengan barang-barang haram seperti alkohol dalam jangka panjang.
Ia kemudian memutuskan untuk menjadi seorang pendeta. Didit kemudian memilih untuk menjadi seorang wirausahawan dan menjalankan bisnis kecil-kecilan. Ketika menjadi wirausahawan tersebut, ia mempunyai waktu luang yang banyak sehingga sering mabuk-mabukan.
“Awalnya memang satu botol sehari, lama-lama intensitasnya makin sering. Tadinya cuma untuk mengisi waktu luang, akhirnya makin lama makin sering,” tambahnya.
Kecanduan yang berkepanjangan terhadap alkohol pun akhirnya menimbulkan dampak buruk untuk Didit. Ia mengaku saraf matanya terbakar sehingga saat ini penglihatannya mulai terganggu akibat perilaku buruk tersebut.
Selain terjun ke dunia kelam, Didit juga pernah tidak percaya lagi bahwa Tuhan itu ada. Tapi, setelah saraf matanya rusak karena kebanyakan mengonsumsi alkohol, ia kembali terpikirkan apakah jangan-jangan Tuhan itu memang ada.
“Saat saraf mata gua rusak itu gua mulai percaya ‘apa jangan-jangan Tuhan itu ada’. Tadinya gua udah yakin (Tuhan) nggak ada,” ungkap Didit.
Setelah itu, ia mulai banyak mendengarkan ceramah dan motivasi Islami sehingga mantap untuk pindah agama dan kini mualaf. Meski memilih memeluk agama Islam, ia tidak menganggap bahwa agama yang lain itu jelek.
“Bukan berarti agama lain itu lebih jelek daripada apa yang gua pilih. Gua lebih merasa Islam lebih cocok sama kerangka berpikir gua sekarang,” tandasnya.